Kisah Sahabat Rasulullah SAW 11: Bilal bin Rabah

“Saya ini adalah seorang budak Habsyi…dan kemarin saya seorang budak belian.” Demikianlah penuturan Bilal bin Rabah sambil pipinya membasah mengenang dirinya masa lalu. Kalau bukanlah karena jasa Abu Bakar, tidaklah ia menjadi sahabat Rasulullah SAW dan muadzin yang pertama dalam Islam.

Bilal dulunya hanya seorang budak. Namun, tanyakanlah kepada sekian banyak muslim saat ini siapa yang tidak mengenalnya.  Seorang budak yang saat masuk Islam harus disiksa tuannya dengan tindihan batu dan ia meneriakkan kata, “Ahad! Ahad!”

Tanpa Islam, Bilal bin Rabah yang hanya seorang budak itu bukanlah siapa-siapa, seseorang yang tak berharga, tertindas dan terinjak. Tanpa Islam, tak akan mungkin kedudukan harkat dan martabatnya terangkat menjadi sorotan dalam sejarah. Tanpa Islam, hitam warna kulitnya tak membuatnya lebih terkenal dari tokoh-tokoh yang lebih kaya dan tampan.

Bilal adalah budak dari Bani Jumah di Mekah. Hari-harinya sebagai budak berlalu tanpa menyisakan harapan untuk hari esok. Ia mengenal Nabi Muhammad SAW dari cerita-cerita tuannya sendiri, Umayah bin Khalaf.  Obrolan tuannya dengan sesama Bani Jumah yang penuh kebencian  pada Rasulullah SAW.

Tapi, pembicaraan yang penuh kebencian itu malah semakin meneguhkan hati Bilal akan keberadaan Nabi SAW.  Sampai akhirnya ia mengikrarkan dirinya sebagai seorang Islam kepada Rasulullah SAW secara diam-diam. Namun, lama kelamaan beritanya  tersebar.

Tentulah berkobar kemarahan Umayah mendengar hal tersebut. “Matahari yang terbit hari ini takkan tenggelam dengan Islamnya budak durhaka itu!”  

Siapalah Bilal itu sampai berani menentang tuannya? Juga, siapakah Bilal yang hanya seorang budak, sangatlah mudah bagi tuannya untuk menyiksanya?  Dibaringkan tanpa sehelai pakaian di atas pasir panas sepanas bara, lalu dijatuhkan batu besar di atas dadanya. Siapakah Bilal yang bisa melawan semua siksaan itu?

Ya, siapakah Bilal yang bisa melawannya kalau bukan karena ada iman yang bersarang didadanya?  “Teriakkan Lata dan Uzza!”  Hardik kafirin yang menyiksanya.  Maka Bilal pun berteriak, “AHAD!”

Siapakah budak kulit hitam itu yang setelah ditindih batu dalam panasnya mentari, lalu diarak keliling bukit-bukit dengan tali pada leher dan badannya.  Diteriaki anak-anak dan dicemooh keliling Mekah.  Siapakah laki-laki yang tetap mengucapkan Ahad, walaupun dijanjikan akan diberi keringanan hukuman keesokan harinya?

“Kesialan apa yang menimpa kami disebabkanmu, hai budak celaka! Demi Tuhan Lata dan Uzza, akan kujadikan kau sebagai contoh bagi bangsa budak dan majikan-majikan mereka!” Umayah berteriak lalu meninju badan budak yang tak lagi bertenaga.

Tak ayal segala daya dilakukan Umayah. Ia menyuruh orang untuk berpura-pura kasihan pada Bilal. Mereka membujuk Bilal untuk meninggalkan Islam dengan berbagai tawaran indah.  Maka lagi-lagi keesokannya Bilal di bawa ke padang pasir yang panas untuk mendapatkan siksaan yang sama.

Pada saat siksaan yang menderanya hampir mencapai puncaknya di hari yang panas itu, tiba-tiba datanglah Abu Bakr As Shidiq ra. “Apakah kalian akan membunuh seorang laki-laki karena mengatakan bahwa Tuhanku ialah Allah?” Abu Bakr menghampiri Umayah lalu katanya, “Terimalah ini untuk tebusannya, lebih tinggi dari harganya dan bebaskan dia!”

“Bawalah dia, Demi Lata dan Uzza, seandainya harga tebusannya tak lebih dari satu ugia, pastilah ia akan kulepaskan juga,” kata Umayah. “Demi Allah, andainya kalian tak hendak menjualnya kecuali seratus ugia, pastilah akan kubayar juga,” ujar Abu Bakr.

