Asmaul Husna: Al Muhaimin




Al Muhaimin- 
Maha Pemelihara 

هُوَ اللّٰهُ الَّذِيْ لَاۤ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ۚ اَلْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلٰمُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ
"Dialah Allah, tidak ada Rabb selain Dia. Maha Raja Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Menjaga Keamanan, Pemelihara Keselamatan...."
(QS. Al-Hasyr 59: Ayat 23)

Allahﷻ adalah pelestari besar dan mengawasi segalanya.

مَا مِنْ دَآ بَّةٍ اِلَّا هُوَ اٰخِذٌ ۢ بِنَاصِيَتِهَا
"... Tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya (menguasainya)..."
(QS. Hud 11: Ayat 56)

Allahﷻ mengendalikan ciptaan-Nya dan melindunginya dari kerusakan dan kepunahan, kecuali atas kehendak-Nya. Demikian pula halnya dengan Al Quran, Allah ﷻ menjaganya sampai waktu yang ditetapkan.

وَاَنْزَلْنَاۤ اِلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَـقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتٰبِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَاۤ اَنْزَلَ اللّٰهُ وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَآءَهُمْ عَمَّا جَآءَكَ مِنَ الْحَـقِّ ۗ
"Dan Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu...."
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 48)

Al Quran adalah salah satu bukti perlindungan Allah ﷻ kepada makhluk-Nya. Sebagai acuan kebenaran atas kitab-kitab sebelumnya. Sebagai pedoman umatnya di setiap jaman, terlindung terpelihara. Terdapat didalamnya kisah kesaksian kejadian-kejadian di masa lampau yang hanya diketahui oleh-Nya.

وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهٖ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُمْ حَفَظَةً ۗ حَتّٰۤى اِذَا جَآءَ اَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُـنَا وَهُمْ لَا يُفَرِّطُوْنَ

"Dan Dialah penguasa mutlak atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila kematian datang kepada salah seorang di antara kamu, malaikat-malaikat Kami mencabut nyawanya, dan mereka tidak melalaikan tugasnya."
(QS. Al-An'am 6: Ayat 61)

Manusia sepantasnya meminta perlindungan hanya dari Allahﷻ. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah ﷺ biasa membaca do’a:

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ

“Allahumma inni a’udzu bika minal ‘ajzi, wal kasali, wal jubni, wal haromi, wal bukhl. Wa a’udzu bika min ‘adzabil qobri wa min fitnatil mahyaa wal mamaat.
(Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, rasa malas, rasa takut, kejelekan di waktu tua, dan sifat kikir. Dan aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur serta bencana kehidupan dan kematian).” (Hadist Riwayat Bukhari-Muslim)

Segala yang luput dari pemeliharaan-Nya akan punah.

Alhamdulillah

Ayat Terakhir Diturunkan



Ayat Al Quran yang terakhir diturunkan Allah ﷻ adalah mengenai riba. Bagian akhir dari firman Allah ﷻ ini adalah rangkaian ayat dalam surat Al Baqarah ayat 278 sampai 281.

Bismillaahi Rahmaani Rahiim

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبٰۤوا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
فَاِنْ لَّمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ۚ وَاِنْ تُبْتُمْ فَلَـكُمْ رُءُوْسُ اَمْوَالِكُمْ ۚ لَا تَظْلِمُوْنَ وَلَا تُظْلَمُوْنَ
وَاِنْ كَانَ ذُوْ عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ اِلٰى مَيْسَرَةٍ ۗ وَاَنْ تَصَدَّقُوْا خَيْرٌ لَّـكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
وَاتَّقُوْا يَوْمًا تُرْجَعُوْنَ فِيْهِ اِلَى اللّٰهِ ۗ ثُمَّ تُوَفّٰى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman.
Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan).
Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi (dirugikan)."
Shodaqollahul'adziim

Mengenai ayat yang terakhir diturunkan kepada Rasulullah ﷺ ini pernah diungkapkan baik oleh Umar bin Khattab ra maupun Ibnu Abbas ra.

