Tidak layak bagi seseorang yang mengaku dirinya mencintai
Allah dan RasulNya membenci para sahabat Rasulullah SAW. Orang-orang yang
paling awal masuk Islam itu adalah para sahabat Nabi Muhammad SAW yang
mencintai Allah dan RasulNya lebih dari diri mereka sendiri. Limpahan rahmat Allah semoga dicurahkan kepada
mereka, salah satunya Mush’ab bin Umair.
Masih ingatkah kisah seorang syuhada yang gugur di medan
perang dan tak sehelai kain yang cukup untuk menutupi tubuhnya? Dialah Mush’ab bin Umair. Seorang pahlawan yang
berjuang membawa bendera pasukan Islam di perang Uhud.
Siapakah awalnya Mush’ab bin Umair? Ia merupakan pemuda
gagah, anak Umair orang kaya Mekah, yang pakaiannya selalu bagus, rapih dan apik, dibesarkan di lingkungan
serba berkecukupan dalam keluarga Quraisy. Ibunya Khunas binti Malik,
berkepribadian kuat dan tak bisa ditawar, namun kemudian merupakan seorang yang
menjadi kendala terbesarnya saat pertama kali memeluk Islam.
Mush’ab biasa mengendap-ngendap untuk belajar Islam di rumah
Arqam bin Abil Arqam di bukit Shafa.
Namun, rahasianya untuk memeluk Islam lama-kelamaan terkuak karena
diketahui secara kebetulan oleh Usman bin Thalhah. Usman melihatnya memasuki
rumah Arqam. Pada kali lain juga mendapatinya sedang sholat seperti Rasulullah
SAW. Mengetahui itu, Mush’ab dikurung
dirumahnya sendiri oleh sang ibu.
Sampai akhirnya ada berita mengenai hijrahnya kaum muslimin
ke Habsyi, ia mencari jalan untuk meloloskan diri dan berhasil. Ia sempat pergi ke Habsyi lalu pulang menemui
ibunya. Akhir pertemuan Mush’ab dengan ibunya ketika perempuan itu hendak
mencoba mengurungnya kembali. Mush’ab pun bersumpah dan menyatakan tekad untuk
membunuh orang suruhan ibunya bila rencana itu dilakukan. Mengetahui kebulatan
tekad putranya, sang ibu akhirnya mengucapkan selamat berpisah dengan berat
hati dan tak mengakuinya sebagai putranya lagi karena ia tak bersedia mengikuti
Islam.
Berpisahlah Mush’ab dari keluarga dan segala kemewahannya.
Pemuda yang biasa berpakaian bagus itu memilih menjadi seorang muslim sederhana dengan pakaian
seadanya. Sampai suatu hari ia diutus
Rasulullah SAW menjadi duta untuk kalangan Anshar.
Rasulullah SAW menggambarkan Mush’ab, “Dahulu saya lihat
Mush’ab ini tak ada yang mengimbangi dalam memperoleh kesenangan dari orang
tuanya, kemudian ditinggalkannya semua itu demi cintanya kepada Allah dan
RasulNya.”
Duta di Madinah
Sesampai di Madinah, Mush’ab mendapati kaum muslimin kala
itu tak lebih dari 12 orang, yakni mereka yang berbai’at di bukit Aqabah. Pilihan
Rasulullah SAW atas diri Mush’ab sebagai duta di sana cukuplah tepat. Ia
menyampaikan ajaran Islam secara bijak saat tinggal sebagai tamu di rumah As’ad
bin Zararah.
Suatu kali saat sedang menyampaikan ajaran, ia disergap oleh
Usaid bin Hudlair, kepala suku kabilah Abdul Asyhal di Madinah. Usaid menodong
Mush’ab dan menyentakkan lembingnya. Ia marah karena Mush’ab dianggap akan
menyelewengkan anak buah dan agamanya. Masalahnya bagi Usaid, Tuhan itu dianggap sesuatu yang
mudah ditemui. Tidak seperti tuhannya Muhammad SAW yang tak seorang pun dapat
melihatNya.
Sambil berdiri Usaid berteriak, “Apa maksud kalian datang ke
kampung kami? Apakah hendak membodohi rakyat kecil kami? Tinggalkan tempat ini
segera, jika tak ingin nyawa kalian melayang!”
Mush’ab tetap tenang layaknya samudra. “Kenapa Anda tidak
duduk dan mendengarkan dulu? Seandainya Anda menyukainya nanti, anda akan
menerimanya. Sebaliknya, jika tidak, kami akan menghentikan apa yang Anda tidak
sukai itu,” katanya lembut. Akhirnya,
Usaid mau juga mendengarkan, dan hatinya terbuka. Ia mendengarkan indah dan
berartinya bacaan Al Quran Mush’ab.
Usaid meninggalkan Mush’ab dan orang-orang di situ beberapa
saat kemudian kembali lagi. Namun, rambutnya basah lantaran mandi bersih.
Setelah itu, Usaid menyatakan pengakuannya pada Islam. Tiada Tuhan selain Allah
dan Muhammad SAW adalah utusan Allah.
Setelah berita mengenai keislaman Usaid tersebar, menyusul
pula Sa’ad bin Mu’adz, juga Sa’ad bin Ubadah masuk Islam, yang menjadi penanda
berakhirnya pertentangan suku-suku di Madinah. Warga Madinah pun berbondong
masuk Islam.
Syahid di Perang Uhud
Perang Uhud merupakan satu ujian perang yang sulit bagi kaum
muslim. Pada perang inilah diuji siapa di antara muslim kala itu yang benar-benar
menuruti Rasulullah SAW dan yang tidak. Awal kekacauan pasukan muslim dimulai
saat pasukan panah meninggalkan bukit karena dikiranya mereka telah mengalahkan
kaum musyrikin. Padahal, Rasulullah SAW meminta mereka untuk tidak meninggalkan
bukit.