Demikianlah Allah telah membebaskan Bilal melalui Abu Bakr ra.  Bilal berada bersama orang-orang muslim yang dicintainya, menikmati kemerdekaannya dari budak. Meninggalkan kenestapaan, dan turut berhijrah bersama Rasulullah SAW ke Madinah.  Sampai akhirnya perintah sholat turun, dan Bilal ditunjuk sebagai muadzin pertama.

Bilal di Perang Badar


Umayah bin Khalaf yang merupakan majikan Bilal sebenarnya tidak mau turut berperang di Badar. Namun, suatu hari datanglah pemuka kaum Quraisy yang sangat mendorong adanya perang yaitu Ughbah bin Abi Muith kepadanya.  “Hai Abu Ali, terimalah dan gunakanlah pedupaan ini, karena kamu tak lebih dari seorang wanita,” kata Ughbah.

“Keparat, apa yang yang kau bawa ini?” teriak Umayah dengan geramnya. Tak dapat mengelak akhirnya Umayah turut perang Badar. Ughbah juga yang dahulu mendorong Umayah menyiksa Bilal sebelum menyuruhnya berperang.

Maka berkecamuklah perang Badar. Pada suatu saat telah ditakdirkan Allah, Ughbah akhirnya terbunuh di tangan Bilal. Sementara itu, Umayah yang ketakutan meminta perlindungan dari Abdurahman bin Auf agar menjadikannya tawanan dan menyelamatkan nyawanya. Namun, hal tersebut terlihat oleh Bilal. “Ini dia, gembong kekafiran, Umayah bin Khalaf, biar aku mati daripada orang ini selamat,” terial Bilal.

 “Hai Bilal dia tawananku,” ujar Abdurrahman. “Tawanan? Padahal pertempuran masih berkobar dan peperangan masih berputar,” kata Bilal. Sambil menatap kepada kaum muslim lain, Bilal berteriak, “Hai Pembela-pembela Allah, ini dia gembong orang kafir, Umayah bin Khalaf! Biar aku mati daripada dia lolos.” Berdatanglah pasukan muslimin kala itu dan Abdurrahman bin Auf tak lagi bisa melindunginya. Umayah tewas di perang Badar.

Adzan di Kabah


Saat penaklukan Mekah, Bilal masuk ke dalam Kabah bersama Rasulullah SAW. Lebih dari 300 buah berhala ditemukan di dalamnya. Segeralah Rasulullah SAW menghancurkan berhala-berhala tersebut, terutama berhala yang menggambarkan nabi Ibrahim sedang main judi.

Setelah membersihkan berhala, Rasulullah  SAW menyuruh Bilal naik ke bagian atas masjid untuk mengumandangkan adzan. Itulah adzan pertama yang berkumandang di Mekah.  Setiap yang ada di situ memperhatikan dengan seksama apa yang Bilal akan lakukan. Semuanya hening dan tenang menunggu.  Sementara kaum musyrik yang bersembunyi di rumah-rumah mereka bertanya-tanya dalam hati sama-sama menanti.

Berkumandanglah adzan yang merdu menaungi Kabah dan sekitarnya.

Tiga orang bangsawan Quraisy berpandang-pandangan. Mereka adalahAbu Sufyan bin Harb, yang baru saja masuk Islam, Attab bin Useid serta Harits bin Hisyam yang belum masuk Islam. Mata mereka tertuju kepada Bilal yang menginjak-injak berhala lalu mengumandangkan adzan.

Attab berkata, “Sungguh Useid dimuliakan Allah, ia tidak mendengar sesuatu yang amat dibencinya.” Lalu Harits berkata, “Demi Allah, seandainya saya tahu bahwa Muhammad SAW itu di pihak yang benar pastilah saya paling dahulu akan mengikutinya.”

Abu Sufyan yang menukas pembicaraan kedua orang temannya itu, “Saya tak hendak mengatakan sesuatu karena seandainya saya berkata, pastilah akan disebarkan oleh kerikil-kerikil ini.”
Saat Rasulullah SAW berlalu meninggalkan Kabah, beliau menghampiri mereka, “Saya tahu apa yang telah kalian katakan tadi.” Setelah Rasulullah mengungkapkan apa yang telah mereka katakana, berkata Harits dan Attab, “Kami menyaksikan bahwa Anda adalah Rasulullah. Demi Allah tak seorang pun mendengarkan pembicaraan kami sehingga kami bisa menuduhnya telah menyampaikannyua kepada Anda.”

