Asmaul Husna: Al Qadir



Al Qadir- Maha Kuasa 

اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
"... Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 20)

Allah ﷻ Maha Kuasa atas segala sesuatu.

قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلٰۤى اَنْ يَّبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِّنْ فَوْقِكُمْ اَوْ مِنْ تَحْتِ اَرْجُلِكُمْ اَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَـعًا وَّيُذِيْقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ ۗ اُنْظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّهُمْ يَفْقَهُوْنَ

"Katakanlah (Muhammad), Dialah yang berkuasa mengirimkan azab kepadamu, dari atas atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain. Perhatikanlah, bagaimana Kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda (kekuasaan Kami) agar mereka memahami(nya)."
(QS. Al-An'am 6: Ayat 65)

Allah ﷻ memiliki kekuatan untuk melakukan apa pun yang dikehendaki-Nya.

اِنَّمَاۤ اَمْرُهٗۤ اِذَاۤ اَرَادَ شَیْئًـا اَنْ يَّقُوْلَ لَهٗ كُنْ فَيَكُوْنُ

"Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, Jadilah! Maka jadilah sesuatu itu."
(QS. Ya-Sin 36: Ayat 82)

وَاللّٰهُ خَلَقَ كُلَّ دَآ بَّةٍ مِّنْ مَّآءٍ ۚ فَمِنْهُمْ مَّنْ يَّمْشِيْ عَلٰى بَطْنِهٖ ۚ وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّمْشِيْ عَلٰى رِجْلَيْنِ وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّمْشِيْ عَلٰۤى اَرْبَعٍ ۗ يَخْلُقُ اللّٰهُ مَا يَشَآءُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

"Dan Allah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu."
(QS. An-Nur 24: Ayat 45)

Tidak ada yang bisa mengganggu rancangan yang telah Allah ﷻ tetapkan. Keputusan-Nya telah ditakdirkan sebelumnya.

مَا كَانَ عَلَى النَّبِيِّ مِنْ حَرَجٍ فِيْمَا فَرَضَ اللّٰهُ لَهٗ ۗ سُنَّةَ اللّٰهِ فِى الَّذِيْنَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ ۗ وَكَانَ اَمْرُ اللّٰهِ قَدَرًا مَّقْدُوْرًا

"Tidak ada keberatan apa pun pada Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunah Allah pada nabi-nabi yang telah terdahulu. Dan ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku,"
(QS. Al-Ahzab 33: Ayat 38)

اَوَلَمْ يَسِيْرُوْا فِى الْاَرْضِ فَيَنْظُرُوْا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَكَانُوْۤا اَشَدَّ مِنْهُمْ قُوَّةً ۗ وَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُعْجِزَهٗ مِنْ شَيْءٍ فِى السَّمٰوٰتِ وَلَا فِى الْاَرْضِ ۗ اِنَّهٗ كَانَ عَلِيْمًا قَدِيْرًا

"Dan tidakkah mereka bepergian di bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rasul), padahal orang-orang itu lebih besar kekuatannya dari mereka? Dan tidak ada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sungguh, Dia Maha Mengetahui, Maha Kuasa."
(QS. Fatir 35: Ayat 44)

Manusia hendaknya meyakini kala dirinya suatu hari akan mati bahkan menjadi debu. Allah ﷻ mampu menghidupkannya kembali.

اِنَّهٗ عَلٰى رَجْعِهٖ لَقَادِرٌ
"Sungguh, Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup setelah mati)."
(QS. At-Tariq 86: Ayat 8)

Semua kekuasaan ada di tangan Allah ﷻ.
Alhamdulillah

Kisah Sahabat Rasulullah SAW 34: Zaid bin Tsabit


Pada suatu hari di Madinah, seorang bocah berumur 11 tahun merengek kepada Rasulullah ﷺ ingin diajak turut serta ke medan perang Badar. Namun, karena masih terlalu kecil, tentu saja ia tak diijinkan oleh Rasulullah ﷺ.

Menjelang perang Uhud, kembali sang bocah meminta diajak turut bertempur. Kala itu menghadap pula beberapa anak lelaki yang lain. Umurnya lebih besar sekitar 15 tahun.