Tanpa diduga ternyata pasukan berkuda kaum kafir menyerbu
dari belakang dari atas bukit. Melihat pasukan muslim porak poranda, tentara
kafir segera saja akan menyerang Rasulullah SAW. Saat itulah, Mush’ab
mengorbankan dirinya untuk menarik perhatian pasukan kafir agar tidak menyerang
Nabi. Ia mengangkat bendera setinggi-tingginya dan berteriak sehingga pasukan
kafir mengarah padanya.
Ibnu Sa’ad berkata, diceritakan kami oleh Ibrahim bin
Muhammad bin Syurahnil al Abdari dari bapaknya, ia berkata:
Mush’ab bin Umair adalah pembawa bendera di perang Uhud.
Tatkala barisan kaum muslimin pecah, Mush’ab bertahan pada kedudukannya.
Datanglah seorang musuh berkuda, Ibnu Qumaiah namanya, lalu menebas tangan kanannya
hingga putus. Sementara Mushab mengucapkan, “Muhammad itu tiada lain hanyalah
seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa orang Rasul.”
Maka dipegangnya bendera dengan tangan kirinya sambil
membungkuk melindunginya. Musuh pun menebas tangan kirinya itu sampai putus
pula. Mush’ab membungkuk ke arah bendera lalu dengan kedua pangkal lengannya ia
meraih bendera itu ke dadanya.
“Muhammad itu tidak lain adalah seorang Rasul dan sebelumnya
telah didahului oleh beberapa Rasul.”
Lalu orang berkuda itu menyerangnya ketiga kali dengan
tombak dan menusuknya hingga tombak itu pun patah. Mush’ab pun gugur dan
bendera jatuh.
Allah menurunkan firmannya dalam AlQuran:
Muhammad itu tidak lain
hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.
Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)?
Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan
mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada
orang-orang yang bersyukur. QS Ali Imran 144
“Muhammad itu tidak lain
hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul,”
itulah kata-kata terakhir Mush’ab sebelum akhirnya ia gugur sebagai syuhada.
Sehelai Burdah
Rasulullah SAW bersama para sahabat mendatangi medan
pertempuran untuk menyampaikan salam perpisahan pada para syuhada. Ketika
sampai pada jasad Mush’ab, bercucuran air matanya.
Berkata Khabbah Ibnul Urrat:
Kami hijrah di jalan Allah, bersama Rasulullah SAW dengan
mengharap keridhoannya. Di antara kami ada yang telah berlalu sebelum menikmati
pahalanya di dunia ini sedikit pun juga. Diantaranya adalah Mush’ab bin Umair
yang tewas di perang Uhud. Tak sehelai kain pun menutupinya selain sehelai
burdah. Andainya ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua belah kakinya.
Sebaliknya, bila ditutupkan ke kakinya, terbukalah kepalanya. Maka sabda
Rasulullah SAW,”Tutupkanlah ke bagian kepalanya, dan kakinya tutuplah dengan
rumput idzkir.”
Rasulullah SAW mendekati jasad Musha’b dan membacakan ayat:
“Di antara orang-orang mukmin terdapat pahlawan-pahlawan
yang telah menepati janjinya dengan Allah.” QS Al Ahzab 23.
Setelah itu Rasulullah SAW berucap,
“Ketika di Mekah dahulu, tak seorang pun aku lihat yang
lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripadamu. Tetapi sekarang
ini, dengan rambutmu yang kusut, hanya dibalut sehelai burdah.
Sungguh Rasulullah akan menjadi saksi nanti di hari kiamat,
bahwa tuan-tuan semua adalah syuhada di sisi Allah.”
Kemudian Rasulullah SAW berpaling ke arah sahabat yang masih
hidup,
“Hai manusia, berziarahlah dan berkunjunglah kepada mereka,
serta ucapkanlah salam. Demi Allah yang menguasai nyawaku, tak seorang muslim
pun sampai hari kiamat yang memberi salam kepada mereka, pasti mereka akan
membalasnya.”
Salam atasmu Mush’ab bin Umair. Salam padamu para Syuhada.
Alhamdulillah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 5: Thalhah bin Ubaidillah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 6: Salman Al Farisi
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 7:Zubair bin Awwam
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 8: Abu Dzar Al Ghifari
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 9: Hudzaifah ibnul Yaman
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 10: Miqdad Bin Amr
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 11: Bilal bin Rabah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 12: Zaid bin Haritsah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 13: Khubaib bin Adi
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 14: Abbas bin Abdul Muttalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 15: Abdullah bin Umar
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 16: Jafar bin Abi Thalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 6: Salman Al Farisi
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 7:Zubair bin Awwam
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 8: Abu Dzar Al Ghifari
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 9: Hudzaifah ibnul Yaman
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 10: Miqdad Bin Amr
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 11: Bilal bin Rabah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 12: Zaid bin Haritsah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 13: Khubaib bin Adi
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 14: Abbas bin Abdul Muttalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 15: Abdullah bin Umar
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 16: Jafar bin Abi Thalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 18: Ammar bin Yasir
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 19: Abu Hurairah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 20: Utbah bin Ghazwan
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 21: Saad bin Abi Waqqash
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 22: Khalid bin Said bin Ash
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 24: Abdullah bin Amr bin Haram
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 19: Abu Hurairah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 20: Utbah bin Ghazwan
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 21: Saad bin Abi Waqqash
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 22: Khalid bin Said bin Ash
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 24: Abdullah bin Amr bin Haram
Tidak ada komentar:
Posting Komentar