حَدَّثَنَا قَبِيصَةُ بْنُ عُقْبَةَ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ـ رضى الله عنهما ـ قَالَ آخِرُ آيَةٍ نَزَلَتْ عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم آيَةُ الرِّبَا‏.‏

Dari Ibnu Abbas mengatakan, ayat terakhir yang diturunkan kepada Nabi ﷺ adalah tentang riba.

Ayat terakhir ini berkaitan dengan pesan yang pernah disampaikan Rasulullahﷺ tentang apa yang akan terjadi di akhir jaman.

Dari Abu Hurairah ra, bersabda Rasulullahﷺ :

"‏ يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَأْكُلُونَ الرِّبَا فَمَنْ لَمْ يَأْكُلْهُ أَصَابَهُ مِنْ غُبَارِهِ ‏"‏

Sungguh akan datang pada manusia suatu masa (ketika) tiada seorang pun di antara mereka yang tidak akan memakan (harta) riba. Siapa saja yang (berusaha) tidak memakannya, maka ia tetap akan terkena debu (riba)nya.”
(HR Ibnu Majah, HR Sunan Abu Dawud, HR Al-Nasa’i dari Abu Hurairah)

Fenomena riba ini telah nampak jelas di tengah-tengah manusia saat ini. Allahﷻ menurunkan ayat tentang riba sebagai bagian yang paling akhir, tentunya untuk menjadi pengingat dan pegangan untuk diamalkan kaum muslim saat ini. Allahu'alam.

Alhamdulillah

Kisah Sahabat Rasulullah SAW 35: Abu Ubaidah Ibnul Jarrah




Setiap umat memiliki orang kepercayaan. Siapakah salah satu orang kepercayaan umat Islam di masa awalnya?

Siapakah orang kiriman Nabi ﷺ ke medan perang Dzatus Salasil untuk membantu Amar Bin Ash? Tidak tanggung-tanggung ia juga diangkat sebagai panglima dari pasukan yang didalamnya terdapat Abu Bakar dan Umar bin Khattab.

Siapakah sahabat yang mulia kali disebut sebagai amirul umara atau panglima besar?

Suatu hari sambil memegang tangan kanan orang kepercayaan umat itu, Rasulullah ﷺ bersabda mengenainya:

"Sesungguhnya setiap umat mempunyai orang kepercayaan dan sesungguhnya kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah ibnul Jarrah."

Dialah Abu Ubaidah ibnul Jarrah. Saat akan menghembuskan nafas terakhir, Umar bin Khattab radhiyallahu'anhu menyebut namanya:

"Seandainya Abu Ubaidah ibnul Jarah masih hidup tentulah ia di antara orang-orang yang akan saya angkat sebagai penggantiku. Dan jika Tuhanku menanyakan hal itu tentulah akan saya jawab, 'Saya angkat kepercayaan Allah dan kepercayaan Rasul-Nya'. Ia adalah Abu Ubaidah, Amir bin Abdillah ibnul Jarrah."

Abu Ubaidah Ibnul Jarrah masuk Islam melalui Abu Bakar Asshidiq sebelum Rasulullah ﷺ menjadikan rumah Arqam sebagai tempat dakwah. Ia ikut hijrah ke Habsyi lalu kembali pulang untuk agar bisa turut perang Badar, Uhud dan lain-lain. Sampai setelah Rasulullah ﷺ tiada, ia adalah pendamping setia pada khalifah.

Pelindung Rasulullah ﷺ di Perang Uhud


Amamat atau dipercaya adalah sifat yang menonjol pada dirinya. Pada perang Uhud, ia tidaklah bergeming dengan kemenangan sesaat kaum muslim sebelum akhirnya sempat digempur sehingga ﷺ mundur ke atas bukit. Ia tetap berada disisi Nabi ﷺ karena itulah tujuannya.

Abu Ubadah ibnul Jarrah tetap berada di sisi Nabi ﷺ, kadang maju menyerang sesekali, dan jika Rasulullah ﷺ terjepit, ia akan kembali ke sisi beliau. Pandangannya tak pernah dilepaskan demi keselamatan Rasulullah ﷺ.

Saat ia dikepung musuh nampaklah olehnya tiba-tiba sebuah panah melesat menuju Rasulullah ﷺ. Pedangnya semakin berkelibatan menumpas pasukan kafir yang berada di sekeliling dirinya agar segera bisa mendekat kepada Nabi ﷺ.