Salah seorang diantaranya Rafi bin Khudaij. Ia membawa tombaknya lalu memperagakan kemahirannya. Maka ia diijinkan turut berperang.

Ada lagi Samurah bin Jundub. Ia memperlihatkan kekuatan lengannya. Keluarganya mengatakan, "Samurah mampu merebahkan badan orang yang lebih tinggi sekalipun." Maka Rasulullah ﷺ pun memperkenankannya.

Lagi-lagi si bocah kecil tadi belum diijinkan untuk berperang. Bocah itu adalah Zaid bin Tsabit. Ada enam orang anak kala itu yang tertinggal, dua diantaranya yaitu Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Umar.

Demikianlah seterusnya Zaid bin Tsabit, setiap kali ada peperangan ia akan meminta turut serta. Sampai akhirnya ia diijinkan berperang kala usianya beranjak 19 tahun pada tahun kelima hijriah yaitu di perang Khandaq.

Kemampuan Zaid bin Tsabit sebenarnya bukan hanya di medan perang. Ada kelebihan lain yang dimilikinya yaitu menghafal Al Quran dengan baik. Ia juga sangat baik dalam menulis dan menerjemahkan surat-surat yang akan dikirim kepada Raja atau kaisar negeri lain.

Zaid sangat disegani karena kemampuannya menghafal dan kepandaiannya berbahasa itu. Suatu kali Sya'bi bercerita:
"Pada suatu kali Zaid ingin pergi berkendaraan, Ibnu Abbas kemudian memegang tali kudanya. Zaid berkata kepada Ibnu Abbas, "Tak usah wahai putera paman Rasulullah."
Ibnu Abbas hanya menjawab, "Tidak, memang beginilah seharusnya kami memperlakukan ulama kami."

Qabishah berkata:
"Zaid di Madinah mengepalai peradilan urusan fatwa, qiraat dan soal pembagian pusaka."

Tsabit bun Ubeid berkata:
"Jarang aku melihat seorang yang jenaka di rumahnya tetapi paling disegani di majelisnya seperti Zaid."

Ibnu Abbas juga berkata:
"Tokoh-tokoh terkemuka dari sahabat-sahabat Muhammad ﷺ tahu betul bahwa Zaid bin Tsabit adalah orang yang dalam ilmunya."

Zaid yang keturunan Anshar tersebut pernah didoakan oleh Rasulullah ﷺ keberkahan. Zaid merupakan pemuda pilihan Rasulullah ﷺ untuk menuliskan Al Quran pada lembaran-lembaran. Ia di kemudian hari akan mendapatkan tugas berat yaitu mengumpulkan dan menuliskan Al Quran menjadi satu bagian yang utuh.

Lebih Berat dari Memindahkan Gunung

Kitab mulia Al Quran diturunkan secara berangsur-angsur selama 21 tahun. Selama itu pula semenjak diturunkan ayat pertama, beberapa orang telah diberikan taufik dari Allah Subhanahu wa Taala untuk menghafalkannya, serta menuliskannya.

Demikianlah kehendak Ilahi, menurunkan isi kitab sedikit demi sedikit sebagai pegangan hidup dan membangun akidah serta keyakinan yang kokoh. Al Quran datang secara berkala dan terbagi-bagi sesuai dengan keperluan yang terjadi dalam perjalanannya yang terus berkembang dan situasi yang selalu berubah. Sehingga isi kitab itu pun tersebarlah mengikuti para penghafalnya.

Beberapa orang merupakan ahlinya dalam menguasai Al Quran, antara lain Ali bin Abi Thalib, Ubai bin Ka'ab, Abdullah bin Mas'ud, Abdullah bin Abbas dan tentu saja Zaid bin Tsabit. Semoga Allah meridhoi mereka semua.

Sesudah sempurna turunnya wahyu, Rasulullah ﷺ mengulang-ulang membacakannya kepada kaum muslimin dengan menertibkan susunan surat-surat dan ayat-ayatnya.

Sesudah Rasulullah ﷺ wafat, kaum muslim kala itu disibukkan dengan peperangan menghadapi orang-orang yang murtad. Termasuk peperangan Yamamah. Banyak korban dari kalangan muslimin menjadi syuhada yaitu sekitar 450 orang yang adalah para penghafal Al Quran.