Setelah itu lalulah Bilal di hadapan mereka. Teringatlah kembali orang mereka pidato Rasulullah SAW yang baru disampaikan:

“Hai golongan Quraisy! Allah telah melenyapkan daripada kalian kesombongan jahiliyah dan kebanggaan dengan nenek moyang! Manusia itu dari Adam, sedang Adam dari tanah!”
Menangis Mengingat Rasulullah SAW

Sepanjang hidupnya Bilal tak berubah dari keserdahanaan. “Saya seorang Habsyi yang kemarin menjadi budak belian,” demikianlah Bilal mengingat-ingat dirinya dahulu agar bisa mensyukuri kebaikan nasibnya.  Saat meminang gadis pun Bilal selalu bersikap mulia dan rendah hati.

“Saya ini Bilal, dan ini saudara saya, kami berasal dari budak bangsa Habsyi. Pada mulanya kami berada dalam kesesatan kemudian diberi petunjuk Allah, dahulu kami budak-budak belian lalu dimerdekakan oleh Allah. Jika pinangan kami Anda terima Alhamdulillah, segalam puji bagi Allah, dan seandainya Anda tolak, maka Allahu Akbar, Allah Maha Besar.”

Setelah Rasulullah SAW tiada, Bilal sudah tak berkeinginan lagi menjadi muadzin. Ia meminta kepada Umar bin Khattab untuk pergi ke Syria untuk berjuang di medan perang. Umar memintanya untuk tetap menjadi muadzin namun Bilal tak sanggup mengumandangkan adzan terutama pada kalimat syahadat yang kedua.  Ia akan sedih mengingat Rasulullah SAW telah tiada sehingga suaranya tercekat di tenggorakan.

Suatu kali Umar bin Khattab berkunjung ke Syria, dan meminta Bilal mengumandangkan adzan. Bilal memenuhi permintaan Umar dan itulah adzan Bilal yang terakhir. Saat sampai pada kalimat asyhadu anna Muhammadar Rasulullah…..Bilal mulai mencucurkan air mata. Memandang itu, menangislah semua yang memandanginya, dan tangisan terkeras terdengar dari khalifah Umar bin Khattab.


Bilal berpulang ke rahmatullah di Syria sebagai pejuang di jalan Allah. Semoga rahmat dan karunia Allah melimpah ruah kepada Bilal bin Rabah. 

Burung Hijau

Jiwa mereka yang gugur di jalan Allah Subhana wa ta’ala bebas pergi kemana saja di surga.




QS Ali Imran 169
Bismillahi Rahmaani Rahiim

Janganlah kamu mengira bahwa orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Rabbnya dengan mendapat rezki.

Shodaqollahul’aziim.

Berkata Masruq, katanya mereka bertanya kepada Abdullah tentang ayat Al Quran: “Janganlah kamu mengira bahwa orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Rabbnya dengan mendapat rezki.” Ia mengatakan bahwa pernah bertanya pada Rasulullah SAW yang bersabda:

“Jiwa mereka yang gugur di jalan Allah berada di dalam burung-burung hijau yang tempat tinggalnya di sebuah tempat lampu yang tergantung pada singgasana Allah yang Maha Besar. Mereka makan buah-buahan surga dari mana saja mereka inginkan dan akan beristirahat di tempat lampu tersebut.

Suatu saat sang Rabb memperhatikan mereka dan bertanya apakah mereka memerlukan apapun. Mereka mengatakan, “Apa lagi yang kami inginkan selain apa yang telah diberikan. Kami bisa makan buah-buahan surga dari mana saja yang kami sukai.”

Rabb mereka bertanya pertanyaan yang sama tiga kali. Saat mereka sadar bahwa mereka akan terus ditanya jika tidak menjawabnya, mereka berkata, “Oh Tuhanku, kami berharap sekiranya Engkau mau mengembalikan jiwa kami ke tubuh kami sehingga kami bisa mati gugur sekali lagi.” Setelah itu barulah sang Rabb meninggalkan mereka dalam kesenangan surga.” Hadist Riwayat Muslim 1887

Salam bagimu wahai syuhada, semoga Allah memperkenankan kita bertemu dengan mereka kelak. Aamiin.

Alhamdulillah

Kisah Sahabat Rasulullah SAW 10: Miqdad Bin Amr

Seorang penunggang kuda yang pertama-tama dalam pasukan Islam, dialah Miqdad bin Amr. Seorang filsuf yang ucapannya teguh, pembangkit semangat kepahlawanan serta dicintai Allah SWT dan RasulNya. Teringat Miqdad, teringat pulalah pada Al Quran Surat 5 Al Maidah ayat 24, serta buah pikirnya atas ayat ini.