Setelah itu larilah Abu Ubaidah ibnul Jarrah ke arah Nabi ﷺ yang telah berlumur darah di bagian wajah. Rasulullah ﷺ bersabda, "Bagaimana mungkin berbahagia suatu kaum yang mencemari wajah Nabi mereka padahal ia hanya menyeru kepada Tuhan mereka."

Nampaklah oleh Abu Ubaidah dua mata rantai baju besi penutup kepala Rasulullahﷺ menancap di kedua belah pipinya. Abu Ubaidah segera mencabut salah satu mata rantai itu dengan giginya. Tercabutlah mata rantai itu dari pipi Rasulullahﷺ, demikian pula gigi Abu Ubaidah. Tidak hanya sekali, ia mencabut mata rantai yang satunya lagi, sehingga copot pula giginya.

Abu Bakar Asshidiq menceritakan peristiwa tersebut:

"Di saat perang Uhud dan Rasulullah ﷺ ditimpa anak panah sehingga dua buah rantai ketopong masuk ke kedua belah pipinya bagian atas, saya segera berlari mendapatkan Rasulullah ﷺ. Kiranya ada ssorang yang datang bagaikan terbang dari jurusan timur, maka kata saya, 'Ya Allah moga-moga itu adalah pertolongan.' Dan tatkala kami sampai kepada Rasulullah ﷺ kiranya orang itu adalah Abu Ubaidah yang telah mendahului ke sana serta katanya, 'Atas nama Allah saya meminta kepadamu agar saya dibiarkan mencabutnya dari pipi Rasulullah.' Saya (Abu Bakar) pun membiarkannya, maka dengan gigi mukanya Abu Ubaidah mencabut salah satu mata rantai baju besi penutup kepala beliau sehingga jatuh ia ke tanah dan bersamaan dengan itu jatuhlah pula sebuah gigi manis Abu Ubaidah. Kemudian ditariknya pula mata rantai yang kedua dengan giginya yang lain hingga sama tercabut, menyebabkan Abu Ubaidah tampak di hadapan orang banyak bergigi ompong."

Demikianlah pengorbanan yang dilakukan abu Ubaidah kepada Rasulullah ﷺ. Ia juga pernah dikirim dalam ekspedisi Daun Khabath dan memimpin lebih dari 300 orang, sedangkan perbelakan yang ada tidak lebih dari sebakul kurma. Jarak yang harus ditempuh kala itu cukup jauh. Namun, Abu Ubaidah menerimanya dengan lapang dada.

Pergilah Abu Ubaidah ke tempat yang dituju. Setiap hari setiap prajurit hanya diberi segenggam kurma. Setelah perbekalan itu pun hampir habis, maka setiap orang hanya menerima sebutir kurma sehari. Tatkala makanan sudah habis sama sekali, mereka mencari daun kayu, disebut khabath, lalu ditumbuk sampai halus seperti tepung dengan menggunakan senjata tang dibawa. Daun inipun bisa dibuat sebagai tempat menyimpan air minum. Mereka terus maju sampai ke tujuan.

Benar-Benar Terpercaya

Suatu hari datanglah utusan dari Najran dan Yaman. Mereka menyatakan keislamannya di hadapan Rasulullah ﷺ dan juga meminta agar dikirim bersama mereka seorang guru untuk mengajarkan Al Quran dan Assunnah serta seluk bekuk agama Islam lainnya.

Menanggapi permintaan tersebut, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Baiklah akan saya kirim bersama tuan-tuan seorang yang terpercaya, benar-benar terpercaya, benar-benar terpercaya."

Kala itu para sahabat yang bersama Rasulullah ﷺ berharap bahwa merekalah orang yang disebutkan tersebut.

