Thalhah bin Ubaidillah dijuluki si syahid yang hidup. Thalhah pada masa perang Uhud telah berani mengorbankan nyawanya demi melindungi Rasulullah SAW yang kala itu telah terluka. Lebih dari 70 tikaman tombak dan tebasan pedang melukai Thalhah demi melindungi Rasul. Namun, Thalhah yang terluka parah tetap hidup.
Al Quran menjelaskan orang-orang seperti Thalhah: “Di antara orang-orang mukmin itu terdapat sejumlah laki-laki
yang memenuhi janji-janji mereka terhadap Allah. Di antara mereka ada yang
memberikannya nyawanya, sebagian yang lain sedang menunggu gilirannya. Dan tak
pernah mereka merubah pendiriannya sedikit pun jua.” QS 33 Al Ahzab 23
Setelah membaca ayat itu Rasulullah menunjuk kepada
Thalhah Bin Ubaidillah sambil berkata:
“Siapa yang suka melihat seorang laki-laki yang masih
berjalan di muka bumi, padahal ia telah memberikan nyawanya, maka hendaklah ia
memandang Thalhah.”
Masuk Islam Dibantu Abu Bakar ra.
Dalam perjalanannya berniaga ke kota Bushra, Thalhah bertemu
dengan seorang pendeta yang amat baik. Di waktu itu sang pendeta memberi tahu
padanya, bahwa Nabi yang akan muncul di tanah Haram, sebagaimana telah
diramalkan akan segera datang. Maka tibalah Thalhah di Mekah setelah beberapa
bulan menetap di Bushra, ia mendengar bisik-bisik mengenai Muhammad Al Amin.
Thalhah bertanya kepada Abu Bakar yang baru saja pulang
dengan kafilah dan barang perniagaannya.
Setelah berbincang sejenak, Abu Bakar mengantarkan Thalhah kepada
Rasulullah SAW. Thalhah hendak berjanji
setia kepadanya sehingga menjadikannya diantara orang-orang yang pertama masuk
Islam.
Setelah masuk Islam, Thalhah yang termasuk terpandang
sebagai hartawan besar dengan perniagaan pun tak luput dari penganiayaan kaum
Quraisy. Ia dilindungi oleh Naufal bin Khuwailid, paman dari istri Rasul
Khadijah. Sampai akhirnya Thalhah pun ikut hijrah ke Madinah.
Saat perang Badar, Thalhah tak bisa turut berperang. Ia
diutus ke luar kota oleh Rasulullah SAW bersama Said bi Zaid. Sekembalinya dari
sana, mereka yang berperang juga baru tiba dari perang Badar. Meskipun tak ikut
berperang, Thalhah mendapatkan rampasan perang seperti yang lainnya.
Pelindung Rasulullah SAW di Perang Uhud
Kisah pahit peperangan Uhud terjadi ketika pasukan panah
turun meninggalkan kedudukan mereka tak menghiraukan perintah Rasulullah SAW
hanya untuk memperebutkan harta rampasan. Tiba-tiba pasukan Quraisy menyerang
dari belakang dengan mendadak. Pasukan muslim kucar-kacir. Nabi menjadi sasaran
utama dan sempat terluka.
Thalhah yang melihat bahaya menimpa Rasulullah bergerak
cepat. Ia menebas jalan, menghalau tombak, menikam pedang, demi melindungi
Nabi. Ia lompat dari kudanya, menepis pedang-pedang yang mengarah kepada
Rasulullah yang saat itu telah terluka di bagian wajahnya.
Demikianlah Thalhah sang pelindung Nabi. Berkat
ketangkasannya, ia memapah Rasulullah SAW dengan tangan kirinya, dan menebas
pedang dengan tangan kanannya. Ia
menyerang semua musyrik yang berkeliling di sekitar Rasulullah SAW yang jumlahnya
banyak.
Aisyah ra menceritakan apa yang digambarkan ayahnya Abu Bakar
Shidiq ra mengenai Thalhah:
“Itu semuanya adalah hari Thalhah! Aku adalah orang yang
mula-mula mendapatkan Abu Ubaidah Ibnul Jarrah, “Tolonglah saudaramu itu…Thalhah!”
Kami lalu menengoknya, dan ternyata pada sekujur tubuhnya terdapat lebih dari
tujuh puluh luka berupa tusukan tombak, sobekan pedang dan tancapan panah, dan
ternyata pula anak jarinya putus, maka kami segera merawatnya dengan baik.”
Thalhah Si Baik Hati
Pada semua medan tempur, Thalhah selalu berada di barisan
terdepan mencari keridhaan Allah dan membela bendera Rasul. Usai berperang di
medan laga, ia akan kembali ke pekerjaannya sebagai pedagang. Perniagaannya
selalu berkembang pesat, dan ia banyak menyumbangkan hartanya. Rasulullah
menyebutnya, “Thalhah si baik hati”.
Istri Thalhah, Su’da bin Auf bercerita mengenai suaminya.
Suatu hari ditemukannya Thalhah sedang sedih. “Ada apa?” kataku. Maka ia
menjawab, “Soal harta yang ada padaku ini, semakin banyak juga, hingga
menyusahkanku dan menyempitkanku.” Aku berkata, “Tidak jadi soal, bagi-bagikan
saja.” Lalu ia berdiri memanggil orang banyak kemudian membagi-bagikannya
sehingga tak ada yang tinggal sedirham.