Keadaan demikian membuat Umar bin Khattab ra khawatir. Maka menghadaplah ia kepada Khalifah Abu Bakr Shiddiq ra dan berunding untuk memulai upaya penghimpunan Al Quran.

Setelah melakukan sholat istikharah, Khalifah Abu Bakr ra memanggil Zaid bin Tsabit untuk memulai upaya pengumpulan Al Quran. "Kamu adalah seorang anak muda yang cerdas, kami tidak meragukan kamu, " demikian ucap Abu Bakr kepada Zaid.

Zaid pun menyanggupinya dan melakukan amal bakti sepenuh hati. Tiada kata istirahat baginya, mengumpulkannya dari kalangan muslimin, menuliskannya, membandingkannya, meneliti dengan seksama sehingga bisa dihimpun sebuah kitab yang tersusun dan teratur rapi.

Amal karyanya ini dinilai bersih oleh kata sepakat para sahabat. Semoga berkah Allah Subhanahu wa Taala dilimpahkan kepada mereka yang menghafalkan Al Quran pada awal turunnya, di masa kerasulan Muhammad ﷺ, para penulisnya dan terlebih lagi penyusunnya.

Apa yang dilakukan Zaid bukanlah sebuah pekerjaan mudah. Sungguh kitab yang mulia tak bisa disusun jika ada sedikit saja kekeliruan. Tugas itu begitu suci, begitu mulia.

Zaid suatu kali menggambarkan kesulitan yang dihadapinya saat menghimpun dan menyusun Al Quran. "Demi Allah, seandainya mereka memintaku untuk memindahkan gunung dari tempatnya akan lebih mudah kurasa dari perintah mereka menghimpun Al Quran."

Tak ada kecemasan yang lebih besar menimpa hati nurani Zaid serta agamanya melebihi kekhawatiran akan terjadinya sebuah kesalahan, bagaimanapun kecilnya, bahkan bila tanpa disengaja.

Namun, Allah Subhanahu wa Taala bersama orang-orang yang dikehendaki-Nya beroleh petunjuk, dan Allah Subhanahu wa Taala telah menurunkan janjinya.

اِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَاِنَّا لَهٗ لَحٰـفِظُوْنَ
"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya."
(QS. Al-Hijr 15: Ayat 9)

Penyatuan Mushaf

Apa yang dilakukan Zaid bin Tsabit semenjak kekhalifahan Abu Bakr Asshiddiq ra adalah tahap pertama upaya penghimpunan Al Quran. Penghimpunan yang pertama ini masih tertulis dalam banyak mushaf, dimana terdapat perbedaan tanda harakat. Para sahabat meyakini untuk mengumpulkannya dalam satu mushaf saja.

Pada masa kekhalifahan Ustman ra, saat peperangan masih terus berlangsung bahkan ke pelosok yang jauh, banyak juga mereka yang memeluk Islam. Perbedaan mushaf dikhawatirkan menimbulkan perbedaan bacaan terhadap Al Quran.

Sebagian sahabat, semoga Allah Subhanahu wa Taala meridhoi mereka, yang dipimpin oleh Hudzaifah ibnul Yaman bertemu dengan Utsman. Mereka mengusulkan upaya penyatuan mushaf secepatnya.

Utsman bin Affan radhiyallahu'anhu pun meminta Zaid bin Tsabit untuk kembali membantu melakukan pekerjaan mulia tersebut. Zaid kemudian meminta bantuan kepada beberapa orang sahabat untuk memulai pekerjaan mereka.

Zaid kemudian pergi ke rumah Hafshah, Putri Umar bin Khattab ra. Selama ini mushaf-mushaf Al Quran tersimpan dan terpelihara dengan baik disana. Para penghafal dan penulis Al Quran yang membantu Zaid kemudian menyatukan mushaf-mushaf tersebut yang sebenarnya terdiri dari sedikit saja peebedaan.

Demikianlah Zaid bin Tsabit. Saat kita membaca Al Quran atau mendengarkan lantunan kalam-Nya dari seseorang, bisa jadi kita tak pernah membayangkan betapa kesulitan yang dihadapi para penyusunnya di kali yang pertama.

