Berdoa Seperti Disebutkan Al Quran

Dari Ibnu Umar radhiallahu anhum, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya doa bermanfaat terhadap apa yang sudah diturunkan dan yang belum diturunkan. Hendaklah kalian berdoa wahai hamba." (HR. Tirmizi, no. 3548. Dinyatakan hasan oleh Al-Albany dalam Shahih Al-Jami, no. 3409)

Berikut adalah ayat-ayat dalam Al Quran yang mulia yang bisa bisa memotivasi kita dalam berdoa:


      بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ                        

SATU





Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. QS Al Baqarah 2:186


DUA



Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." Qs Al A'raf 7:55

TIGA

yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. QS Maryam 19:3

EMPAT




Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya). QS An Naml 27:62

LIMA



Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezeki yang Kami berikan. Qs As Sajdah 32:16

ENAM






Dan Rabbmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". QS Ghofar 40:60

TUJUH





Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka, maka ia banyak berdoa. QS Fushilat 41:51


Alhamdulillah

Dialog Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu dengan Khawarij

 
Ali bin Abi Thalib radiallahu 'anhu mengutus Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu berdialog dengan khawarij. Ibnu Abbas menceritakan,"Jubah terbaik dari Yaman segera kupakai, kurapikan rambutku, dan kulangkahkan kaki ini hingga masuk di barisan mereka di tengah siang.”

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma melanjutkan: “Sungguh aku melihat seolah diriku masuk di tengah kaum yang belum pernah sama sekali kujumpai. Satu kaum yang sangat bersemangat dalam ibadah seperti mereka. Dahi-dahi penuh luka bekas sujud, tangan-tangan menebal bagaikan lutut-lutut unta. Wajah-wajah mereka pucat karena tidak tidur, menghabiskan malam untuk beribadah."

‘Selamat datang wahai Ibnu Abbas, misi apa yang anda bawa?’ sambut mereka.

‘Aku datang sebagai utusan seorang sahabat Nabi, menantu beliau. Al-Quran turun kepada para sahabat, dan mereka lebih paham tentang tafsir Al-Quran dari pada kalian. Sementara tidak ada satupun sahabat di tengah kalian. Sampaikan kepadaku, apa yang menyebabkan kalian membenci para sahabat Rasulullah dan putra paman beliau (Ali bin Abi Thalib)?’

‘Ada tiga hal..’ jawab orang khawarij tegas.

‘Apa saja itu?’ tanya Ibnu Abbas.

‘Pertama, dia menyerahkan urusan Allah kepada manusia, sehingga dia menjadi kafir. Karena Allah berfirman, ‘Tidak ada hukum kecuali hanya milik Allah.’ Apa urusan orang ini dengan hukum Allah?’

‘Ini satu..’ tukas Ibn Abbas

‘Kedua, Ali memerangi Muawiyah, namun tidak tuntas, tidak memperbudak mereka dan merampas harta mereka. Jika yang diperangi itu kafir, seharusnya dituntaskan dan diperbudak. Jika mereka mukmin, tidak halal memerangi mereka.’

‘Sudah dua.. lalu apa yang ketiga?’ kata Ibnu Abbas.

‘Dia tidak mau disebut amirul mukminin, berarti dia amirul kafirin.’

‘Ada lagi alasan kalian mengkafirkan Ali selain 3 ini?’ tanya Ibnu Abbas.

‘Cukup 3 ini.’ jawab mereka.

Mulailah Ibnu Abbas menjelaskan ke-salah pahaman mereka,

‘Apa pendapat kalian, jika aku sampaikan kepada kalian firman Allah dan sunah Nabi-Nya, yang membantah pendapat kalian. Apakah kalian bersedia menerimanya?’

‘Ya, kami menerima.’ Jawab mereka.

‘Alasan kalian, Ali telah menunjuk seseorang untuk memutuskan hukum, akan kubacakan ayat dalam firman Allah, bahwa Allah menyerahkan hukum-Nya kepada manusia untuk menentukan harga ¼ dirham. Allah perintahkan agar seseorang memutuskan hal ini. Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لاَ تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ وَمَنْ قَتَلَهُ مِنْكُمْ مُتَعَمِّدًا فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, Maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai sembelihan yang dibawa ke ka’bah. (QS. Al-Maidah: 95)

Aku sumpahi kalian di hadapan Allah, apakah putusan seseorang dalam masalah kelinci atau hewan buruan lainnya, lebih mendesak dibandingkan keputusan seseorang untuk mendamaikan diantara mereka. Sementara kalian tahu, jika Allah berkehendak, tentu Dia yang memutuskan, dan tidak menyerahkannya kepada manusia?.’ Jelas Ibn Abbas.

‘Keputusan perdamaian lebih mendesak.’ Jawab mereka.

‘Allah juga berfirman tentang seorang suami dengan istrinya,

وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلاَحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا

“Jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam (juru damai) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada keduanya.” (QS. An-Nisa: 35)

Aku sumpahi kalian di hadapan Allah, bukankah keputusan seseorang untuk mendamaikan sengketa dan menghindari pertumpahan darah, lebih penting dibandingkan keputusan mereka terkait masalah keluarga?

‘Ya, itu lebih penting.’ Jawab khawarij.

Alasan kalian yang kedua, ‘Ali berperang namun tidak tuntas, tidak menjadikan lawan sebagai tawanan, dan tidak merampas harta mereka.’

Apakah kalian akan menjadikan ibunda kalian sebagai budak. Ibunda A’isyah radhiyallahu ‘anha, kemudian kalian menganggap halal memperlakukannya sebagai budak, sebagaimana budak pada umumnya, padahal dia ibunda kalian? Jika kalian menjawab, ‘Kami menganggap halal memperlakukan dia (Aisyah) sebagai budak, sebagaimana lainnya.’ berarti dengan jawaban ini kalian telah kafir. Dan jika kalian mengatakan, ‘Dia bukan ibunda kami’ kalian juga kafir. Karena Allah telah menegaskan,

النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ

“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka.” (QS. Al-Ahzab: 6).

“Dengan demikian, berarti kalian berada diantara dua kesesatan.”

“Apakah kalian telah selesai dari masalah ini?” tanya Ibn Abbas

‘Ya..’ jawab mereka.

Alasan kalian yang ketiga, Ali menghapus gelar amirul mukminin darinya. Saya akan sampaikan kepada kalian kisah dari orang yang kalian ridhai (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan saya kira kalian telah mendengarnya. Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat Hudaibiyah, beliau mengadakan perjanjian damai dengan orang musyrikin. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada Ali: “Tulis, ini yang diputuskan oleh Muhammad rasulullah (utusan Allah).”

Maka orang-orang musyrik mengatakan, “Tidak bisa. Demi Allah, kami tidak mengakui bahwa kamu rasul Allah. Kalau kami mengakui kamu Rasul Allah, kami akan mentaatimu. Tulis saja, ‘Muhammad bin Abdillah.”

“Hapuslah wahai Ali, hapus tulisan utusan Allah. Ya Allah, Engkau tahu bahwa aku utusan-Mu. Hapus wahai Ali, dan tulislah: ‘Ini perjanjian damai yang diputuskan Muhammad bin Abdillah.” Perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Ali.

“Demi Allah, Rasulullah lebih baik dari pada Ali. Namun beliau telah manghapus dari dirinya gelar rasul Allah. Dan beliau menghapus hal itu, tidaklah menyebabkan beliau gugur menjadi seorang nabi. Apakah kalian telah selesai dari masalah yang ini?” jelas Ibnu Abbas.

“Ya..” jawab khawarij.

Sejak peristiwa ini, ada sekitar 2000 orang khawarij yang bertaubat dan kembali bersama Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Sisanya diperangi oleh Ali bersama para sahabat Muhajirin dan Anshar.

(Khashais Ali bin Abi Thalib, An-Nasai, hlm. 20).

Meniti Jejak Ulil Albab



Ulil Albab,  mereka yang selalu mensyukuri telah diberikan akal oleh Sang Maha Pencipta. Tiadalah akal manusia mampu membayangkan betapa besarnya kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Mencatat ulang Al Quran surat Ali Imran 190-191. Allah Subhana wa ta’ala berfirman:

                                     بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

إِنَّ فِى خَلۡقِ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَـٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّہَارِ لَأَيَـٰتٍ۬ لِّأُوْلِى ٱلۡأَلۡبَـٰبِ (١٩٠) ٱلَّذِينَ يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَـٰمً۬ا وَقُعُودً۬ا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمۡ وَيَتَفَڪَّرُونَ فِى خَلۡقِ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هَـٰذَا بَـٰطِلاً۬ سُبۡحَـٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,  (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Rabb, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka .” QS Ali Imran 190-191

Sungguh sebuah anugrah Allah Subhana wa ta’ala yang terbesar telah diberikan kepada manusia berupa akal. 

 “Tiadalah Engkau ciptakan ini sia-sia …” Abu Jafar berkata bahwa Allah menciptakan segala sesuatu bukanlah dengan sia-sia dan senda gurau, dan tidak menciptakan kecuali karena perkara besar, yakni pahala, siksa, perhitungan dan pembalasan. 

Orang-orang yang berakal, ulil albab, jika mereka melihat suatu perkara yang dilarang atau diperintah, maka akan berkata bahwa,  manusia tidak diciptakan dalam keadaan batil atau senda gurau, akan tetapi karena perkara besar, yakni neraka dan surga. Karenanya, mereka ulil albab akan berdoa kepada Allah ta’ala agar diselamatkan dari api neraka dan tidak dijadikan sebagai orang yang bermaksiat kepadaNya serta menentang perintahNya.

Dari Ibnu Abbas katanya, “Orang-orang Quraisy mendatangi orang-orang Yahudi dan bertanya kepada mereka, ‘Apa tanda-tanda yang dibawa Musa kepada kalian?’ Orang-orang Yahudi itu menjawab, ‘Tongkat dan tangan yang putih bagi orang-orang yang melihatnya.’ Lalu orang-orang Quraisy itu mendatangi orang-orang Nasrani, lalu bertanya kepada mereka, ‘Apa tanda-tanda yang diperlihatkan Isa?’ Mereka menjawab, ‘Dia dulu menyembuhkan orang yang buta, orang yang sakit kusta dan menghidupkan orang mati.’ Lalu mereka mendatangi Nabi SAW lalu mereka berkata kepada beliau, ‘Berdoalah kepada Tuhanmu untuk mengubah bukit Shafa  dan Marwah menjadi emas untuk kami.” Lalu beliau berdoa, maka turunlah firman Allah: “Sesungguhnyadalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal.” (HR Ath Thabrani.)

Tanda-tanda kebesaran Allah bagi muslim bukanlah melihat mukjzat tangan seperti nabi Musa atau menyembuhkan penyakit seperti nabi Isa, melainkan melihat melalui akal. Ulil Albab (dari tafsir Ibnu Katsir) adalah mereka yang mempunyai akal yang sempurna lagi bersih, yang mengetahui kahikat banyak hal secara jelas dan nyata. Mereka bukan orang-orang tuli dan bisu karena tidak menggunakan akalnya. 

Ulil Albab adalah mereka yang mengingat Allah baik dalam keadaan berdiri, duduk atau berbaring. Melakukan sholat dalam keadaan apapun, saat kuat dengan berdiri, saat sakit dengan duduk, saat lemah dengan berbaring. Demikian pula saat setelah sholat, Allah berada dalam hati dan pikiran mereka.

Syaik Abu Sulaiman ad-Darani berkata, “Sesungguhnya aku keluar rumahku, lalu setiap yang aku lihat merupakan nikmat Allah dan ada pelajaran bagi diriku..” 

Al Fudail mengatakan bahwa berpikir adalah cermin yang menunjukkan kebaikan dan kejelekanmu.

Sufyan bin Uyainah berkata, “Berpikir (tentang kekuasaan Allah Subhana wa ta’ala) adalah cahaya yang masuk ke dalam hatimu.”

Lukman al Hakim berkata,  “Sesungguhnya lama menyendiri akan mengilhamkan untuk berpikir dan lama berpikir (tentang kekuasaan Allah ta’ala) adalah jalan-jalan menuju pintu surga.”

Ulil albab, “ Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi …” Allah memuji mereka yang mempergunakan akalnya pada jalanNya, menjauhi perbuatan batil karena manusia tidak diciptakan dengan batil atau sia-sia, dan meminta perlindungan dari kebatilan agar terhindar dari  azab neraka. “ Ya Rabb, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia.”

Alhamdulillah


Kisah Sahabat Rasulullah SAW 14: Abbas bin Abdul Mutthalib

Pada saat perang Badar, Rasulullah SAW berpesan agar tidak menyakiti dua orang Quraisy dari pasukan kafir yang dipaksa berperang melawan Islam. Dua orang itu adalah Abbas bin Abdul Muttalib dan Abul Bakhtari bin Hisyam.

“Sesungguhnya ada beberapa orang dari keluarga Bani Hasyim dan yang buka Bani Hasyim yang keluar dipaksa berperang, padahal sebenarnya mereka tidak hendak memerangi kita, oleh sebab itu siapa di antara kamu yang menemukannya, maka janganlah ia membunuhnya. Siapa yang bertemu dengan Abul Bakhtari bin Hisyam bin Harits bin Asad janganlah membunuhnya. Dan siapa yang bertemu dengan Abbas bin Abdul Muttalib jangan membunuhnya karena orang itu dipaksa ikut berperang!”

Siapakah orang-orang itu sampai mendapat perlindungan Rasulullah SAW?  Abdul Bakhtari bin Hisyam adalah orang berusaha menutupi keislamannya dan tak pernah pergi berkumpul dengan pembesar Quraisy. Demikian pula Abbas bin Abdul Muttalib. Siapakah beliau?

“Itulah orangtuaku yang masih ada,” demikian Rasulullah SAW mengungkapkan perihal siapa Abbas bin Abdul Muttalib. Abbas adalah paman Rasulullah SAW sebagaimana halnya Hamzah Abdul Muttalib. Namun, Abbas  berumur hampir sepantaran dengan Rasulullah SAW. Mereka tumbuh dan besar bersama. Abbas dikenal oleh suku Quraisy sebagai pribadi yang pemurah dan ramah.

Abbas tidak mengumumkan keislamannya sampai tahun pembebasan kota Mekah. Para ahli sejarah memandang Abbas sebagai orang yang belakangan masuk Islam, tetapi riwayat lain dalam sejarah memberitakan bahwa ia termasuk orang-orang Islam angkatan pertama, hanya saja menyembunyikan keislamannya itu.

Abu Rafi, khadam Rasulullah SAW, berkata, “Aku adalah suruhan (pelayan) bagi Abbas bin Abdul MUttalib, dan waktu itu Islam telah masuk kepada kami, ahli bait, keluarga nabi, maka Abbas pun masuk Islam begitu pula Ummul Fadl, dan aku juga masuk, hanya Abbas menyembunyikan keislamannya.”

Inilah letak kecerdasan Abbas bin Abdul Muttalib. Orang-orang Quraisy Mekah yang sudah mencurigai keislamannya tak mampu melakukan apapun padanya. Abbas juga menjadi pemberi informasi bagi Rasulullah di Madinah mengenai kegiatan orang Quraisy di Mekah. Sampai saatnya perang Badar, ia tak memiliki pilihan lain karena pemimpin Quraisy menguji siapa-siapa yang memihak mereka.

Usai perang Badar yang berakhir dengan kekalahan kaum kafirin kala itu, Abbas menjadi tahanan kaum muslimin. Namun, Rasulullah SAW tak sanggup tidur memikirkan hal ini. Ia mengingat pamannya berada di tahanan bersama tahanan yang lain. Dalam suara pelan Rasulullah SAW berlirih, “Serasa terdengar olehku rintihan Abbas dalam belenggu…”

Seorang muslimin yang kebetulan mendengar kata-kata Rasulullah SAW segera pergi menuju tempat tahanan dimana Abbas berada. Ia meringankan belenggu ditangannya. Ia kembali dan mengabarkan kepada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah, aku telah melonggarkan ikatan belenggu Abbas sedikit.”

Rasulullah SAW kemudian memerintahkan kepada sahabatnya, “Ayo pergilah lakukan seperti itu kepada semua tahanan.” Beliau tak ingin kecintaannya kepada pamannya dibeda-bedakan kepada tahanan yang lain.

Setelah itu Rasulullah SAW berkata kepada Abbas, “Wahai Abbas, tebuslah dirimu, dan anak saudaramu Uqeil bin Ab Thalib, Naufal bin Harits dan teman karibmu, Utbah bin Amar, saudara Bani Harits, dan teman karibmu, Utbah bin Amar, saudara Bani Harits bin Fihir sebab kamu banyak harta.”

“Wahai Rasulullah, aku kan sudah masuk Islam, hanya orang-orang itu memaksaku,” kata Abbas yang kala itu tak berniat membayar tebusannya. Karena peristiwa ini turunlah ayat Al Quran:

Wahai Nabi, katakanlah kepada tawanan yang ada dalam tanganmu,  jika Allah mengetahui dalam hati kalian kebaikan, pasti Ia akan mengganti apa yang telah diambil daripada kalian dengan yang lebih baik dan Ia mengampuni kalian, dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” QS Al Anfal 70

Akhirnya Abbas menebus dirinya dan orang-orang yang ditahan bersamanya. Ia kembali ke Mekah. Sampai pada suatu hari kemudian, ia menyusul Rasulullah SAW ke Khaibar. 

Baiatul Aqabah Kedua

Pada Baiatul Aqabah kedua, dimana sebanyak 73 pria dan wanita perutusan Anshar datang ke Mekah di musim haji guna mengangkat sumpah setia kepada Allah dan RasulNya, dan untuk merundingkan hijrah Nabi SAW ke Madinah, waktu itu Rasulullah SAW menyampaikan berita perutusan dan baiat ini kepada pamannya karena Rasulullah SAW sangat mempercayainya dan memerlukan nasehat pamannya itu.

Kaab bin Malik yang berada dalam baiat tersebut bercerita:  “Kami telah duduk menanti kedatangan Rasulullah SAW di tengah jalan menuju bukit, hingga akhirnya beliau datang dan bersamanya Abbas bin Abdul Muttalib. Abbas pun angkat bicara katanya:

“Wahai golongan Khazraj, anda sekalian telah mengetahui kedudukan Muhammad SAW di sisi kami, kami telah membelanya dari kejahatan kaum kami, sedang ia mempunyai kemuliaan dalam kaumnya dan kekuatan di negerinya. Tetapi  ia enggan bergabung dengan mereka, bahkan ia bermaksud ikut kalian dan hidup bersama kalian. Seandainya kalian benar-benar hendak menunaikan apa yang telah kalian janjikan kepadanya dan kalian membelanya terhadap orang yang memusuhinya, silakan kalian memikul tanggung jawab tersebut. Tetapi seandainya kalian bermaksud akan menyerahkan dan mengecewakannya sesudah ia bergabung dengan kalian lebih baik dari sekarang kalian meninggalkannya.”

Abbas mengucapkan kata-kata yang begitu tegas dan lugas kepada orang Anshar kala itu.  Pada awal kalimatnya ia terlebih dahulu bertanya, “Coba anda lukiskan kepadaku peperangan, bagaimana caranya anda memerangi musuh-musuh anda?” Abbas telah memperkirakan, orang Quraisy tak akan lagi mundur dalam memerangi Rasulullah selain memeranginya. Maka, peperangan itulah hal yang pertama kali ditanyakannya kepada orang Anshar.

Abbas mempertanyakan sanggupkan orang-orang Anshar yang telah bersedia melakukan baiat kepada Rasulullah SAW itu menghadapi suku Quraisy dalam berperang? Belum lagi diteruskan pertanyaannya, Abdullah bin Amar bin Hiram menjawab,
“Demi Allah, kami adalah keluarga prajurit, yang telah makan asam garamnya medan laga, kamu pusakai dari nenek moyang kami turun temurun. Kami pemanah cekatan, penembus jantung setiap sasaran, pelempar lembing, memecah kepala setiap maling dan pemain pedang, penebas setiap penghalang.”

Abbas menjawab dengann wajah berseri, “Kalau begitu anda sekalian ahli perang, apakah anda juga punya baju besi?” Mereka menjawab, “Ada kamu punya cukup banyak.” Kemudian terjadilah pembicaraan penting dan menentukan antara Rasulullah SAW dan orang-orang Anshar.

Demikianlah peranan Abbas dalam membela Rasulullah SAW, padahal kala itu ia masih menyembunyikan keislamannya dari kalangan Quraisy.

Perang Hunain


Pada tahun ke delapan Hijriah, sesudah Allah membebaskan Mekah bagi Rasul dan agamaNya, sebagian kabilah yang berpengaruh di jazirah Arab tidak sudi melihat kemenangan gemilang ini dan perkembangan yang cepat dari agama Islam. Maka berhimpunlah kabilah-kabilah Hawazin, Tsaqif, Nashar, Jusyam dan lain-lain, untuk mengambil keputusan melancarkan serangan.

Meskipun hanya gabungan kabilah-kabilah, jumlah mereka banyak dan sangat kuat. Padahal waktu itu, jumlah pasukan muslimin mencapai 12 ribu orang. Namun, sebagian muslim yang bergabung dengan pasukan waktu itu masih lemah imannya. Ada rasa bangga pada besarnya jumlah ini bagi pasukan muslimin namun Allah memberi pelajaran untuk menyapu rasa sombong.  Pada perang ini, kaum muslimin diberi pelajaran berharga dari Allah berupa serangan yang mendadak di awal peperangan.

Kala itu, pasukan muslimin berkumpul dan hendak menyusun kekuatan di sebuah lembah. Namun, tak disangka pasukan musuh telah sampai terlebih dahulu, bersembunyi dalam parit-parit dan tepi-tepi jalanan di bukit. Serangan mendadak itu membuat pasukan muslimin menjadi kocar-kacir.

Rasulullah SAW segera menaiki punggung kudanya sambil berteriak, “Hendak kemana kalian? Marilah kepadaku, aku adalah Nabi, tidak pernah bohong, aku anak Abdul Muttalib!” Orang-orang di sekeliling Nabi SAW  waktu itu tinggallah Abu Bakar, Umar, Ali bin Abi Thalib, Abbas bin Abdul Muttalib, bersama anaknya Fadl bin Abbas, Jafar bin Harits, Rabiah bin Harits, Usamah bin Zaid, Aiman bin Ubeid dan beberapa sahabat yang tak banyak jumlahnya.

Seorang wanita yang kala itu berada di sana adalah Ummu Sulaim binti Mulhan. Ia sedang hamil tapi langsung menaiki onta suaminya, Abu Thalhah ra dan membawanya kea rah Rasulullah SAW. Ia membuka selendangnya untuk diikatkan kepada perutnya yang hamil. Sambil memegang khanjar yang terhunus, ia berkata kepada Nabi, “Demi bapakku dan ibuku yang menjadi tebusanmu, wahai Rasulullah, bunuhlah semua mereka yang melarikan diri itu sebagaimana anda membunuh mereka yang memerangi anda, mereka patut mendapatkannya. “

Sambil tersenyum, Rasulullah SAW berkata, “Sesungguhnya Allah telah cukup, jadi pelindung, dan jauh lebih baik, hai Ummu Sulaim!”

Abbas berada di dekat Rasulullah saat itu, memegang tali kekang kudanya, menghadang maut dan bahaya. Abbas kemudian disuruh untuk memanggil pasukan muslimin yang lari kocar-kacir karena suaranya yang lantang.

“Hai golongan Anshar! Hai pemegang baiat!” Terdengarlah suara Abbas oleh mereka, seolah teringatkan pula akan janji setia mereka pada Baiatul Aqabah. Mereka berpaling kembali kepada jihad sambil meneriakkan, “Labbaika! Labbaika! Kami datang! Kami datang!”
Sesungguhnya suara Abbas kala itu merupakan penggambaran keteguhan hati orang-orang yang diberi sakinah Allah dalam ayat Al Quran yang turun berkenaan dengan perang Hunain:

“…dan di waktu perang Hunain, yakni ketika kalian merasa bangga dengan jumlah kalian yang banyak, maka ternyata itu tidak berguna sedikit pun bagi kalian, hingga bumi yang lapang kalian rasakan sempit, lalu kalian berpaling melarikan diri…! Kemudian Allah menurunkan sakinahNya kepada RasulNya dan kepada orang-orang beriman, dan diturunkannya balatentara yang tiada kalian lihat dan disiksaNya orang-orang kafir, dan itulah memang balasan bagi orang-orang kafir.” QS At  Taubah 25-26.

Pasukan muslim yang mendengar panggilan Abbas maju tanpa gentar, menyerang musuh-musuh, pertempuran berlangsung sengit. Pasukan musuh dari pihak Hawazin dan Tsaqif pun berjatuhan dikalahkan pasukan berkuda Allah SWT.

Mengurusi Masalah Air


Pada suatu musim kemarau, di waktu penduduk dan negeri ditimpa kekeringan, keluarlah Amirul mukminin Umar bin Khattab bersama kaum muslimin ke lapangan terbuka. Mereka melakukan sholat istisqa. Mereka berdoa memohon hujan kepada Allah.

Umar berdiri sambil memegang tangan kanan Abbas, diangkatnya tangan itu sambil berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya kami pernah memohonkan hujan melalui perantaraan NabiMu pada masa beliau masih berada di antara kami, Ya Allah, sekarang kami meminta hujan pula perantaraan paman NabiMu, maka mohonkanlah kami diberi hujan.”

Belum lagi kaum muslimin meninggalkan tempatnya, hujan telah turun.Para sahabat pun menemui Abbas memberinya salam dan menciumnya, “Selamat, kami ucapkan untuk Anda, wahai penyedia air minum Haramain (Mekah dan Madinah).

Demikianlah perihal Abbas bin Abdul MUttalib. “Abbas adalah saudara kandung ayahku. Maka siapa yang menyakiti Abbas, tak ubahnya menyakitiku.” Rasulullah SAW bersabda.

Bersama istrinya Ummu Fadl, yang merupakan wanita kedua masuk Islam setelah Khadijah istri Rasulullah SAW, Abbas meninggalkan keturunan yang diberkati, salah satunya yaitu Abdullah bin Abbas atau yang dikenal sebagai Ibnu Abbas, seorang yang alim, abid dan sholeh.  Setelah di Mekah mengurusi air para jamaah haji, Abbas tinggal di Madinah di masa akhir hidupnya. Pada tanggal 14 Rajab 32 Hijriah, penduduk Madinah mendengar kabar meninggalnya Abbas yang kala itu berusia 82 tahun.  Begitu banyak kaum muslimin yang mengiringi kepergian Abbas seperti belum pernah ada dari kalangan sahabat sebelumnya.  Jenazahnya disholatkan dipimpin khalifah Ustman bin Affan ra dan dimakamkan di Baqi Madinah.

Salam bagimu, semoga Allah meridhoimu ya Abbas bin Abdul Muttalib.

Alhamdulillah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 19: Abu Hurairah

Keutamaan dan Khasiat Empat Surah Berawalan Qul






Ada empat dalam Al Quran yang diawali dengan kata-kata Qul yang terdapat dalam juz terakhir yaitu, surat Al Kafirun, Al Ikhlas, Al Falaq dan An Nas. Apa keutamaan dan khasiat empat surat ini?

Waktu yang disarankan Nabi SAW untuk mengamalkan 4 Qul ini ialah:
1) Baca setiap kali lepas solat (1 kali)
2) Baca setiap pagi dan petang (3 kali)
3) Baca setiap kali sebelum tidur (3 kali) dan sapu muka dan badan.
4) Baca ketika merukyah orang sakit.

1) Baca setiap kali lepas solat (1 kali)

Uqbah bin ‘Amir membawakan hadis dari Rasulullah shalallahu’ alaihi wasallam, bahawa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Bacalah Al-Muawwizat pada setiap kali selepas solat.” (HR. Abu Dawud no. 1523, disahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1514)

2) Baca setiap pagi dan petang (3 kali)

Pada waktu pagi dan petang, kita dianjurkan membaca ‘Surah Al-Muawwizat’ sebanyak tiga kali. Keutamaan yang diperolehi adalah, akan dijaga dari segala sesuatu (segala keburukan). “Al-Muawwizat juga dijadikan wirid / zikir di waktu pagi dan petang. Sesiapa yang membacanya sebanyak tiga kali diwaktu pagi dan petang, nescaya Allah SWT akan mencukupinya dari segala sesuatu.” (HR. Abu Dawud no. 4419, An Naasaa’i no. 5333, dan At Tirmidzi no. 3399)

3) Baca setiap kali sebelum tidur (3 kali)

“Demikian juga disunahkan membaca Al-Muawwizat sebelum tidur. Caranya, membaca ketiga Surah ini lalu meniupkan pada kedua-dua telapak tangannya, kemudian diusapkan ke kepala, wajah dan seterusnya ke seluruh anggota badan, sebanyak tiga kali.” (HR. Al-Bukhari 4630)

Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahawa Rasulullah SAW pada setiap malam apabila hendak tidur, Baginda membaca Surah Al-Ikhlas, Surah Al-Falaq dan Surah An-Naas, Ditiupkan pada kedua-dua tapak tangan kemudian disapukan keseluruh tubuh dan kepala Baginda.

Katanya: “Nabi SAW ketika berada di tempat tidur di setiap malam, Baginda mengumpulkan kedua telapak tangannya lalu kedua telapak tangan tersebut ditiup dan dibacakan ’Qul huwallahu ahad’ (surah Al-Ikhlas), ’Qul a’udzu birobbil falaq’ (surah Al-Falaq) dan ’Qul a’udzu birobbin naas’ (surah An-Naas). Kemudian Baginda mengusapkan kedua telapak tangan tadi pada anggota tubuh yang mampu dijangkau dimulai dari kepala, wajah, dan tubuh bahagian depan. Baginda melakukan yang demikian sebanyak tiga kali.” (HR. Bukhari no. 5017)

4) Baca ketika merukyah orang sakit.

Daripada Aisyah radiallahu ‘anhaa; “Bahawasanya Rasulullah sallaLlahu-’ alaihi-wa-sallam apabila sakit baginda membaca sendiri Al-Muawwizat (Surah Al-Ikhlas, Surah Al-Falaq dan Surah An-Naas), kemudian meniup padanya. Dan apabila rasa sakitnya bertambah aku yang membacanya kemudian aku usapkan ke tangannya mengharap keberkahan dari surah-surah tersebut.” (Hadis riwayat Al-Bukhari)

Khasiat Surah 4 Qul


Surah Al-Kafirun

1) Membaca Surah Al-Khafirun, maka bandingannya seperti membaca seperempat Al-Quran.
2) Membacanya, terlepas dari syirik, terjauh dari godaan syaitan dan terlepas dari peristiwa yang mengejutkan.
3) Sebelum tidur, bacalah surah ini agar kita mati dalam iman serta membersihkan kotoran dalam diri kita.
4) Jika dibaca ketika naik matahari dan terbenam matahari, nescaya terpelihara dari syirik.
5) Jika dibaca sebanyak 10 kali ketika naik matahari, kemudian berdoa apa-apa hajat yang dikehendaki. InsyaAllah dikabulkan walau apa hajat sekalipun.
6) Jika diamalkan selalu surah ini, nescaya semua makhluk suka dan kasih kepadanya.

Surah Al-Ikhlas
1) Membaca surah Al-Ikhlas sekali, ganjarannya sama dengan membaca 10juz kitab Al-Quran. Kalau kita membaca surah Al-Ikhlas sebanyak tiga kali, maka seolah-olah kita khatam Al-Quran. Kerana ianya sama dengan membaca 30 jus Al-Quran. ---Membaca surah Al-Ikhlas sewaktu sakit sehingga meninggal dunia, maka tidak akan membusuk di dalam kubur, akan selamat dari kesempitan kubur dan para malaikat akan membawanya dengan sayap mereka melintasi titian siratul mustaqim lalu menuju ke syurga.
2) Sesiapa hendak pergi musafir, ketika dia hendak meninggalkan rumahnya, membaca surah Al-Ikhlas 11 kali, maka Allah memelihara rumahnya sampai ia kembali.
3) Membaca dan mengamalkannya dengan hati yang ikhlas, maka ia akan dilepaskan kesusahan duniawi, dimudahkan di dalam gelombang sakratulmaut, dihindarkan dari kegelapan kubur dan kengerian hari kiamat.

Surah Al-Falaq
1) Barang siapa terkena penyakit kerana perbuatan syaitan atau manusia, bacalah Surah Al-Falaq dan Surah An-Nas sebanyak 41 kali selama 3 hari, 5 hari atau 7 hari berturut-turut.
2) Barang siapa yang takut akan godaan syaitan dan manusia, takut dalam kegelapan malam atau takut dengan kejahatan manusia, bacalah Surah Al-Falaq dan Surah An-Nas sebanyak 100 kali

Surah An-Nas
1) Menolak gangguan jin, syaitan, sihir, was-was dan segala kejahatan.
2) Sebelum kita memulakan solat, mulakan dengan membaca surah ini. Supaya dijauhkan gangguan syaitan ketika kita sedang menunaikan solat.
3) Surah An-Nas ini juga adalah penerang hati.

Alhamdulillah

Kembali kepada Al Quran dan Sunnah




Ketaatan itu hanya dalam kebaikan. Al Quran dan sunnah adalah dua rahmat dari Allah Subhana wa taala. Kembali kepada keduanya adalah keutamaan.

Qs An Nissa 4:59

Bismillahi Rahmaani Rahiim

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya .

Shodaqollahuladzim

Ada dua riwayat yang mengiringi turunnya ayat ini. Pertama mengenai kisah Abdullah bin Hudzaifah bin Qais yang diutus menjadi salah satu pemimpin pasukan, dan kedua, kisah perselisihan antara Khalid bin Walid dengan Ammar bin Yasir. Kedua kisah ini bisa menjadi inspirasi bagi kita saat ini.

Riwayat pertama, perihal Abdullah bin Hudzaifah bin Qais, Imam Ahmad mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Abu Muawiyah dari Al A Masy dari Sa’d ibnu Ubaidah dari Abdur Rahman As Sulami, dari Ali menceritakan bahwa Rasulullah SAW mengirimkan suatu pasukan khusus dan mengangkat menjadi panglimanya seorang lelaki dari kalangan Anshar (Abdullah bin Hudzaifah bin Qais).

Manakala mereka berangkat, maka si lelaki Anshar itu menjumpai sesuatu pada diri mereka. Maka ia berkata kepada mereka, “Bukankah Rasulullah SAW telah memerintahkan kepada kalian untuk taat kepadaku?” Mereka menjawab, “Memang benar.”

Lelaki Anshar itu berkata, “Kumpulkanlah kayu bakar buatku.” Setelah itu si lelaki Anshar tersebut meminta api, lalu kayu itu dibakar. Selanjutnya, lelaki Anshar itu berkata, “Aku bermaksud agar kalian benar-benar memasuki api itu.”

