Kisah Abu Nahzurah Sang Muazin Mekah



Ada seorang yatim bernama Abdullah ibnu Muhairi. Ia berada dalam pemeliharaan Abu Mahzurah. Suatu hari Abdullah Ibnu Muhairi bertanya kepada Abu Mahzurah.

'Hai paman, sesungguhnya aku akan berangkat ke negeri Syam, dan aku merasa enggan untuk bertanya kepadamu tentang peristiwa azan yang dilakukan olehmu'."

Abu Mahzurah menjawab dan menceritakan kisahnya. Ia pernah mengadakan suatu perjalanan dengan sejumlah orang, dan ketika dia bersama teman-temannya berada di tengah jalan yang menuju ke Hunain, saat itu Rasulullah ﷺ dalam perjalanan pulang dari Hunain. Kemudian kami (Abu Mahzurah dan kawan-kawannya) bersua dengan Rasulullah ﷺ di tengah jalan.

Kemudian juru azan Rasulullah ﷺ menyerukan azan untuk salat di dekat Rasulullah ﷺ dan kami mendengar suara azan itu saat kami mulai menjauh darinya, lalu kami berseru dengan suara keras meniru suara azan dengan maksud memperolok-olokkan suara azan itu.

"Ternyata Rasulullah ﷺ mendengar suara kami, lalu beliau mengirimkan seorang utusan kepada kami, dan akhirnya kami dihadapkan ke hadapannya. Maka Rasulullah ﷺ bertanya, 'Siapakah di antara kalian yang suaranya tadi terdengar keras olehku?' "

Maka mereka memberi jawaban dengan isyarat ke arah Abu Mahzurah, sarta mereka memang benar.

Nabi ﷺ melepaskan semua­nya, sedangkan Abu Mahzurah ditahannya, lalu beliau bersabda,

"Berdi­rilah dan serukanlah azan!"

Abu Mahzurah bercerita mengenai perintah dari Rasulullahﷺ tersebut,

"Maka aku terpaksa berdiri. Saat itu tiada yang aku segani selain Rasulullah ﷺ dan apa yang beliau perintahkan kepadaku. Lalu aku berdiri di hadapan Rasulullah ﷺ., dan Rasulullah ﷺ sendiri mengajarkan kepadaku kalimat azan, yaitu:

Allah Mahabesar, Allah Mahabesar.
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah,
aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.
Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.
Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.
Marilah salat, marilah salat,
Marilah kepada keberuntungan
Marilah kepada keberuntungan.
Allah Mahabesar. Allah Mahabesar,
Tidak ada Tuhan selain Allah.

Setelah aku selesai menyerukan azan, Nabi ﷺ memanggilku dan memberiku sebuah kantong yang berisi sejumlah mata uang perak."

Kemudian Beliau ﷺ meletakkan tangannya ke atas ubun-ubun Abu Mahzurah, lalu mengusapkannya sampai ke wajahnya, lalu turun ke kedua sisi dadanya, ulu hatinya, hingga tangan Rasulullah ﷺ sampai kepada pusar Abu Mahzurah.

Setelah itu Rasulullah ﷺ bersabda, mendoakan Abu Mahzurah
"Semoga Allah memberkati dirimu, dan semoga Allah memberkati perbuatanmu."

Lalu aku (Abu Mahzurah) berkata, "Ya Rasulullah, perintahkanlah aku untuk menjadi juru azan di Mekah."

Rasulullah ﷺ bersabda, "Aku telah perintahkan engkau untuk mengemban tugas ini."

Sejak saat itu lenyaplah semua kebenciannya terhadap Rasulullah ﷺ dan kejadi­an tersebut membuatnya menjadi berubah, seluruh jiwa raganya sangat mencintai Rasulullah ﷺ. Kemudian ia datang kepada Attab ibnu Usaid, Amil Rasulullahﷺ (di Mekah), lalu ia menjadi juru azan salat bersama Attab ibnu Usaid atas perintah dari Rasulullah ﷺ.

Kisah dari si yatim Abdullah ibnu Muhairiz mengenai paman angkatnya ini disampaikan kepada Abdul Aziz ibnu Abdul Malik yang kemudian berkata, "Semua orang yang sempat aku jumpai dari keluarga­ku yang pernah menjumpai masa Abu Mahzurah menceritakan kisah yang sama seperti apa yang diceritakan oleh Abdullah ibnu Muhairiz kepadaku."

Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Muslim dan ahlus Sunan yang empat.

Peristiwa ini berkaitan dengan ayat dalam Al Quran surat Al Maidah ayat 58

Bismillahi Rahmani Rahiim
وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلٰوةِ اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا ۚ ذٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْقِلُونَ
"Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (melaksanakan) sholat, mereka menjadikannya bahan ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka orang-orang yang tidak mengerti."
Shodaqollahul'adzim

Demikianlah kisah Abu Mahzurah atau dikenal juga bernama Samurah ibnu Mu'ir ibnu Luzan, salah seorang dari empat orang muazin Rasulullah ﷺ. Dia adalah muazin Mekah dalam waktu yang cukup lama.

Alhamdulillah

Kisah Sahabat Rasulullah SAW 37: Qeis bin Sa'ad bin Ubadah



Orang-orang Anshar mengatakan, "Seandainya kami dapat membelikan janggut untuk Qeis dengan harta kami niscaya akan kami lakukan."

Qeis bin Sa'ad bin Ubadah, memang berwajah licin tanpa janggut. Pemuda Anshar ini dicintai umat, selain karena ia berasal dari keturunan keluarga yang dermawan.

"Kedermawanan menjadi tabiat anggota keluarga ini," demikian Rasulullah ﷺ menyebutkan mengenai keluarganya.
Qeis sendiri adalah orang yang lihai dalam tipu muslihat. Ia mahir, licin dan cerdik. Namun, ketika mengenal Islam, ia adalah orang yang jujur dan berterus terang mengenai keadaan dirinya.

"Kalau bukan karena Islam, saya sanggup membuat tipu muslihat yang tidak dapat ditandingi oleh orang Arab manapun! "
Pada peristiwa Shiffin,, Qeis berada di pihak Ali bin Abi Thalib dan menentang Muawiyah. Ia pernah duduk dan merencanakan segala tipu muslihat untuk melaksanakan dukungannya itu. Namun, Qeis kembali teringat akan sebuah ayat Al Quran.

وَلَا يَحِيقُ الْمَكْرُ السَّيِّئُ إِلَّا بِأَهْلِهِۦ
Dan tidak menimpa rencana jahat (makar) itu kecuali kepada orang yang merencanakannya sendiri.

Quran surat Fathir 43

Maka Qeis mengurungkan niatnya dan memohon ampun kepada Allah. Hampir-hampir ucapannya tak terdengar manakala ia mengatakan, "Demi Allah seandainya Muawiyah dapat mengalahkan kita nanti, maka kemenangannya itu bukanlah karena kepintarannya, terapi hanyalah karena keshalehan dan ketaqwaan kita."

Keluarga Dermawan

Qeis adalah anak dari Sa'ad bin Ubadah, keluarga Anshar dari suku Khazraj. Ayahnya adalah salah seorang pemimpin dikaumnya. Kala masuk Islam, Sa'ad membawa Qeis lalu menyerahkannya kepada Rasulullah ﷺ. Sa'ad berkata, "Inilah khadam Anda ya Rasulullah."

Rasulullah ﷺ menatap Qeis dan melihat tanda keutamaan serta ciri kebaikan. Maka dirangkullah Qeis. Anas, salah seorang sahabat Nabi ﷺ mengatakan bahwa kedudukan Qeis bin Sa'ad tak ubahnya seperti ajudan.

Qeis merupakan seorang Yang berwatak lihai serta licik. Namun, setelah masuk Islam, is belajar mengenaj kejujuran. Setiap kali menghadapi suatu kendala, ia teringat akan perilaku jahilnya dan segera sadar untuk tidak mengulanginya. Ia berkata, "Kalau bukan karena Islam, akan kubuat tipu muslihat yang tidak dapat ditandingi oleh bangsa Arab."

Salah satu sifat baik yang ia warisi dari keluarganya adalah kedermawanan. Mereka yang merupakan suku Khazraj suka membantu suku Arab lainnya. Contohnya, memanggil para tamu dari suatu tempat ketinggian untuk mengajak makan siang bersama, atau menyalakan api di malam hari sebagai petunjuk bagi para musafir.