Umar bin Khattab mengisahkan:

"Aku tak pernah berangan-angan menjadi amir, tetapi ketika itu aku tertarik oleh ucapan Beliau dan mengharapkan yang dimaksud beliau adalah aku. Aku cepat-cepat berangkat untuk sholat dzuhur dan tatkala Rasulullah selesai mengimani kami sholat, beliau memberi salam lalu menoleh ke sebelah kanan dan kiri. Maka aku pun mengulurkan badan agar kelihatan oleh beliau. Tetapi ia masih juga melayangkan pandangannya mencari-cari hingga akhirnya tampaklah Abu Ubaidah, maka dipanggilnya lalu sabdanya: 'Pergilah berangkat bersama mereka dan selesaikanlah apabila terjadi perselisihan di antara mereka dengan haq.' Maka Abu Ubaidah pun berangkatlah bersama orang-orang itu."

Bukan berarti kala itu tidak banyak sahabat yang bisa dipercaya. Namun, Abu Ubaidah sangat amanah dalam memimpin sekiranya harus meninggalkan Madinah.

Kepercayaan kepadanya juga tidak luntur meskipun Rasulullah ﷺ telah wafat. Abu Ubaidah adalah panglima perang yang bersifat zuhud pengganti panglima Khalid bin Walid.

Pada suatu ketika, Khalifah Umar bin Khattab telah menetapkan keputusannya untuk menggantikan Khalid bin Walid, maka diutuslah Abu Ubaidah ibnul Jarrah.

Abu Ubaidah membawa surat perintah dari Umar bin Khattab mengenai pergantian pimpinan perang tersebut. Ia berangkat menuju tempat Khalid bin Walid yang waktu itu masih memimpin sebuah peperangan di Suriah. Namun, maksud kedatangannya ia rahasiakan, sampai Khalid bin Walid menyelesaikan peperangan yang dipimpinnya, dan mendapatkan sebuah kemenangan.

Setelah perang usai, maka diserahkanlah surat dari Umar bin Khattab kepada Khalid bin Walid. Khalid pun bertanya, "Semoga Allah memberi anda rahmat Abu Ubaidah, apa sebabnya anda tidak menyampaikannya kepadaku di waktu datangnya?"

Maka, Abu Ubaidah menjawab, "Saya tidak ingin mematahkan ujung tombak anda dan bukan kekuasaan dunia yang kita tuju dan bukan pula untuk dunia kita beramal. Kita semua bersaudara karena Allah."

Demikianlah jawaban Abu Ubaidah. Menjadi panglima besar di Suriah semasa kekhalifahan Umar bin Khattab. Panglima sederhana yang penampilannya tidak lebih dari prajurit biasa lainnya.

Sampai suatu hari banyak orang memperbincangkan keberaniannya dan akhirnya berkumpul untuk mendengar pidato Abu Ubaidah. Maka, Abu Ubaidah berkata:

"Hai umat manusia, saya ini adalah seorang muslim dari suku Quraisy. Dan, siapa saja di antara kalian, baik berkulit merah atau hitam yang lebih bertaqwa daripadaku, hatiku ingin sekali berada dalam bimbingannya."

Setelah beberapa lama menjadi pemimpin umat Islam di Suriah, khalifah Umar bin Khattab mengunjunginya. Saat tiba ia langsung bertanya, "Mana saudara saya? "

Orang-orang pun bertanya, " Siapa?". Uma bin Khattab menjawab, "Abu Ubaidah ibnul Jarrah." Lalu datanglah Abu Ubaidah, mereka saling berpelukan kemudian pergi menyinggahi kediaman Abu Ubaidah.

Saat tiba di kediaman Abu Ubaidah, nampaklah oleh Umar bin Khattab bahwa rumah itu tak memiliki perabotan, yang ada hanya pedang, tameng dan pelana kendaraan.

"Mengapa tidak kau ambil untuk dirimu sebagaimana dilakukan oleh orang lain?" tanya Umar bin Khattab.

"Wahai Amirul Mukminin, ini telah menyebabkan hatiku lega dan sempat beristirahat, " demikian jawab Abu Ubaidah.

Wafat di Yordania

Berita tentang meninggalnya Abu Ubaidah di Suriah dibawa orang suatu hari ke hadapan Amirul Mukminin Umar bin Khattab yang kala itu sedang mengurusi keperluan umat di Madinah.

