Istri yang Qanaah

Suatu kali Hasan al-Bashri bercerita, “Aku mendatangi seorang pedagang kain di Mekkah untuk membeli baju, lalu si pedagang mulai memuji-muji dagangannya dan bersumpah. Akupun meninggalkannya dan aku katakan tidaklah layak beli dari orang semacam itu, lalu akupun beli dari pedagang lain.”

Dua tahun setelah itu saat pergi berhaji, aku bertemu lagi dengan pedagang yang sama. Tapi, aku tak lagi mendengarnya memuji-muji dagangannya serta bersumpah.  Lantas aku tanyakan kepadanya, ”Bukankah engkau orang yang dulu pernah berjumpa denganku beberapa tahun lalu?” Ia menjawab, “Iya benar.”

Aku bertanya lagi, ”Apa yang membuatmu berubah seperti sekarang? Aku tidak lagi melihatmu memuji-muji dagangan dan bersumpah!”

Pedagang kain itu pun bercerita, ”Dulu aku punya istri yang jika aku datang kepadanya dengan sedikit rizki, ia meremehkannya dan jika aku datang dengan rizki yang banyak ia menganggapnya sedikit. Lalu Allah mewafatkan istriku tersebut, dan akupun menikah lagi dengan seorang wanita. Jika aku hendak pergi ke pasar, ia memegang bajuku lalu berkata:’Wahai suamiku, bertaqwalah kepada Allah, jangan engkau beri makan aku kecuali dengan yang thayyib (halal). Jika engkau datang dengan sedikit rezeki, aku akan menganggapnya banyak, dan jika kau tidak mendapat apa-apa aku akan membantumu memintal (kain).”

Demikianlah perubahan sikap si pedagang karena berubahnya tabiat istrinya di rumah. Istrinya yang qana’ah atau suka menerima dan jiwanya selalu merasa cukup tak membuat suaminya menjadi orang yang berlebih-lebihan saat berdagang. Ukuran Rizki itu terletak pada keberkahannya, bukan pada jumlahnya.

Allah berfirman dalam surat An Nur 26:
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).”

Sumber : Kitab al-Mujaalasah wa Jawaahirul ‘Ilm (5/252) karya Abu Bakr Ahmad bin Marwan
Alhamdulillah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisah Taubatnya Sang Pencuri Kain Kafan