Orang-orang berkata, "Siapa yang ingin memakan lemak dan daging, silakan mampir ke benteng perkampungan Dulaim bin Haritsah. "

Dulaim bin Haritsah adalah kakek kedua bagi Qeis. Disana ia dididik dan mendapat contoh perilaku dermawan.

Suatu hari Unar bin Khattab kepada Abu Bakr radhiyallahu'anhum bercakap-cakap sehingga sampai pada sebuah kesimpulan, "Kalau kita biarkan terus pemuda ini dengan kepemurahannya niscaya akan habis licin harta orang tuanya."

Rupanya pembicaraan ini sampai kepada Sa'ad bin Ubadah, ayahanda Qeis, dan membuatnya tidak berkenan. Ia lalu berkata, "Siapa dapat membela diriku terhadap Abu Bakr dan Umar? Diajarkannya anakku kikir dengan memperalat namaku."

Demikian pula kemurahan mereka dalam masalah utang piutang. Sekali waktu seseorang pernah meminjam uang pada Qeis. Saat ia mengembalikan pinjaman uang itu, Qeis menerima kemudian memberikan kembali uang tersebut kepada orang tadi. "Kami tak hendak menerima kembali apa-apa yang telah kami berikan."

Membela Ali bin Abi Thalib

Kepemurahan dan keberanian adalah dua sifat yang saling melengkapi. Orang yang pemurah sudah pasti berani. Orang yang berani, tanpa sifat pemurah biasanya hanya berlagak saja.

Demikian pula Qeis. Ia adalah seorang pemurah dan seorang pemberani, yaitu dengan selalu turut berperang di jalan Allah bahkan sampai setelah Rasulullah wafat ﷺ.

Qeis awalnya adalah seorang licik yang pandai bersilat lidah. Diam-diam tapi menusuk dari belakang. Setelah mengenal Islam, ia membuang jauh-jauh semua perangai buruknya. Salah satu caranya adalah dengan bersifat terbuka, terus terang dengan penuh keberanian.

"Apabila bendera kemuliaan telah dikibarkan, maka segala kekejian berubah menjadi kebaikan." Demikian Qeis bersyair.
Sewaktu timbul pertikaian antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah, Qeis yang memihak pada Ali pada awalnya memencilkan dirinya. Ia selalu mencari cara penuh kelicikan dalam pikirannya dan mencari pembenaran akan tindakannya itu. Sampai pada satu batas waktu ia berpikir bahwa keberpihakannya kepada Ali telah jelas dan meyakini kebenaran dari sisi Ali, sehingga tak perlu lagi memencilkan diri.

Qeis pun membuang jauh-jauh semua pikiran muslihatnya, dan tampil berani membela Ali. Ia tampil di medan perang Shiffin, Jamal dan Nashrawan. Ia berperang tanpa takut mati sambil juga membawa bendera Anshar.

Qeis berteriak, "Bendera inilah bendera persatuan. Berjuang bersama Nabi dan Jibril pembawa bantuan. Tiada gentar andaikan hanya Anshar pengibarnya. Dan tiada orang lain menjadi pendukungnya."
Sebelumnya, Qeis pernah diangkat oleh Imam Ali sebagai gubernur Mesir.

Sementara itu, kekuasaan di Mesir merupakan salah satu hal yang paling berharga yang diinginkan Muawiyah.
Sampai suatu hari ia ditarik kembali dari Mesir oleh Imam Ali. Qeis paham itu adalah salah satu upaya dari Muawiyah. Namun, Qeis tidak merasa itu adalah sebuah pemecatan yang tidak mulia. Kedekatan dengan Ali bin Abi Thalib di Madinah baginya merupakan hal yang lebih baik.
Keberanian Qeis mencapai puncaknya saat Imam Ali meninggal sebagai syuhada. Qeis kemudian membaiatkan dirinya kepada putra Imam Ali, Hassan ra.

Saat Muawiyah memaksa mereka menghunus pedang. Qeis memimpin 5000 orang pasukan dari orang-orang yang telah mencukur kepala mereka tanda berkabung atas wafatnya Ali bin Abi Thalib.

Namun, sejarah berbicara lain. Perang tak akhirnya tidak meletus karena Hassan bin Ali bin AbinThalib memilih untuk mengalah daripada berperang menghadapi Muawiyah. Bukan lantaran takut, namun karena menghindari lebih banyak lagi pertumpahan darah di kalangan muslimin.
Hassan akhirnya bersedia berunding dengan Muawiyah dan merelakannya menjadi pemimpin.

