Kisah Sahabat Rasulullah SAW 20: Utbah bin Ghazwan



Pada hari-hari pertama dimulainya dakwah Islam, saat hari dipenuhi penderitaan dan kesukaran, Utbah Bin Ghazwan telah memegang teguh suatu prinsip hidup mulia. Ia adalah orang ketujuh dari kelompok tujuh perintis bai’at berjanji setia dengan menjabat tangan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. Utbah merupakan seorang diantara muslimin pertama pergi ke Habsyi lalu turut hijrah ke Madinah.

Seorang pemanah ulung di antara sedikitnya ahli panah, berperawakan tinggi dengan muka bercahaya dan rendah hati.  Setelah pindah ke Habsyi, kerinduannya kepada Nabi SAW telah membuatnya kembali ke Mekah. Ia lalu menetap di samping Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam sampai masanya hijrah ke Madinah.

Panah dan tombak tak lepas dari dirinya semenjak kaum Quraisy melancarkan gangguan dan intimidasi kepada muslimin. Ialah pengelana, dari satu peperangan ke peperangan lainnya, bahkan hingga Rasul  wafat, ia belum menggantungkan senjatanya.  Utbah terlibat dalam perang Badar, Uhud, Khandaq, dan lain-lain termasuk Yamamah.

Diutus ke Ubullah

Keberanian dan pengalaman Utbah membuat Amirul Mukminin Umar bin Khattab yang kala itu telah diangkat menjadi khalifah mengirimnya ke Ubullah untuk membebaskan negeri itu dari orang Persia. Sewaktu melepaskan Utbah, Umar berkata:

Berjalanlah Anda bersama anak buah Anda, hingga sampai batas terjauh dari negeri Arab, dan batas terdekat negeri Persia.
Pergilah dengan restu Allah dan berkahNya, serulah ke jalan Allah siapa yang mau dan bersedia.
Dan siapa yang menolak hendaklah ia membayar pajak.
Dan bagi setiap penantang, maka pedang bagiannya, tanpa putih bulu.
Tabahlah menghadapi musuh, serta taqwalah kepada Allah Tuhanmu!”

Maka pergilah Utbah bersama pasukannya yang jumlahnya hanya 2000 ke Ubullah. Saat itu, orang-orang Persi telah menyiapkan tentara mereka yang terkuat. Utbah berdiri di depan pasukannya sambil membawa tombak. Selain pemanah ulung, Utbah juga seorang penombak yang jarang meleset.  Utbah berseru kepada tentaranya:

Allahu Akbar, shafaqa, wa’dah” (Allah Maha Besar. Dia menepati  janjiNya).

Benarlah bahwa Allah telah menepati janjiNya. Tak berapa berselang setelah pertempuran itu, Ubullah jatuh ke tangan muslim. Setelah Ubullah ditaklukkan, ia mengirim pasukan menyeberang sungai Tigris lalu menundukkan Furat, Irak, lalu Meisan dan Abarqubaz. 

Sampai akhirnya Utbah menaklukan Basrah di Irak. Di sana, Utbah membangun kota Basrah dan melengkapinya dengan sarana perkotaan, termasuk sebuah masjid. Sampai akhirnya Utbah ingin kembali ke Madinah untuk melepaskan jabatannya, namun Khalifah Umar merasa keberatan dengan pengunduran dirinya.

Maka tinggallah Utbah di Basrah beberapa lama. Ia membimbing rakyat untuk melaksanakan sholat, memberi pengeritan soal agama, menegakkan hukum dengan adil, serta memberi suri tauladan. Ia mengajarkan kesederhanaan, zuhud, dan wara. Utbah mengikis kemewahan, mengganti sikap berlebih-lebihan dengan kesederhaan hidup.
Kesederhaan Utbah

Utbah begitu sederhananya. Ia tidak membangun rumah melainkan tetap tinggal di tendanya. Ia memilih memakan nasi putih yang ditanak dan tak memilih roti dengan berbagai rasa tambahan seperti mentega, madu dan berbagai isian.  Ia sangat khawatir agamanya akan tergerus dengan kemewahan dunia.

Suatu kali Utbah berceramah di masjid di kota Basrah di tengah-tengah kaum muslimin, katanya:

Wahai umat, dunia ini akan berakhir dan kita semua akan meninggalkannya untuk tinggal di satu tempat yang tak akan musnah yaitu akhirat.  Raihlah akhirat dengan dengan niat yang terbaik.”

Utbah melanjutkan:

Demi Allah, sesungguhnya telah kalian lihat aku bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, sebagai salah seorang yang pertama kali memeluk Islam, yang tak punya makanan kecuali daun-daun kayu, sehingga bagian dalam mulut kami pecah-pecah dan luka-luka! Di suatu hari aku beroleh rezeki sehelai baju burdah, lalu kubelah dua, yang sebelah kuberikan kepada Saad bin Malik dan sebelah lagi kupakai untuk diriku.

Utbah sangat menakuti dunia yang akan merusak agamanya. Tak hanya dirinya, ia khawatir dunia pun akan merusak agama kaum muslimin. Banyak juga orang yang tak suka dan ingin merubah gayanya yang bersahaja. Semua lantaran negeri yang baru dikuasai Islam itu sudah terbiasa dengan kehidupan kerajaan yang penuh dengan kemewahan.
Utbah berucap, “Aku berlindung kepada Allah dari sanjungan orang terhadap diriku karena kemewahan dunia, tetapi kecil pada sisi Allah.”

Tak jarang ia menatap wajah-wajah sebagian penduduk negeri yang terbiasa dengan kemewahan melihatnya dengan pandangan tak suka. Utbah berkata kepada mereka, “Besok lusa akan kalian lihat pimpinan pemerintahan dipegang orang lain menggantikan diriku.”

Mengundurkan Diri

Pada suatu musim haji, Utbah mewakilkan pemerintahan Basrah kepada seorang teman yang dapat dipercaya. Ia lalu pergi ke Mekah menunaikan haji. Setelah itu, ia tak kembali ke Basrah melainkan ke Madinah. Akhirnya Utbah bertemu dengan Amirul Mukminin, Umar bin Khattab dan meminta sekiranya ia diperkenankan mengundurkan diri sebagai petinggi di Basrah.

Namun, Umar tak mengizinkan Utbah.  Umar tak ingin kepemimpinan digantikan orang lain karena ia yakin bahwa Utbahlah yang paling cocok lantaran sifat zuhudnya. Khalifah Umar berkata, “Apakah kalian hendak menaruh amanat di atas pundakku? Kemudian kalian tinggalkan aku memikulnya seorang diri? Tidak, demi Allah, tidak kuizinkan selama-lamanya.” Demikianlah ketegasan sifat khalifah Umar.

Utbah pun mentaatinya sebagai seorang pemimpin. Ia pun hendak kembali ke Basrah dan menaiki kudanya. Namun, sebelum naik ke atas punggung kudanya, Utbah menegadahkan tangan dan berdoa agar ia tak kembali lagi ke Basrah untuk selama-lamanya. “Ya Allah jangan kembalikan aku ke Basrah, jangan kembalikan aku ke Basrah.”

Tak berapa lama berselang,  setelah ia keluar dari kota Madinah, untanya tersungkur. Utbah terjatuh sehingga menyebabkan kematiannya.  Doa Utbah diperkenankan Allah azza wajalla. Maut datang menjemputnya. Ia yang telah menolak dunia, akhirnya kembali ke pangkuan Sang Pencipta.

Salam untukmu Utbah bin Ghazwan, semoga ridha Allah atasmu.

Alhamdulillah

Kisah sahabat lainnya...
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 7:Zubair bin Awwam
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 8: Abu Dzar Al Ghifari
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 9: Hudzaifah ibnul Yaman
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 10: Miqdad Bin Amr
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 11: Bilal bin Rabah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 12: Zaid bin Haritsah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 13: Khubaib bin Adi
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 14: Abbas bin Abdul Muttalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 15: Abdullah bin Umar
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 16: Jafar bin Abi Thalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 17: Khalid bin Walid
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 18: Ammar bin Yasir
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 19: AbuHurairah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 20: Utbah bin Ghazwan
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 21: Saad bin Abi Waqqash
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 23: Ubadah bin Shamit
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 24: Abdullah bin Amr bin Haram

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisah Taubatnya Sang Pencuri Kain Kafan