Dosa Syirik Tak Diampuni


Syirik adalah dosa terbesar yang tak diampuni Allah Subhana wa Taala. Bersamaan dosa ini bisa jadi  seseorang tak jarang menjadi mudah melakukan dosa-dosa besar lainnya.

QS An Nissa 116

Bismillahi Rahmaani Rahiim
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya ."

Sebuah kisah mengenai kemungkaran yang dilakukan seorang pencuri, pembohong dan pengumpat melatarbelakangi turunnya peringatan keras dari Allah perihal mempersekutukan diriNya. Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa di antara keluarga serumah Bani Ubairiq, yaitu Basyr dan Mubasyir, terdapat seorang munafik yang bernama Busyair yang hidupnya melarat sejak jahiliyah. Ia pernah menggubah syair untuk mencaci maki para sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassaalam, dan menuduh bahwa syair itu ciptaan orang lain.

Berikut syairnya: “Adapun makanan orang melarat ialah korma dan syair (kacang-kacangan) yang didatangkan dari Madinah.” Pada waktu itu, terigu dianggap makanan orang kaya.

Pada suatu ketika, Rifaah bin Zaid (paman Qatadah) membeli terigu beberapa karung yang kemudian disimpan di gudangnya tempat penyimpanan alat perang, baju besi dan pedang. Pada malam hari gudang itu dibongkar orang dan isinya dicuri. Pada pagi harinya, Rifa’ah berkata kepada Qatadah, “Wahai anak saudaraku, tadi gudang  kita dibongkar orang, makanan dan senjatanya dicuri.”

Kemudian mereka menyelidiki dan bertanya-tanya di sekitar kampung itu. Seseorang berkata kepada mereka bahwa pada malam tadi Bani Ubairiq menyalakan api untuk memasak terigu.  Namun, Bani Ubairiq malah menuduh orang lain dan mengatakan, “Kami telah bertanya-tanya di kampung ini, demi Allah kami yakin bahwa pencurinya adalah Labib bin Sahl.”

Labib bin Shal terkenal seorang muslim yang jujur. Ketika Labib mendengar ucapan Ubairiq, ia naik darah dan menarik pedangnya sambil berkata dengan marahnya. “Engkau menuduh aku mencuri? Demi Allah pedang ini akan ikut campur berbicara, sehingga terang dan jelas siapa si pencuri itu.” Bani Ubairiq berkata, “Jangan berkata kami yang menuduhmu, sebenarnya bukanlah kamu  pencurinya.”

Maka berangkatlah Qatadah dan Rifaah meneliti dan bertanya-tanya disekitar kampung itu sehingga yakin bahwa pencurinya adalah Bani Ubairiq. Maka berkatalah Rifaah, “Wahai anak saudaraku, bagaimana sekiranya engkau menghadap Rasulullah untuk menerangkan hal ini?”

Maka berangkatlah Qatadah menghadap Rasulullah SAW dan menerangkan adanya sebuah keluarga yang tidak baik di kampung itu, yaitu pencuri makanan dan senjata kepunyaan pamannya, Rifa’ah. Pamannya menghendaki agar senjatanya saja yang dikembalikan dan membiarkan makanan itu untuk mereka. Maka bersabdalah Rasulullah Shallalaahu Alaihi Wassalam, “Saya akan teliti hal ini.”

Ketika Bani Ubairiq perihal pengaduan Qatadah, mereka mendatangi salah seorang keluarganya bernama Asir bin Urwah untuk menceritakan peristiwa tersebut. Maka berkumpullah mereka kemudian menghadap Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam seraya berkata, “Wahal Rasulullah, sesungguhnya Qatadah bin Nu’man dan pamannya menuduh seorang yang baik di antara kami, orang yang jujur dan lurus mencuri tanpa bukti apapun.”

Kemudian, ketika Qatadah menghadap Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, ia pun ditegur, “Kau menuduh seorang muslim yang jujur dan lurus tanpa bukti?” Pulanglah Qatadah lalu menceritakan hal ini kepada pamannya. Berkatalah pamannya, Rifaah, “Allahul must’anu (Allah tempat kita berlindung).”

Tak lama berselang, Allah menurunkan surat An Nissa ayat 105. “ Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu dan janganlah kamu menjadi penentang (orang yang tidak bersalah) karena (membela) orang-orang yang khianat .”

Ayat ini  turun berkenaan dengan pembelaan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam terhadap Bani Ubairiq. Surat An Nissa ayat 106 sampai 114 berkenaan dengan ucapan Nabi SAW terhadap Qatadah.

Setelah itu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam membawa sendiri senjata yang hilang itu dan menyerahkan kepada Rifaah, sedangkan Busyair dari Bani Ubairiq menggabungkan diri dengan kaum musyrikin serta menumpang pada Sulafah binti Saad. Dikabarkan juga, setelah Allah menerangkan kebusukan Busyair (An Nissa 105) ia lari ke Mekah dan mencaci -maki orang muslim.

Maka Allah menurunkan ayat selanjutnya (An Nissa 115-116) sebagai teguran kepada orang yang menggabungkan diri dengan musuh setelah jelas kepadanya petunjuk Allah.

“ Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia berkuasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam jahanam dan jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali .
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan sesuatu dengan Dia dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya .” QS An Nissa 115-116

Demikianlah peringatan keras Allah Subhana Wa Taala bagi orang yang berbuat syirik. Semoga kita terhindar dari dosa sedemikian. Aamiin

Alhamdulillah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar