Siapakah Zaid bin Haritsah yang digelari “Pecinta Rasulullah” itu? Seorang pemimpin pasukan yang dipercaya Nabi SAW menuju perang Muktah melawan Romawi. Siapakah seseorang yang berperawakan biasa saja tapi memiliki sejarah hidup yang hebat dan besar itu?
Inilah kisahnya. Bermula dari seorang perempuan bernama Suda,
ia istri dari Haritsah. Suda ingin sekali berziarah ke kaum keluarganya di
kampung Bani Maan. Haritsah sang suami
pun mempersiapkan kendaraan dan perbekalan bagi istri dan anaknya Zaid yang akan pergi bersama kafilah ke kampung
Bani Maan. Haritsah tidak bisa ikut dan merasa berat melepaskan kepergian orang
yang dikasihinya, kalau bukan karena ada
tugas yang harus dikerjakannya.
Haritsah akhirnya melepas kepergian keluarganya itu, dan
rombongan kafilah segera berlalu dari pandangan matanya. Sampai suatu hari
ketika Suda dan anaknya Zaid masih di kampung Bani Maan terjadi perampokan. Zaid terpisah dari ibunya dan dibawa perampok
sebagai budak. Suda dengan perasaan duka kembali kepada suaminya yang begitu
kaget sehingga tak sadarkan diri.
Haritsah berjalan dari kampung ke kampung mencari buah
hatinya. Padang pasir dijelajahinya.
Banyak orang yang ditemui ditanyainya. Namun, hasilnya sia-sia. Haritsah
melantunkan nestapanya…
“Ku tunggu Zaid, ku tak tahu apa yang terjadi…
Dapatkah ia diharapkan hidup, atau telah mati?
Demi Allah ku tak tahu, sungguh aku hanya bertanya.
Apakah di lembah ia celaka atau di bukit ia binasa?
Di kala matahari terbit ku terkenang padanya.
Bila surya terbenam ingatan kembali menjelma.
Tiupan angina yang membangkitkan kerinduan pula
Wahai alangkah lamanya duka nestapa, diriku jadi merana…”
Menjadi Anak Angkat Rasulullah SAW
Syahdan di kala kabilah perampok yang menyerang desa Bani
Maan berhasil dengan rampokannya, mereka pergi menjualkan barang-barang dan
tawanan hasil rampokannya ke pasar Ukadz yang sedang berlangsung kala itu. Si
kecil Zaid dibeli oleh Hakim bin Hizam dan kemudian hari diberikan kepada saudaranya
Siti Khadijah. Saat itu Khadijah ra telah menjadi istri Rasulullah SAW sebelum
diangkat menjadi rasul. Zaid kemudian
menjadi pelayan Rasulullah SAW.
Zaid dimerdekakan, dididik dan dibesarkan sebagaimana anak
sendiri oleh Rasulullah SAW. Sampai suatu
hari kabilah dari desa Haristah tiba berhaji di Mekah. Mereka menyampaikan
kerinduan ayah Zaid kepadanya. Zaid lalu
meminta kabilah menyampaikan pesannya bahwa ia telah tinggal bersama orang yang
paling mulia.
Mengetahui dimana keberadaan anaknya, Haritsah menyusul Zaid
ke Mekah. Ia bertemu dengan Nabi SAW yang kala itu belum menjadi seorang rasul
tapi telah digelari Muhammad Al Amin, yang terpercaya. Ia berkata, “Wahai Ibnu Abdul Mutthalib, wahai
putra dari pemimpin kaumnya, Anda termasuk penduduk Tanah Suci yang biasa
membebaskan orang tertindas, yang suka memberi makanan para tawanan. Kami datang
ini kepada Anda hendak meminta anak kami, sudilah kiranya menyerahkan anak itu
kepada kami dan bermurah hatilah menerima uang tebusannya seberapa adanya.”
Berkata Nabi SAW kepada Haritsah, “Panggilah Zaid itu ke
sini, suruh ia memilih sendiri. Seandainya dia memilih Anda, maka akan saya
kembalikan kepada Anda tanpa tebusan. Sebaliknya jika ia memilihku, maka demi
Allah aku tak hendak menerima tebusan dan tak akan menyerahkan orang yang telah
memilihku.”
“Benar-benar Anda telah menyadarkan kami dan Anda beri pula
keinsafan di balik kesadaran itu,” kata Haritsah.
Zaid kemudian dipanggil dan ditanya pilihannya. “Tahukah
engkau siapa orang-orang ini?” Tanya
Rasulullah kepada Zaid. “Ya saya tahu, yang ini ayahku dan satunya lagi
pamanku,” jawab Zaid. Lalu Zaid ditanya kepada siapa ia hendak tinggal. Tanpa
berpikir panjang Zaid menjawab, “Tak ada orang pilihanku kecuali Anda. Anda
adalah ayah dan Andalah pamanku,” ungkap Zaid kepada Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW begitu terharu. Demikian pula ayahnya
Haritsah. Ia merelakan anaknya karena tahu Zaid berada di tangan yang
benar. Zaid dibawa keluar oleh
Rasulullah SAW yang saat itu berkata kepada orang-orang Quraisy yang sedang
berkumpul, “Saksikan oleh kalian semua, bahwa mulai saat ini, Zaid adalah
anakku yang menjadi ahli warisku dan aku menjadi ahli warisnya.”
Haritah kemudian kembali ke kampungnya. Walaupun tak lagi
membawa anaknya pulang, kali ini hatinya telah tentram.