"Mereka berkata, 'Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja." QS Al Maidah 24. Ayat ini menceritakan keengganan kaum Bani Israil saat diminta oleh nabi Musa untuk membantunya mengambil alih Palestina.

Sebelum terjadinya perang Badar, jumlah kaum muslimin masih sangat sedikit. Tak memiliki pengalaman perang sama sekali sementara jumlah kaum Quraisy begitu besar, ditambah dengan ketekadan dan kesombongannya.

Rasulullah SAW berkumpul dengan para sahabat. Setiap orang yang berkumpul di situ akan ditanya satu persatu pendapat mereka mengenai perang pertama yang akan dihadapi. Sebelum terjadi pembicaraan, Miqdad telah khawatir bila ada yang mengajukan keberatan sehingga menyurutkan semangat, maka ia telah bersiap untuk menjadi yang awal bicara.

Pertama yang berbicara adalah Abu Bakr Shidiq ra dengan kata-kata yang menentramkan hati. Lalu dilanjutkan oleh Umar bin Khattab ra. Selanjutnya, Miqdad lah yang angkat bicara. Inilah juga buah pikirnya atas surat Al Maidah 24 yang diamalkannya dalam perkataan dan perbuatan:

"Ya, Rasulullah...Teruslah laksanakan apa yang dititahkan Allah, dan kami akan bersama Anda!
Demi Allah, kami tidak akan berkata seperti yang dikatakan Bani Israil kepada Musa, 'Pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah, sedang kami akan duduk menunggu di sini'.
Tetapi kami akan mengatakan kepada Anda, 'Pergilah Anda bersama Tuhan Anda  dan berperanglah, sementara kami ikut berjuang di samping Anda!'
Demi yang telah mengutus Anda membawa kebenaran, seandainya Anda membawa kami melalui lautan lumpur, kami akan berjuang bersama Anda dengan tabah hingga mencapai tujuan, dan kami akan bertempur di sebelah kanan dan di sebelah kiri Anda, di bagian depan dan di bagian belakang Anda, sampai Allah memberi Anda kemenangan!"

Demikianlah kata-kata Miqdad bin Amr yang terkenal itu dan masih terekam sampai sekarang. Jika bukan karena kata-kata ini, maka tak akan pernah ada perjuangan, perang yang begitu bergelora dari pasukan muslimin dengan tak gentarnya melawan para musuh Allah dan RasulNya. Demikianlah teguh keimanannya mengalahkan rasa takut sehingga menyulutkan sikap kepahlawanan.

"Wahai Rasulullah... Sungguh kami telah beriman kepada Anda dan membenarkan Anda, dan kami saksikan bahwa apa yang Anda bawa itu adalah benar, serta untuk itu kami telah ikatkan janji dan padukan kesetiaan kami.
Maka majulah wahai Rasulullah laksanakan apa yang Anda kehendaki, dan kami akan bersama Anda!
Dan demi yang telah mengutus Anda membawa kebenaran, sekiranya Anda membawa kami menerjuni dan mengarungi lautan ini, akan kami terjuni dan arungi, tidak seorang pun di antara kami yang akan berpaling dan tidak seorang pun yang akan mundur untuk menghadapi musuh.
Sungguh kami akan tabah dalam peperangan, teguh dalam menghadapi musuh dan semoga Allah akan memperlihatkan kepada Anda perbuatan kami yang berkenan di hati Anda. Nah, kerahkanlah kami dengan berkat dari Allah."

Tak ada yang lain selain kegembiraan yang diterima Rasulullah SAW atas pernyataan Miqdad bin Amr.

Siiruu wa absiruu. "Berangkatlah dan besarkanlah hati kalian."  Demikianlah disampaikan baginda Rasulullah SAW kepada kaum muslimin kala itu.

Maka berperanglah kaum muslimin yang hanya 300-an di perang Badar melawan 1400 orang pasukan kafir. Anggota pasukan berkuda hanya tiga orang saja, Miqdad bin Amr, Marstsad bin Abi Martsad dan Zubair bin Awam. Sementara pejuang lainnya berjalan kaki dan mengendarai unta.