Sementara itu, Qeis masih mempimpin 5000 orang pasukan. Maka dengan kebesaran hati, Qeis berpidato dan bertanya kepada mereka "Jika kalian menginginkan perang, aku akan tabah berjuang bersama kalian sampai salah satu di antara kita diambil maut lebih dulu. Tetapi jika kalian memilih perdamaian maka aku akan mengambil langkah-langkah untuk itu."

Pasukan Qeis memilih untuk melaksanakan perdamaian. Maka mereka meminta keamanan dari Muawiyah. Hal tersebut tentu membuat Muawiyah senang karena ia telah bebas dari perlawanan Qeis. Sementara bagi Qeis, hal tersebut semata-mata dilakukan sebagai sebuah perilaku keshalehan.

Meninggal di Madinah

Qeis menghembuskan nafas terakhirnya di Madinah pada 59 Hijriah. Qeis dikenang sebagai sahabat yang selalu mengatakan apa yang pernah disabdakan oleh Rasulullah ﷺ:

المكر والخد يعة في النار
"Tipu daya dan muslihat licik itu di dalam neraka."
Qeis berkata, "Kalau tidaklah aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda tentang ini, niscaya akulah yang paling lihai di antara umat ini."

Qeis berpulang dengan nama baik, kepercayaan, kejujuran dan keberanian.
Salam untukmu Qeis bin Sa'ad bin Ubadah, semoga Allah ﷻ meridhoimu.

Alhamdulillah

Lihat kisah sahabat lainnya:

Tiga Golongan Manusia dalam Menerima Al Quran


Bagaimanakah penerimaan Al Quran dari tiga golongan manusia sebagaimana difirmankan Allah ﷻ?

Bismillahi Rahmani Rahiim

ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتٰبَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا ۖ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِۦ وَمِنْهُمْ مُّقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌۢ بِالْخَيْرٰتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ ذٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ

Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan, dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar.
Quran surat Fatir 32
Shodaqalllahul'adziim

Al Quran diturunkan bagi seluruh umat manusia. Namun, diwariskan hanya kepada orang-orang pilihan di antara hamba Allah. Hamba-hamba sebagaimana yang dimaksud dalam ayat di atas adalah umat Nabi Muhammad ﷺ.

Imam Ibnu Katsir menjelaskan ketiga golongan tersebut:

* Golongan pertama
{فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ}
lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri.

Dia adalah orang yang melalaikan sebagian dari pekerjaan yang diwajibkan atasnya dan mengerjakan sebagian dari hal-hal yang diharamkan.

* Golongan kedua
{وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ}

dan di antara mereka ada yang pertengahan.

Dia adalah orang yang menunaikan hal-hal yang diwajibkan atas dirinya dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan, tetapi adakalanya dia meninggalkan sebagian dari hal-hal yang disunatkan dan mengerjakan sebagian dari hal-hal yang dimakruhkan.

*Golongan ketiga
{وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ}

dan di antara mereka ada (pula) yang lebih cepat berbuat kebaikan dengan izin Allah.

Dia adalah orang yang mengerjakan semua kewajiban dan hal-hal yang disunatkan, juga meninggalkan semua hal yang diharamkan, yang dimakruhkan, dan sebagian hal yang diperbolehkan.

Demikian uraian Imam Ibnu Katsir. Bagaimana tindakan ketiga golongan manusia tersebut dalam menerima Al Quran akan mempengaruhi bagaimana mereka ditempatkan di akhirat kelak.

Dalam riwayat Imam Ahmad disebutkan, dari Abu Darda r.a. mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullahﷺ bersabda sehubungan dengan makna ayat berikut:
"Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan, dan di antara mereka ada (pula) yang lebih cepat berbuat kebaikan dengan izin Allah." (Fathir: 32)
Bahwa adapun orang-orang yang lebih cepat berbuat kebaikan, mereka adalah orang-orang yang dimasukkan ke dalam surga tanpa hisab; dan orang-orang yang pertengahan ialah mereka yang mengalami hisab, tetapi hisab yang ringan. Adapun orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri adalah orang-orang yang ditahan di sepanjang Padang Mahsyar menunggu syafaat dariku, kemudian Allahﷻ memaafkan mereka dengan rahmat-Nya; mereka adalah orang-orang yang mengatakan seperti yang disitir oleh firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Rabb kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia-Nya; di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu.” (Fathir: 34-35).