Sebelum kepergian Abu Ubaidah selamanya, terjadi wabah penyakit. Umar bin Khattab pernah berkunjung ke perbatasan sebelum wabah menjangkiti Abu Ubaidah. Ia tiba di sana dan bertemu Abu Ubaidah. Namun, Umar bin Khattab teringat pesan Rasulullah untuk tidak memasuki wilayah yang terkena wabah penyakit. Ia hanya bertemu dan berbicara dengan Abu Ubaidah di perbatasan.

Abu Ubaidah bertanya, "Wahai Umar, apakah engkau lari dari ketetapan/takdir Allah? (tentang wabah penyakit)"

Dengan sedih khalifah Umar bin Khattab menjawab, "Jika saja ada orang lain yang mengatakan itu, bukanlah engkau wahai Abu Ubaidah. Ya, saya menghindari satu ketetapan Allah menuju ketetapan Allah yang lain, " demikian jawab Khalifah Umar.

Umar bin Khattab kemudian meninggalkan perbatasan dan Abu Ubaidah kembali ke Emesa, lalu berjangkitlah penyakit sehingga banyak warga yang meninggal dunia.

Umar bin Khattab yang menginginkan Abu Ubaidah menjadi penggantinya kelak sempat mengirimkan surat kepada Abu Ubaidah agar ia kembali ke Madinah. Isi surat Umar bin Khattab:

"Saya sangat membutuhkan anda saat ini. Jika surat ini sampai pada malam hari, saya sangat menginginkan anda segera pergi sebelum matahari terbit. Jika sampai pada siang hari segera tinggalkan tempat sebelum malam dan menghadap saya. "

Saat surat itu tiba di tangan Abu Ubaidah, ia berkata, "Saya tahu mengapa Umar membutuhkan saya. Ia ingin menyelamatkan seseorang, yang sebenarnya hidupnya tidaklah abadi."

Abu Ubaidah kemudian menulis surat balasan kepada Umar:

"Saya tahu kalau Anda membutuhkan saya, tapi berada dalam pasukan muslim dan saya tidak ingin menyelematkan diri sendiri dari hal yang mewabahi mereka. Saya tidak ingin berpisah dengan mereka sampai Allah menginginkannya. Oleh karena itu, jika surat ini sampai kepada Anda, maka bebaskan saya dari perintah Anda tesebut dan ijinkan saya tinggal. "

Menerima surat itu, dengan sedih Umar bertanya, "Apakah Abu Ubaidah telah tiada?" Dijawab oleh orang-orang, "Belum, namun kematian mendekatinya."

Alasan lain Abu Ubaidah tak meninggalkan Yordania kala itu adalah teringat pesan Rasulullah ﷺ agar mereka yang telah terjangkiti tidak keluar dari daerah terkena wabah penyakit.

Tak mampu membuat Abu Ubaidah kembali ke Madinah, Umar kembali mengirimkan surat kembali agar setidaknya Abu Ubaidah pindah ke tempat lain yang lebih tinggi dengan penduduk lebih sedikit di Jabyia.
Namun, wabah akhirnya tetap menyerang Jabyia. Abu Ubaidah pun terkena wabah penyakit pes ini. Saat dirasa sakitnya sudah tak tertahankan, ia berpesan kepada pasukannya:

"Biarkan saya memberikan nasehat supaya kalian selalu berada di jalan kebaikan. Dirikanlah sholat, puasa Ramadhan dan berilah sedekah. Kerjakanlah haji dan umrah. Tetaplah dalam persatuan dan saling mendukung satu sama lain. Selalu jujurlah kepada pemimpinmu dan jangan sembunyikan apapun dari mereka. Jangan biarkan dunia menghancurkanmu bahkan jika seseorang (dari kamu) hidup seribu tahun, ia harus mencamkan kata-kata seperti yang aku ucapkan ini. Semoga keselamatan dan kebaikan Allah tercurah padamu."

Abu Ubaidah kemudian mengangkat Muadz bin Jabal sebagai penggantinya. Saat nyawanya tak tertolong karena sakit, ia meninggal dunia di sisi Muadz.

Muadz berkata, " Wahai manusia, kalian yang menyaksikan kematian seseorang. Demi Allah, saya tidak tahu apakah pernah melihat orang yang memiliki hati lebih baik daripada dia, yang jauh dari kejahatan dan penuh kejujuran kepada manusia daripada dia. Semoga Allah mencurahkan kebaikan dan semoga Allah melimpahkan kebaikan padamu."