Apa yang dilakukan Zaid bin Tsabit bersama para sahabat kala itu untuk menyusun Al Quran tak ada bedanya dengan ladang jihad di jalan Allah Subhanahu wa Taala dengan pahala yang tak pernah putus. Atas kuasa-Nya, telah dikukuhkan mereka yang menyiarkan agama yang benar di bumi ini, melenyapkan kegelapan menjadi cahaya yang terang benderang.

Kala Zaid bin Tsabit meninggal dunia, Ibnu Abbas mengatakan, "Wahai manusia, siapa yang ingin mengetahui seperti apakah saat ilmu meninggalkan kita, seperti inilah rasanya. Aku bersaksi kepada Allah bahwa ilmu itu telah meninggalkan kita hari ini."

Salam untukmu Zaid bin Tsabit. Semoga Allah meridhoimu dan memuliakanmu sebagaimana engkau memuliakan Al Quran.

Alhamdulillah


Kisah lainnya:
Kisah Sahabat Rasulullah SAW

Asmaul Husna: Al Muhiyy



Al Muhiyy - Maha Menghidupkan

اِنَّ اللّٰهَ لَهٗ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ ۗ يُحْيٖ وَيُمِيْتُ ۗ وَمَا لَـكُمْ مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ مِنْ وَّلِيٍّ وَّلَا نَصِيْرٍ
"Sesungguhnya Allah memiliki kekuasaan langit dan Bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. Tidak ada pelindung dan penolong bagimu selain Allah."
(QS. At-Taubah 9: Ayat 116)

Allah ﷻ adalah Sang Pemberi Kehidupan. Dia yang memberkahi kehidupan kepada zat-zat mati. Adam terbuat dari tanah liat kemudian Allah ﷻ menghembuskan jiwa ke dalam dirinya.

اِنَّا نَحْنُ نُحْيٖ وَنُمِيْتُ وَاِلَيْنَا الْمَصِيْرُ 
"Sungguh, Kami yang menghidupkan dan mematikan, dan kepada Kami tempat kembali (semua makhluk)."
QS. Qaf 50:43

Pepohonan seakan mati di musim salju, biji-biji, dedaunan semuanya nampak tak bernyawa. Allah ﷻ menghidupkan kembali di musim yang lain.

فَانْظُرْ اِلٰۤى اٰثٰرِ رَحْمَتِ اللّٰهِ كَيْفَ يُحْيِ الْاَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا ۗ اِنَّ ذٰلِكَ لَمُحْيِ الْمَوْتٰى ۚ وَهُوَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
"Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi setelah mati (kering). Sungguh, itu berarti Dia pasti (berkuasa) menghidupkan yang telah mati. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu."
QS. Ar-Rum 30: 50

Allah ﷻ memberi nyawa kembali kepada yang sudah mati. Kehidupan kedua, bahagia atau sengsara akan abadi.

وَهُوَ الَّذِيْۤ اَحْيَاكُمْ ۖ ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيْكُمْ ۗ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَـكَفُوْرٌ
"Dan Dialah yang menghidupkan kamu, kemudian mematikan kamu, kemudian menghidupkan kamu kembali (pada hari Kebangkitan). Sungguh, manusia itu sangat kufur nikmat."
QS. Al-Hajj 22:66

Allah ﷻ adalah pemberi kehidupan yang jauh lebih tinggi dari sekadar kehidupan fisik, Dia memberi kehidupan spritual. Kehidupan fisik tak akan ada artinya tanpa kehidupan jiwa. Kalam-Nya adalah ibarat hujan yang mengguyuri tanah kering, membawa kehidupan kepada jiwa.

اَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَاَحْيَيْنٰهُ وَجَعَلْنَا لَهٗ نُوْرًا يَّمْشِيْ بِهٖ فِى النَّاسِ كَمَنْ مَّثَلُهٗ فِى الظُّلُمٰتِ لَـيْسَ بِخَارِجٍ مِّنْهَا ۗ كَذٰلِكَ زُيِّنَ لِلْكٰفِرِيْنَ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
"Dan apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan Kami beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, sama dengan orang yang berada dalam kegelapan, sehingga dia tidak dapat keluar dari sana? Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir terhadap apa yang mereka kerjakan."
QS. Al-An'am 6: 122

Banyak berharap hanya kepada Allah saat segala tantangan hidup melanda.


Alhamdulillah

Asmaul Husna: Al Mumit



Al Mumit - Maha Mematikan
وَاَنَّهٗ هُوَ اَمَاتَ وَ اَحْيَا 
"dan sesungguhnya Dialah yang mematikan dan menghidupkan"
QS. An-Najm 53:44

Allah ﷻ yang memberi kehidupan adalah Yang Maha Esa yang mampu mengambil kehidupan itu kembali. Tangan-tangan-Nya berada di balik semua kematian.



نَحْنُ قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ الْمَوْتَ وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوْقِيْنَ
"Kami telah menentukan kematian masing-masing kamu dan Kami tidak lemah,"
QS. Al-Waqi'ah 56:60

Kematian bagi seorang muslim bukanlah akhir kehidupan, itu adalah perubahan menuju kehidupan yang lain. Saat kematian  tiba, maka tak ada yang dapat menghindari.


اَيْنَ مَا تَكُوْنُوْا يُدْرِكْكُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِيْ بُرُوْجٍ مُّشَيَّدَةٍ ۗ وَاِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَّقُوْلُوْا هٰذِهٖ مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۚ وَاِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَّقُوْلُوْا هٰذِهٖ مِنْ عِنْدِكَ ۗ قُلْ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۗ فَمَالِ ھٰٓ ؤُلَآ ءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُوْنَ يَفْقَهُوْنَ حَدِيْثًا
"Di mana pun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kukuh. Jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan, Ini dari sisi Allah, dan jika mereka ditimpa suatu keburukan mereka mengatakan, Ini dari engkau (Muhammad). Katakanlah, Semuanya (datang) dari sisi Allah. Maka mengapa orang-orang itu (orang-orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan (sedikit pun)?"
QS. An-Nisa' 4: 78

Maka, takut akan kematian tak akan ada artinya.


قُلْ لَّنْ يَّنْفَعَكُمُ الْفِرَارُ اِنْ فَرَرْتُمْ مِّنَ الْمَوْتِ اَوِ الْقَتْلِ وَاِذًا لَّا تُمَتَّعُوْنَ اِلَّا قَلِيْلًا
"Katakanlah (Muhammad), Lari tidaklah berguna bagimu, jika kamu melarikan diri dari kematian atau pembunuhan, dan jika demikian (kamu terhindar dari kematian) kamu hanya akan mengecap kesenangan sebentar saja."
QS. Al-Ahzab 33: 16

Bagi mereka yang ditetapkan menghuni neraka, Allah ﷻ menahan kematian itu untuk mereka di sana selamanya. Meskipun mereka berteriak-teriak memohon sekiranya kematian itu mengakhiri siksaan-Nya.


اِنَّهٗ مَنْ يَّأْتِ رَبَّهٗ مُجْرِمًا فَاِنَّ لَهٗ جَهَـنَّمَ ۚ لَا يَمُوْتُ فِيْهَا وَ لَا يَحْيٰى
"Sesungguhnya barang siapa datang kepada Rabbnya dalam keadaan berdosa, maka sungguh, baginya adalah neraka Jahanam. Dia tidak mati (terus merasakan azab) di dalamnya dan tidak (pula) hidup (tidak dapat bertobat)."
QS. Ta-Ha 20: 74

Dari Hudzaifah, ia berkata,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ قَالَ « بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ أَمُوتُ وَأَحْيَا » . وَإِذَا اسْتَيْقَظَ مِنْ مَنَامِهِ قَالَ « الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا ، وَإِلَيْهِ النُّشُورُ »

“Apabila Nabi ﷺ hendak tidur, beliau mengucapkan: ‘Bismika allahumma amuutu wa ahya (Dengan nama-Mu, Ya Allah aku mati dan aku hidup).’ Dan apabila bangun tidur, beliau mengucapkan: “Alhamdulillahilladzii ahyaana ba’da maa amatana wailaihi nusyur (Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami, dan kepada-Nya lah tempat kembali).” (HR. Bukhari)

Kehilangan terbesar adalah kehilangan kasih sayang Allah ﷻ di alam baka.


Alhamdulillah