Lalu ada seorang pemuda dari kalangan mereka berkata, “Sesungguhnya jalan keluar bagi kalian dari api ini hanyalah kepada Rasulullah. Karena itu, kalian jangan tergesa-gesa sebelum menemui Rasulullah. Jika Rasulullah SAW memerintahkan kepada kalian agar memasuki api itu, maka masukilah.”

Kemudian mereka kembali menghadap Rasulullah SAW dan menceritakan hal itu kepadanya. Maka Rasulullah SAW bersabda kepada mereka:  “Seandainya kalian masuk ke dalam api itu, niscaya kalian tidak akan keluar untuk selama-lamanya. Sebenarnya ketaatan itu hanya dalam kebaikan.” (Tafsir Ibnu Katsir)

Riwayat ini pernah dikisahkan Ibnu Abbas . Menurut Imam ad Dawudi, riwayat tersebut menyalahgunakan nama Ibnu Abbas karena cerita mengenai Abdullah bin Hudzaifah bin Qais adalah sebagai berikut: Di saat Abdullah marah-marah pada pasukannya ia menyalakan api unggun dan memerintahkan pasukannya untuk terjun ke dalamnya.

Pada waktu itu, sebagian menolak dan sebagian lagi hampir menerjukan diri ke dalam api. Sekiranya ayat ini turun sebelum peristiwa Abdullah mengapa hanya dikhususkan untuk Abdullah Hudzaifah saja dan tidak untuk waktu yang lain. Sekiranya ayat ini diturunkan setelah peristiwa ini, maka tidaklah pantas juga mengatakan sepenuhnya bahwa Abdullah bin Hudzaifah bin Qais adalah orang yang tidak taat.

Al Harith ibnu Hajar berpendapat bahwa maksud kisah Abdullah bin Hudzaifah bin Qais adalah menerangkan batasan antara taat pada perintah (pemimpin) dan menolak perintah untuk terjun ke dalam api. Saat itu anggota pasukan merasa perlu mendapat petunjuk apa yang harus mereka lakukan. Ayat ini memberikan petunjuk kepada mereka apabila berbantahan hendaknya kembali kepada Allah dan RasulNya. (Kitab Asbabun Nuzul Imam Jalaludin As Suyuthi)

Riwayat kedua, menuturkan kisah perselisihan antara Khalid bin Walid dan Ammar ibndu Yasir yang berakhir damai. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Fadl, telah menceritakan kepada kami Asbat, dari As Saddi sehubungan dengan firmanNya, “Taatilah Allah dan taatilah RasulNya dan ulil amri di antara kalian, (An Nissa 59). Bahwa Rasulullah SAW pernah mengirimkan suatu pasukan khusus di bawah pimpinan Khalid ibnul Walid di dalam pasukan itu terdapat Ammar ibnu Yasir.

Mereka berjalan menuju tempat kaum yang dituju oleh mereka, dan ketika berada di dekat tempat tersebut, mereka turun beristirahat karena hari telah malam. Kemudian mereka diketahui oleh mata-mata kaum yang dituju mereka, lalu mata-mata itu memberitahukan kepada kaumnya akan kedatangan mereka. Maka kaumnya pergi melarikan diri meninggalkan tempat mereka kecuali seorang lelaki yang memerintahkan kepada keluarganya agar semua barang mereka dikemasi. Kemudian ia sendiri pergi dengan berjalan kaki di kegelapan malam hari menuju tempat pasukan Khalid ibnul Walid.

Setelah ia sampai di tempat pasukan kaum muslim, maka ia menanyakan tentang Ammar ibnu Yasar, lalu ia datang kepadanya dan mengatakan,  “Hai Abul Yaqzan, sesungguhnya sekarang aku masuk Islam dan bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Sesungguhnya kaumku setelah mendengar kedatangan kalian, mereka semuanya melarikan diri, tetapi aku tetap tinggal di tempat. Maka apakah Islamku ini dapat bermanfaat bagiku besok pagi nanti? Jika tidak, maka aku pun akan ikut lari.”

Ammar menjawab, “Tidak, bahkan Islammu dapat bermanfaat untuk dirimu. Sekarang pulanglah, dan tetaplah di tempat tinggalmu.”

Lalu lelaki itu pulang dan menetap di tempatnya. Pada keesokan harinya Khalid ibnul Walid datang menyerang, dan ternyata ia tidak menemukan seorang pun dari musuhnya selain lelaki tadi, lalu Khalid menawannya dan mengambil semua hartanya.

Ketika sampai berita itu kepada Ammar, maka Ammar datang kepada Khalid dan mengatakan kepadanya, “Lepaskanlah lelaki ini, karena sesungguhnya dia telah masuk Islam, dan sesungguhnya dia telah berada di bawah perlindunganku.”  Khalid berkata, “Atas dasar apakah kamu memberikan perlindungan?” Keduanya bertengkar, dan akhirnya keduanya melaporkan peristiwa itu kepada Rasulullah SAW.

Maka Rasulullah SAW memperbolehkan tindakan Ammar, tetapi melarangnya mengulangi perbuatan itu lagi, yakni memberikan perlindungan tanpa seizin pemimpin pasukan. Keduanya masih terus berbalas caci maki di hadapan Rasulullah SAW. Maka Khalid berkata, “Wahai Rasulullah, apakah engkau biarkan saja budak hina ini mencaciku?”

Rasulullah SAW menjawab, “Hai Khalid, janganlah engkau mencaci Ammar karena sesungguhnya barangsiapa mencaci Ammar, Allah membalas mencacinya, dan barang siapa yang membenci Ammar, Allah balas membencinya, dan barang siapa yang melaknat Ammar, maka Allah membalas melaknatnya.

Ammar masih dalam keadaan emosi. Ia bangkit dan pergi, lalu diikuti oleh Khalid. Kemudian Khalid menarik jubah bajunya dan meminta maaf kepadannya. Akhirnya Ammar memaafkannya. Maka Allah SWT menurunkan firmanNya, Taatilah Allah dan taatilah RasulNya dan ulil amri di antara laian (QS An Nissa 59)

Kedua kisah tadi terjadi saat Rasulullah SAW masih hidup dan orang-orang kala itu selalu taat kepada Allah dan RasulNya. Saat mereka berselisih paham dikembalikannya kepada Al Quran dan sunnah, termasuk saat berselisih dengan pemimpin mereka . Mereka taat kepada pemimpin mereka semata-mata di jalan Allah.

Contoh kisah ketaatan kaum muslimin pada awal Islam tersebut seperti diterangkan dalam ayat adalah perbuatan yang utama bagi orang beriman. Seperti juga akhir kedua kisah tadi, di akhir ayat surat An Niisa 59 menjelaskan, ketaatan akan memberikan akibat yang lebih baik.

Allahu’alam

Alhamdulillah
#quran  

Ayat Saat dalam Kesulitan

Tersebutlah seorang lelaki yang menempuh perjalanan dari Damaskus menuju Zabadani. Sesampai di tengah jalan, ia berjumpa seorang pria yang berniat menyewa keledainya. Walau tak mengenal pria itu, ia memperbolehkan untuk menyewa keledainya. Keduanya kemudian berjalan beriringan.
“Ayo lewat arah sini,” ajak laki laki penyewa keledai.

“Tidak, saya belum pernah melalui jalan ini. Silahkan tempuh jalan lainnya.” Jawabnya mengelak.

“Tenang saja,” rayu penyewa keledai, “Aku yang akan jadi penunjuk jalan.”

Keduanya pun berunding sampai laki laki pertama mengikuti saran laki laki yang menyewa keledainya.

Tidak lama sesudah itu, keduanya sampai di suatu lokasi yang sukar dilalui. Terjal dan curam. Laki Laki pemilik keledai menyaksikan ada sekian banyak mayat tergeletak di sana.

Tak disangka, pria menyewa keledainya turun sembari menodongkan sebilah pedang. “Turunlah cepat! Saya akan membunuhmu!”

Laki-laki pemilik keledai pun berlari sekuat kemampuannya. Dirinya berusaha menghindar, namun sia-sia dikarenakan sukarnya medan yang mesti dilalui.

“Ambil saja keledai kepunyaanku. Bebaskan saya,” pintanya. Nyawanya terancam.

“Pasti. Saya tak dapat menyia-nyiakan keledaimu. Namun, saya juga ingin membunuhmu.” Gertak si laki-laki. Bengis.

Tidak henti-hentinya, laki laki pemilik keledai ini menyampaikan nasihat. Dirinya pun membacakan ancaman-ancaman Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an dan hadits Nabi berkenaan dosa membunuh serta melakukan kejahatan secara umum.

Sayang, laki laki itu tak menggubris. Nafsu membunuhnya telah bulat. Tidak mampu dicegah. Mustahil diurungkan.

“Jika begitu,” kata pemilik keledai, “Izinkanlah aku mendirikan shalat dua rakaat saja.”

“Baiklah,” bentak laki-laki jahat, “Tapi jangan lama-lama!”

Qadarullah, seluruh hafalan laki-laki pemilik keledai hilang. Dikala sibuk mengingat-ingat, laki-laki tidak bernurani itu membentak dan menyuruhnya bergegas.

Akhirnya, teringatlah satu ayat oleh laki laki pemilik keledai ini. dia membaca firman Allah Ta’ala dalam surat ke 27 An-Naml  ayat 62:

“ Atau siapakah yg memperkenankan (doa) orang yang dalam kesusahan jikalau dia berdoa Kepada-Nya dan  yang menghilangkan kesulitan dan yang menjadikan kamu (manusia) yang merupakan khalifah di bumi? Apakah selain Allah ada Tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya) .”

Seketika itu juga dari mulut lembah muncul seorang pengendara kuda dengan tombaknya. Tombak itu dilemparkan dan tepat mengenai dada perampok jahat yang langsung tersungkur tak bernyawa.”

“Siapakah engkau?” Tanya pemilik keledai penuh heran sekaligus haru terimakasih.

“Akulah Hamba-Nya Dia yang memperkenankan doa orang yang dalam kesusahan jika ia berdoa Kepada-Nya dan yang menghilangkan kesulitan.”

Kisah mengagumkan ini pula dituturkan oleh Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim.

Wallahu a’lam.

Alhamdulillah

Kunci Pintu dan Amanat




Islam tidak diturunkan melainkan kepada hambanya yang penuh amanah.

Qs An Nissa 4:58

Bismillahi Rahmaani Rahiim

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Shodaqollahul’adzim

Pada suatu riwayat dikemukakan, setelah fathu Mekah, pembebasan Mekah, Rasulullah SAW memanggil  Ustman bin Thalhah untuk meminta kunci Kabah.

Saat hendak menyerahkan kunci pintu itu kepada Nabi SAW, Abbas berdiri dan berkata, “Ya Rasulullah, demi Allah, serahkanlah kunci itu kepadaku untuk saya rangkap jabatan tersebut dengan jabatan siqayah (urusan pengairan).”

Mendengar perkataan Abbas, Ustman sempat menarik kembali kuncinya. Namun, Rasulullah SAW mengatakan, “Berikanlah kunci itu kepadaku wahai Ustman!”

Ustman berkata, “Inilah dia, amanat dari Allah.”

Maka berdirilah Rasulullah SAW, membuka Kabah, kemudian setelah itu Beliau melaksanan thawaf di Baitullah. Kemudian turunlah malaikat Jibril yang membawa perintah agar kunci itu diserahkan kembali kepada Ustman. Rasulullah SAW melaksanakan perintah tersebut sambil membaca ayat di atas QS 4:58.

Pada riwayat lain disebutkan, Rasulullah membacakan ayat ini setelah keluar kembali dari dalam pintu Kabah. Beliau meminta kunci dari Ustman bin Thalhah dan menyerahkannya kembali kepada orang yang sama.

Maha Besar Allah,  dariNya telah diserahkan kepercayaan kepada orang-orang yang penuh amanah untuk menjaga Kabah sehingga saat ini.

Alhamdulillah

Cara Bersyukur

Seorang laki-laki bertanya kepada Abi Hazim, “Wahai Abi Hazim, bagaimana mata itu bersyukur?” Abi Hazim menjawab, “Jika Anda melihat sesuatu yang baik dengan mata Anda, jangan dirahasiakan. Sebaliknya, jika Anda melihat sesuatu yang jelek, rahasiakanlah.”

Tanya orang itu lagi, “Kalau tangan, bagaimana cara bersyukurnya?” Jawab Abi Hazim, “Janganlah mengambil sesuatu yang tidak hak dan tidak pantas, serta janganlah mencegah hak Allah dan hak orang lain yang berada di tanganmu.”

Orang itu bertanya lagi, “Bagaimana dengan syukur telinga kita?” Kata Abi Hazim, “Jika engkau mendengar kebaikan, dengarkanlah dengan baik. Tetapi jika mendengar kejelekan, kuburkanlah.”

“Bagaimana cara perut kita bersyukur?” kembali ia bertanya. “Hendaklah bagian bawah perutmu berisi makanan, sebagian atasnya untuk mengisi ilmu.”

Akhirnya laki-laki itu bertanya, “Lalu bagaimana bersyukur kehormatan kita?” Abi Hazim menjawab, “Hanya diperuntukkan bagi istri sendiri, demikian juga sang istri hanya untuk suaminya sendiri.”

*

Abu Hazim dikenal bernama Salamah ibn Dinar al Madani, hidup sekitar 780 M. Merupakan generasi tabiin yang juga seorang penyampai hadist dan hidup pada saat muncul generasi awal sufi. Ia sering menyampaikan ajaran spiritual Islam terutama tentang zuhud, menolak kemewahan materi dan mendorong kontemplasi pribadi dan meditasi.

Alhamdulillah

Heart, Mind, Body and Soul

Untuk menjaga keseimbangan hidup, setidaknya ada empat elemen yang harus dijaga yakni:

1. Heart, hati
… Ingatlah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal darah, yang apabila ia baik makla baiklah seluruh tubuh dan apabila ia buruk maka buruklah seluruh tubuh. Ketauhilah ia adalah hati. (HR Muslim diberitakan An-Nu’man bin Basyir).