Kabar kematian Abu Ubaidah akhirnya sampai kepada Umar bin Khattab. Air matapun meleleh di pipi khalifah. Hatinya diliputi duka atas kepergian sahabat yang dicintainya itu.

Umar bin Khattab berkata, "Seandainya aku bercita-cita, maka tak adalah harapanku selain sebuah rumah yang penuh didiami oleh tokoh-tokoh seperti Abu Ubaidah ini." Abu Ubaidah kemudian dimakamkan di Yordania.

Salam untukmu Abu Ubaidah ibnul Jarrah. Semoga Allah Subhanahu wa taala meridhoimu.

Alhamdulillah


Asmaul Husna: Al Qahhar



Al Qahhar - Maha Perkasa

هُوَ اللّٰهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ

" Dialah Allah Yang Maha Esa, Maha Perkasa."
(QS. Az-Zumar 39: Ayat 4)

Alam semesta berjalan menurut hukum-hukum yang ditetapkan Allah ﷻ. Tak seorang pun dapat memutarbalikkannya dan mereka yang mencoba melanggarnya akan menderita. Kepatuhan kepada hukum yang dibuat Allah ﷻ adalah salah satu arti dari Islam.

اَفَغَيْرَ دِيْنِ اللّٰهِ يَبْغُوْنَ وَلَهٗۤ اَسْلَمَ مَنْ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ طَوْعًا وَّكَرْهًا وَّاِلَيْهِ يُرْجَعُوْنَ

"Maka mengapa mereka mencari agama yang lain selain agama Allah, padahal apa yang di langit dan di bumi berserah diri kepada-Nya, (baik) dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada-Nya mereka dikembalikan?"
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 83)

Bila orang mengutamakan sesembahan lain selain Allahﷻ, maka tak ada kekuasaan yang bisa menandingi kekuasaan Allah.

يٰصَاحِبَيِ السِّجْنِ ءَاَرْبَابٌ مُّتَفَرِّقُوْنَ خَيْرٌ اَمِ اللّٰهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ

"Wahai kedua penghuni penjara! Manakah yang baik, Tuhan-Tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa, Maha Perkasa?"
(QS. Yusuf 12: Ayat 39)

Al Qahhar adalah bentuk jamak dari Al Qahir, bisa artinya yang memaksa. Apabila seseorang mematuhi Allah, maka sudah barang tentu ia memahami bahwa kekuasaan-Nya tiada batas dan mampu menghukum para pendosa dengan cara yang dikehendaki-Nya

يَكَادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ اَبْصَارَهُمْ ۗ كُلَّمَاۤ اَضَآءَ لَهُمْ مَّشَوْا فِيْهِ ۙ وَاِذَاۤ اَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوْا ۗ وَلَوْ شَآءَ اللّٰهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَاَبْصَارِهِمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

"Hampir saja kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali (kilat itu) menyinari, mereka berjalan di bawah (sinar) itu dan apabila gelap menerpa mereka, mereka berhenti. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya Dia hilangkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 20)

قُلْ مَنْ رَّبُّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ ۗ قُلِ اللّٰهُ ۗ قُلْ اَفَاتَّخَذْتُمْ مِّنْ دُوْنِهٖۤ اَوْلِيَآءَ لَا يَمْلِكُوْنَ لِاَنْفُسِهِمْ نَفْعًا وَّلَا ضَرًّا ۗ قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الْاَعْمٰى وَالْبَصِيْرُ ۙ اَمْ هَلْ تَسْتَوِى الظُّلُمٰتُ وَالنُّوْرُ ۚ اَمْ جَعَلُوْا لِلّٰهِ شُرَكَآءَ خَلَقُوْا كَخَلْقِهٖ فَتَشَابَهَ الْخَـلْقُ عَلَيْهِمْ ۗ قُلِ اللّٰهُ خَالِـقُ كُلِّ شَيْءٍ وَّهُوَ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ

"Katakanlah (Muhammad), Siapakah Tuhan langit dan bumi? Katakanlah, Allah. Katakanlah, Pantaskah kamu mengambil pelindung-pelindung selain Allah, padahal mereka tidak kuasa mendatangkan manfaat maupun menolak mudarat bagi dirinya sendiri? Katakanlah, Samakah orang yang buta dengan yang dapat melihat? Atau samakah yang gelap dengan yang terang? Apakah mereka menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka? Katakanlah, Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia Tuhan Yang Maha Esa, Maha Perkasa."
(QS. Ar-Ra'd 13: Ayat 16)

Hanya Allah ﷻ yang paling berkuasa atas balasan tindak tanduk kita.