Ayat Tentang Anak Angkat
Demikianlah Zaid tumbuh di bawah pengawasan Rasulullah SAW,
yang kemudian menjadi salah seorang paling awal masuk Islam. Ia kemudian
menikah dengan Zainab namun kehidupan rumah tangga mereka tak bertahan lama.
Zainab kemudian dinikahi oleh Rasulullah SAW lalu mencarikan Zaid istri yang
lain. Zaid menikah dengan Ummu Kaltsum binti Ugbah.
Lantaran peristiwa tersebut, maka beredarlah berita-berita
tak sedap di kalangan muslim kota Madinah. Mereka melihat Rasulullah SAW telah
menikahi mantan istri anak angkatnya sendiri.
Perdebatan itu diakhiri langsung oleh Allah SWT dengan menurunkan ayat
yang memperbolehkan menikahi mantan istri seorang anak angkat yang secara
biologis tak ada hubungannya dengan ayah angkatnya.
“Muhammad bukanlah bapak dari seorang laki-laki yang ada
bersama kalian, tetapi ia adalah Rasul Allah dan Nabi penutup.” QS Al Ahzab
33:40
Selain itu, nama Zaid pun kembali menggunakan nama ayah
kandungnya menjadi Zaid bin Haritsah.
Komandan Perang yang Gugur
Ummil Mukminin, Aisyah ra mengatakan tentang Zaid, “Setiap
Nabi mengirimkan Zaid dalam suatu pasukan, pasti ia (Zaid) yang diangkat
menjadi pemimpinnya.”
Zaid memang menjadi komandan perang yang handal di perang Al
Jumuh, pertempuran At Tharaf, al-Ish, al-Hismi dan lainnya. Sampai akhirnya
tiba pada perang Muktah yang terkenal dimana pasukan muslimin harus menghadapi ratusan
ribu tentara Romawi.
Gerak-gerik orang-orang
Romawi dan tujuan terakhir mereka yang hendak menumpas kekuatan Islam
dapat tercium oleh Nabi SAW. Sebagai seorang ahli strategi, Nabi SAW memutuskan
untuk mendahului mereka dengan serangan mendadak daripada diserang di daerah
sendiri serta menyadarkan mereka akan keampuhan perlawanan Islam.
Pada Jumadil Ula tahun ke delapan Hijriah, tentara Islam
maju bergerak ke Balqa di wilayah Syam. Pasukan Romawi dipimpin oleh
Heraklius. Mereka mengambil tempat di
sebuah daerah bernama Masyarif dibantu oleh kabilah-kabilah dan suku badui di
perbatasan.
Rasulullah SAW memilih tiga orang penting untuk memimpin
perang ini. Pertama, Zaid bin Haritsah, kedua Jafar bin Abi Thalib dan ketiga
Abdullah bin Rawahah. Semoga ridha Allah
atas mereka. “Kalian harus tunduk kepada Zaid bi Haritsah sebagai pimpinan,
seandainya ia gugur pimpinan dipegang ileh Jafar bin Abi Thalib, dan seandainya
Jafar gugur pula maka tempatnya diisi oleh Abdullah bin Rawahah.” Demikian pesan
Rasulullah SAW kepada pasukan muslimin sebelum perang.
Kala itu pasukan Romawi berjumlah 200 ribu orang. Jumlah
sebegitu besar tidaklah menggetarkan hati muslimin yang telah teguh hatinya
itu. Gugur di jalan Allah adalah semata tujuannya.
“Sesungguhnya Allah telah membeli jiwa dan harta orang-orang
Mukmin dengan surga sebagai imbalannya.” QS At Taubah 111
Pada perang Muktah lah Zaid telah menghunuskan pedangnya
yang terakhir. Ia menghalau musuh dengan keberanian, menegakkan panji-panji
Islam dengan genggaman yang kuat. Si
kecil yang pernah terpisah dari ayah kandungnya telah menemui takdirnya sebagai
seorang syuhada. Demikianlah Allah SWT telah merencakan semuanya bagi Zaid bin
Haritsah. Ia telah gugur di jalan Allah sebelum perang Muktah usai.
Salam untukmu Zaid bin Haritsah, salam untukmu para syuhada.
Alhamdulillah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 7:Zubair bin Awwam
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 8: Abu Dzar Al Ghifari
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 9: Hudzaifah ibnul Yaman
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 10: Miqdad Bin Amr
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 11: Bilal bin Rabah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 13: Khubaib bin Adi
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 14: Abbas bin Abdul Muttalib
Kisah sahabat Rasulullah SAW 15: Abdullah bin Umar
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 16: Jafar bin Abi Thalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 17: Khalid bin Walid
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 8: Abu Dzar Al Ghifari
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 9: Hudzaifah ibnul Yaman
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 10: Miqdad Bin Amr
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 11: Bilal bin Rabah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 13: Khubaib bin Adi
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 14: Abbas bin Abdul Muttalib
Kisah sahabat Rasulullah SAW 15: Abdullah bin Umar
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 16: Jafar bin Abi Thalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 17: Khalid bin Walid
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 18: Ammar bin Yasir
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 19: Abu Hurairah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 20: Utbah bin Ghazwan
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 21: Saad bin Abi Waqqash
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 22: Khalid bin Said bin Ash
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 23: Ubadah bin Shamit
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 24: Abdullah bin Amr bin Haram
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 19: Abu Hurairah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 20: Utbah bin Ghazwan
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 21: Saad bin Abi Waqqash
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 22: Khalid bin Said bin Ash
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 23: Ubadah bin Shamit
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 24: Abdullah bin Amr bin Haram
Tidak ada komentar:
Posting Komentar