Demikianlah, mereka akan masuk surga, ada yang tanpa hisab, dengan hisab atau harus menunggu terlebih dahulu syafaat Nabi Muhammad ﷺ kemudian Allah ﷻ merahmati mereka.

Dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. mengatakan, bahwa sesungguhnya umat ini kelak pada hari kiamat terbagi menjadi tiga golongan. Sebagian dari mereka masuk surga tanpa hisab, sebagian lagi mendapat hisab yang ringan, dan sebagian lainnya datang dengan membawa dosa-dosa yang besar-besar, hingga Allah ﷻ berfirman, "Siapakah mereka?" (padahal Allah Maha Mengetahui segalanya). Maka para malaikat menjawab, "Mereka datang dengan membawa dosa-dosa besar, hanya saja mereka tidak pernah mempersekutukan Engkau dengan sesuatu pun." Maka Rabb Yang Mahaperkasa lagi Maha Mulia berfirman, "Masukkanlah mereka ke dalam rahmat-Ku yang luas."
Lalu Abdullah ibnu Mas'ud r.a. membaca ayat ini, yaitu firman-Nya: Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami. (Fathir: 32), hingga akhir ayat.

Ketiga golongan manusia tersebut akan memasuki surga dengan cara yang berbeda, tergantung dengan penerimaan dan perilaku mereka, apakah sesuai AlQuran atau tidak. Ketiga golongan tersebut adalah umat Nabi Muhammad ﷺ yang akan masuk surga selama mereka tidak menyekutukan Allah ﷻ.

Laa ilaha illallah
Alhamdulillah

Asmaul Husna: Al Hasib


Al Hasib - Maha Memperhitungkan 

وَكَفٰى بِاللَّهِ حَسِيبًا
Dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan.
Quran Al-Ahzab 39

Apakah kita menyatakan atau menyembunyikan apa yang terbersit dalam hati kita, semuanya itu akan diperhitungkan oleh Allah ﷻ.

إِنَّ إِلَيْنَآ إِيَابَهُمْ
ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُمْ
"Sungguh, kepada Kamilah mereka kembali, kemudian sesungguhnya (kewajiban) Kamilah membuat perhitungan atas mereka." 
Quran Al-Ghasyiyah 25-26

Pikiran, kata-kata ataupun tindakan sekecil apapun akan di perhitungan-Nya.

وَنَضَعُ الْمَوٰزِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيٰمَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا ۖ وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا ۗ وَكَفٰى بِنَا حٰسِبِينَ
"Dan Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari Kiamat, maka tidak seorang pun dirugikan walau sedikit; sekalipun hanya seberat biji sawi, pasti Kami mendatangkannya (pahala). Dan cukuplah Kami yang membuat perhitungan."
Quran Al-Anbiya 47

Tanggung jawab manusia seutuhnya kepada Allah. Apa pendapat manusia di dunia tak banyak berpengaruh terhadap perhitungan-Nya.

الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسٰلٰتِ اللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُۥ وَلَا يَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلَّا اللَّهَ ۗ وَكَفٰى بِاللَّهِ حَسِيبًا
"(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan tidak merasa takut kepada siapa pun selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan."
Quran Al-Ahzab 39

Al Hasib berarti juga Yang Maha Memadai. Allah ﷻ sanggup melaksanakan setiap kepercayaan yang diletakkan kepada-Nya. Sementara makhluk tidak akan sanggup melaksakanan tugas apabila semua dipercayakan kepadanya.

أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُۥ ۖ وَيُخَوِّفُونَكَ بِالَّذِينَ مِنْ دُونِهِۦ ۚ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُۥ مِنْ هَادٍ
"Bukankah Allah yang mencukupi hamba-Nya? Mereka menakut-nakutimu dengan sesembahan yang selain Dia. Barang siapa dibiarkan sesat oleh Allah maka tidak seorang pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya."
Quran Az-Zumar 36

Sekalipun berurusan dengan mereka memiliki tindakan tidak bermartabat, takutlah kepada Allah ﷻ.

Alhamdulillah