Suatu kali pernah ia menjual sebidang tanah dengan harga
yang tinggi. Setelah itu, dilihatnya tumpukan uangnya dan ia menangis. “Sungguh
jika seseorang dibebani memiliki harta yang segini banyaknya dan tidak tahu apa
yang akan terjadi, pasti akan mengganggu ketentraman ibadah kepada Allah.” Thalhah kemudian berkeliling membawa hartanya
bersama sahabat dan membagi-bagikannya sampai siang sehingga tak tersisa.
Jabir bin Abdullah menggambarkan pula kepemurahan Thalhah
dengan berkata, “Tak pernah aku melihat seseorang yang lebih dermawan dengan
memberikan hartanya yang banyak tanpa diminta terlebih dahulu daripada Thalhah
bin Ubaidillah.”
Thalhah adalah seorang yang banyak berbuat baik kepada
keluarga dan kerabat. Ia menanggung nafkah mereka. Ia menanggung kebutuhan,
mencukupi belanja, menikahkan anak yatim, dan melunasi hutang orang yang
berhutang.
As Saib bin Zaid menceritakan, “Aku telah menemui Thalhah
baik dalam perjalanan maupun waktu menetap, maka tak pernah kujumpai seseorang
yang lebih merata kepemurahannya baik mengenai uang, kain atau makanan daripada
Thalhah.”
Thalhah mendapat julukan, Asy Syahidul Hayy (syahid yang hidup), Al Khair (yang
baik), Al Jauh (yang pemurah), Al
Fayyadh (yang dermawan).
Tetangga Rasulullah dalam Surga
Setelah khalifah Ustman bin Affan terbunuh, bermunculanlah
perpecahan kaum muslimin kala itu. Thalhah sempat berada dalam perpecahan dan
menjadi mereka yang membela kaum yang menuntut Khalifah Ali bin Abi Thalib atas
kematian Ustman. Namun khalifah Ali
mengingatkan Thalhah yang kala itu bersama Zubair, akan pesan Rasulullah SAW.
Ali berkata kepada Zubair yang juga didengar Thalhah. “Hai
Zubair aku minta kau jawab karena Allah. Tidakkah engkau ingatm du suatu hari
Rasulullah lewat di depanmu dan berkata kepadamu, “Wahai Zubair tidakkah engkau
cinta kepada Ali?” Maka jawabmu, “Masak aku tidak cinta kepada saudara
sepupuku, anak bibi dan anak pamanku, serta orang satu agama denganku?” Beliau
Rasulullah SAW menjawab, “Hai Zubair, demi Allah bila engkau memeranginya jelas
engkau berlaku zalim kepadanya.” Berkatalah Zubair, “Yah aku ingat, hampir aku
melupakannya. Demi Allah aku tak akan memerangimu.” Demikian kata Zubair kepada
Ali. Zubair dan Thalhah mundur dari perpecahan dan tak lagi memusuhi Ali.
Mundurnya Thalhah ini justru menjadi ancaman bagi keduanya. Mundurnya
Thalhah dan Zubair dari perpecahan yang menentang khalifah Ali harus ditebus
dengan nyawanya. Zibair dibunuh seorang yang mengikutinya bernama Amru bin
Jarmuz sedangkan Thalhah dibunuh dengan panah oleh Marwan bin Hakam.
Sewaktu Ali meninjau orang-orang yang gugur sebagai syuhada
di medan perang, semua mereka disholatkan. Tatkala ia berada di makam Thalhah
dan Zubair, ia berdiri melepas keduanya dengan kata-kata indah. “Sesungguhnya aku
amat mengharapkan agar aku bersama Thalhah dan Zubair dan Ustman, termasuk di
antara orang-orang yang difirmankan Allah:
“Dan Kami cabut apa yang bersarang dalam dada mereka dari
kebencian sebagai layaknya orang bersaudara, dan di atas pelaminan mereka
bercengkerama berhadap-hadapan…” QS Al Hijr 47
Kemudian Ali berkata, “Kedua telingaku ini telah mendengar
sendiri sabda Rasulullah SAW. Thalhah dan Zubair tetanggaku dalam surga…”
Salam untukmu Thalhah Bin Ubaidillah. Salam untukmu para syuhada.
Alhamdulillah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW yang lain:
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 12: Zaid bin Haritsah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 13: Khubaib bin Adi
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 14: Abbas bin Abdul Muttalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 15: Abdullah bin Umar
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 16: Jafar bin Abi Thalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW yang lain:
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 9: Hudzaifah ibnul Yaman
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 10: Miqdad Bin Amr
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 11: Bilal bin RabahKisah Sahabat Rasulullah SAW 10: Miqdad Bin Amr
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 12: Zaid bin Haritsah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 13: Khubaib bin Adi
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 14: Abbas bin Abdul Muttalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 15: Abdullah bin Umar
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 16: Jafar bin Abi Thalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 18: Ammar bin Yasir
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 19: Abu Hurairah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 20: Utbah bin Ghazwan
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 21: Saad bin Abi Waqqash
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 22: Khalid bin Said bin Ash
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 24: Abdullah bin Amr bin Haram
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 19: Abu Hurairah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 20: Utbah bin Ghazwan
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 21: Saad bin Abi Waqqash
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 22: Khalid bin Said bin Ash
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 24: Abdullah bin Amr bin Haram
Tidak ada komentar:
Posting Komentar