2. Mind, pikiran
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.” QS Al Alaq 96:1.
Abu Hurairah ra berkata, “Rasulullah SAW bersabda: Siapa yang berjalan di suatu jalan untuk menuntut ilmu pengetahuan, Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.” (HR Muslim)

3. Body, tubuh
Bergerak, makan sehat, olahraga, pola hidup teratur, adalah beberapa hal yang secara medis diketahui dapat meningkatkan kesehatan tubuh.
Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW berabda: “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai oleh Allah daripada mukmin yang lemah, tetapi di tiap-tiap (seorang mukmin) itu ada kebaikan, maka berkeinginanlah (optimis) kepada apa-apa yang memberi manfaat dan minta tolonglah kepada Allah dan jangan merasa lemah, dan jika engkau tertimpa musibah janganlah berkata “seandainya saya berbuat seperti ini seperti ini seperti ini, tapi katakan ketetapan Allah, apa yang Dia kehendaki maka Dia kerjakan, karena perkataanmu tadi kamu telah membuka pintu untuk perbuatan syaitan.” (HR. Muslim)

4.Soul, Jiwa
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu.” QS As Syams 91:9

Kunci keseimbangan keempatnya adalah fokus kepada kehendak Allah Subhana Wata’ala dan berserah kepadaNya.

Allahu’alam

Alhamdulillah
Inspirasi dari Eddie Redzovic – The Deen Show

Apa yang Dilakukan Orang Bertaqwa

Bertaqwa menjaga diri karena dan kepada Allah Ta’ala. Allah memberikan pegangan kepada kita apa yang bisa dilakukan dalam rangka bertaqwa kepadaNya. 

QS Ali Imran 133-136

Bismillahi Rahmaani Rahiim

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (133)

(yaitu):
orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit,

dan orang-orang yang menahan amarahnya
 
dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (134)

Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. (135)

Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal. (136)

Shodaqollahul’adziim

Menafkahkan harta di jalan Allah, menahan amarah, memaafkan, dan bertaubat, demikianlah apa yang dilakukan setiap waktunya oleh mereka yang bertaqwa. Balasan bagi mereka adalah surga yang kekal. 

اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى  وَالتُّقَى،وَالْعَفَافَوَالْغِنَى
“Ya Allah aku bermohon kepadamu hidayah, jiwa bertaqwa kesopanan dan kekayaan.” Demikianlah Rasulullah mengajarkan doa ketaqwaan kepada kita untuk dipanjatkan ke hadirat Allah SWT sebagaimana diberitakan Ibnu Masud dalam riwayat Muslim.





Alhamdulillah
#quran  

Kisah Anjing yang Membela Nabi Muhammad SAW


"Suatu hari diadakan pesta besar-besaran untuk merayakan seorang pemuka Mongol yang masuk kristen. Dalam acara itu seorang pendeta kristen menjelek-jelekan Nabi Muhammad, tiba-tiba seekor anjing pemburu meloncat, menyerang dan menggigit pendeta.

Beberapa orang berusaha melepaskan gigitan itu, setelah berhasil sebagian hadirin berkata: "Ini terjadi karena kamu menghina Nabi Muhammad"

Pendeta menjawab: "Tidak, ini karena anjing tadi marah dan salah paham ketika aku mengangkat tangan dikira akan memukulnya"

Pendeta itupun melanjutkan khutbahnya dan kembali menghina Nabi Muhammad. Pada saat yang bersamaan anjing itu berhasil memutus tali yang mengikatnya, secepat kilat dia melompat dan menggigit leher sang pendeta hingga meninggal.

Sekitar 40 ribu orang mongol yang hadir di acara itu ramai-ramai masuk Islam....

Masya Allah...seekor anjing cemburu ketika Nabi dijelekkan, tidak bisa diam dan berusaha sekuat tenaga untuk membela beliau...
Apa yang sudah kita lakukan untuk membela Beliau dan sunnah-sunnahnya?"

(Seperti diceritakan dalam buku tulisan Ibnu Hajar Al'Asqalani, Ad-Durar al-Kaminah)
*

Ibnu Hajar Al'Asqalani adalah seorang ahli hadist dari mazhab Syafii. Salah satu karyanya yang terkenal adalah kitab Fathul Bari (Kemenangan Sang Pencipta), yang merupakan penjelasan dari kitab shahih milik Imam Bukhari dan disepakati sebagai kitab penjelasan Shahih Bukhari yang paling detail yang pernah dibuat.

Karyanya yang lain yaitu Bulughul Maram, banyak terjemahan buku ini di toko buku Indonesia. Beliau adalah ulama yang hidup sekitar abad ke 800 Hijriah atau abad 14 Masehi. Salah satu bukunya yang lain adalah d-Durar al-Kaminah, seperti yang memuat kisah mengenai anjing yang membela Nabi SAW ini. Beliau menulis biografi tentang tokoh-tokoh yang hidup pada masa itu. Sungguh sebuah catatan sejarah yang masih bisa kita temukan mengenai kisah tersebut berkat tulisannya.

Alhamdulillah

10 Sebab Agar Di Cintai Allah

 
Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata:
”Sesungguhnya sebab-sebab yang dapat mendatangkan kecintaan dari ALLAH ada sepuluh:

1. Membaca dan mentadabburi Al-Qur’an serta memahami makna-maknanya dan maksud yang terkandung didalamnya.

2. Mendekatkan diri kepada ALLAH dengan menjalankan amalan-amalan sunnah sesudah amalan-amalan yang wajib.

3. Terus-menerus berdzikir kepada ALLAH dalam setiap kondisi, baik dengan lisan, hati, perbuatan maupun keadaan, karena kadar kecintaan tergantung pada dzikirnya. (Semakin cinta berarti semakin banyak dzikr/ingat kepada yang dicintai ).

4. Mengutamakan apa-apa yang ALLAH cintai daripada apa yang engkau cintai ketika kealfaan berkuasa.

5. Hati senantiasa menela’ah serta memperhatikan nama-nama ALLAH dan sifat-sifat-NYA, dan mendalaminya di taman dan medan ilmu pengetahuan ini.

6. Menyaksikan berbagai kebaikan dan nikmat ALLAH yang lahir dan batin.

7. Merasa rendah dan tunduk hatinya di hadapan ALLAH, dan ini merupakan sebab yang sangat menakjubkan.

8. Menyendiri untuk beribadah pada sepertiga terakhir dari waktu malam dan membaca kitabNYA (Al-Quran Al-Karim), lalu menutup (bacaan)nya dengan istighfar dan taubat.

9. Bermajelis dengan orang-orang yang mencintai ALLAH dengan jujur, mengambil buah yang baik dari perkataan mereka, dan engkau tidak berbicara kecuali tampak kuat adanya maslahat dalam berbicara, serta engkau tahu akan manfaat bagi dirimu dan orang lain.

10. Menjauhi setiap sebab yang menjadi penghalang antara hati dengan ALLAH."

(Lihat kitab Madarijus Salikin, karya Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah III/17-18).