Alhamdulillah

Tak Ada Dendam di Surga



Tak ada dendam di surga. Dendam itu hanya ada di dunia. Sedangkan dendam di akhirat adalah bagi para penghuni neraka. Mereka saling melaknat penghuni neraka lain yang telah menjerumuskannya ke neraka.


Tak ada rasa dendam para penghuni surga dikabarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam Al Quran surat Al A'raf ayat 42-43.


Bismillahi Rahmaani Rahiim


وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَا نُـكَلِّفُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَاۤ اُولٰٓئِكَ اَصْحٰبُ الْجَـنَّةِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
وَنَزَعْنَا مَا فِيْ صُدُوْرِهِمْ مِّنْ غِلٍّ ...


"Dan orang-orang yang beriman serta mengerjakan kebajikan, Kami tidak akan membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya. Mereka itulah penghuni surga; mereka kekal di dalamnya (42), dan Kami mencabut rasa dendam dari dalam dada mereka.... "(43)


Shodaqollahul 'adziim


Dari Said Al-Khudri, Rasulullah ﷺ bersabda:


"إِذَا خَلَصَ الْمُؤْمِنُونَ مِنَ النَّارِ حُبِسوا عَلَى قَنْطَرَةٍ بَيْنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ، فَاقْتَصَّ لَهُمْ مَظَالِمُ كَانَتْ بَيْنَهُمْ فِي الدُّنْيَا، حَتَّى إِذَا هُذبوا وَنُقُّوا، أُذِنَ لَهُمْ فِي دُخُولِ الْجَنَّةِ؛ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّ أَحَدَهُمْ بِمَنْزِلِهِ فِي الْجَنَّةِ أَدُلُّ مِنْهُ بِمَسْكَنِهِ كَانَ فِي الدُّنْيَا"


Apabila orang-orang mukmin selamat dari neraka, mereka ditahan di atas sebuah jembatan yang terletak di antara surga dan neraka. Lalu dilakukanlah hukuman qisas berkenaan dengan penganiayaan-penganiayaan yang terjadi di antara mereka ketika di dunia. Setelah mereka dibersihkan dan disepuh (dari hal tersebut), barulah mereka diizinkan untuk memasuki surga. Demi Zat yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya seseorang di antara mereka terhadap suatu kedudukan di surga, lebih ia ketahui ketimbang tempat tinggalnya sewaktu di dunia. (HR Bukhari)


Dalam kitab tafsirnya, Ibnu Katsir mengungkapkan, As-Saddi mengatakan: Sesungguhnya ahli surga itu apabila digiring masuk ke surga, maka mereka menjumpai di dekat pintu surga sebuah pohon yang pada akarnya terdapat dua mata air. Kemudian mereka minum dari salah satunya, maka tercabutlah (terhapuslah) dari dada mereka semua dendam kesumat yang ada; minuman tersebut dinamakan minuman kesucian. Kemudian mereka mandi dari mata air yang lainnya, maka mengalirlah ke dalam tubuh mereka kesegaran yang penuh dengan kenikmatan, sehingga diri mereka tidak awut-awutan dan tidak pucat lagi untuk selama-lamanya.


Suatu kali Ali bin Abi Thalib bermohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala sehubungan dengan ayat ini. Ia benar-benar berharap semoga dirinya, juga Usman, Talhah, dan Az-Zubair termasuk orang-orang yang disebut oleh Allah dalam firman-nya di surat Al A'raf 43 ini, yaitu mereka yang tak lagi memiliki rasa dendam di dalam dada.


Alhamdulillah