Ketika membicarakan Miqdad, sang ksatria dari Hawari itu, para sahabat dan teman sejawatnya berkata, "Orang yang pertama memacu kudanya dalam perang sabil ialah Miqdad Ibdul Aswad." Miqdad yang termasuk orang pertama masuk Islam atau orang ketujuh menyatakan keislamannya secara terbuka, dulunya memiliki nama belakang Ibnul Aswad yaitu nama bapak angkatnya. Karena tidak lagi diperbolehkan secara agama, maka digantilah kembali nama belakangnya sesuai nama bapak kandungnya, Amr bin Saad.

Sahabat Rasulullah SAW, Abdullah bin Masud yang terkenal pernah mengatakan mengenai Miqdad, "Saya telah menyaksikan perjuangan Miqdad, sehingga saya lebih suka menjadi sahabatnya daripada segala isi bumi ini..."


Filsuf  dan Ahli Pikir



Miqdad adalah seorang filsuf dan ahli pikir. Hikmat dan filsafat tidak saja terkesan dari ucapannya semata, tetapi terutama pada prinsip-prinsip hidup yang kukuh dan perjalanan hidup yang tulus dan lurus.

Saat kembali dari sebuah tugas sebagai Amir di suatu daerah, Rasulullah SAW bertanya kepada Miqdad, "Bagaimana pendapatmu menjadi Amir?"

Maka dengan penuh kejujuran dijawabnya, "Anda telah menjadikan daku menganggap diri di atas semua manusia sedang mereka berada di bawahku. Demi yang telah mengutus Anda membawa kebenaran, semenjak saat ini saya tak berkeinginan menjadi pemimpin, sekalipun untuk dua orang untuk selama-lamanya."

Miqdad adalah seorang pemikir yang selalu mempertimbangkan apa yang dilakukannya. Ia menolak untuk bermegah-megah dan menolak jabatan sebagai Amir. "Orang yang berbahagia adalah orang yang dijauhkan dari fitnah," demikianlah hadist dari Rasulullah SAW yang selalu diulang-ulangnya. Sebuah jabatan baginya tidak lebih dari sebuah fitnah yang menyesakkan hati.

Pola pikirnya telah menghasilkan sikap hati-hati dan tidak tergesa-gesa, terutama dalam menjatuhkan putusan atas seseorang. Miqdad selalu teringat pesan Rasulullah SAW, "Bahwa hati manusia lebih cepat berputarnya daripada isi periuk di kala menggeletak."

Pada suatu hari duduklah beberapa orang di dekat Miqdad. Lewatlah seorang lelaki dan berkata pada Miqdad, "Sungguh berbahagialah kedua mata ini yang telah melihat Rasulullah SAW, demi Allah, seandainya kami dapat melihat apa yang Anda lihat dan menyaksikan apa yang Anda saksikan..."

Miqdad menghampirinya dan berkata,
"Apa yang  mendorong kalian untuk ingin menyaksikan peristiwa yang disembunyikan Allah dari pengelihatan kalian, padahal kalian tidak tahu apa akibatnya bila sempat menyaksikannya?
Demi Allah, bukankah di masa Rasulullah SAW banyak orang yang ditelungkupkan Allah mukanya ke neraka jahanam?
Kenapa kalian tidak mengucapkan puji kepada Allah yang menghindarkan kalian dari malapetaka seperti yang menimpa mereka itu, dan menjadikan kalian sebagai orang-orang yang beriman kepada Allah dan Nabi kalian?"

Demikianlah pemikiran Miqdad. Setiap orang pasti ingin hidup di masa Rasulullah SAW. Tapi pada jaman Nabi SAW pun ada orang yang tetap kafir masuk neraka. Maka, daripada berandai-andai bisa hidup di jaman Rasulullah SAW, lebih baik bersyukur dan memuji Allah SWT di jaman kapanpun kita hidup.

Pada suatu ketika, Miqdad keluar bersama rombongan tentara yang sewaktu-waktu dapat dikepung oleh musuh. Komandan mengeluarkan perintah agar tidak seorang pun menggembalakan hewan tunggangannya. Tetapi salah seorang anggota tidak mengetahui larangan tersebut sehingga diberi hukuman. Namun, hukuman itu terlalu berat.

Orang itu menangis sambil berteriak-teriak. Miqdad mengambil tangannya untuk dibawanya menghadap komandan. Ia tak segan membela orang yang tertindas saat menerima ketidakadilan. Setelah mengetahui duduk perkaranya, terungkaplah juga kesalahan sang komandan.

"Biar mati, asal Islam tetap jaya!" Begitulah semboyan Miqdad bim Amr. Prinsip yang selalu diwujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kejayaan yang walaupun harus dibalas dengan nyawa sekalipun. Kiranya Miqdad telah memperoleh kehormatan dari Rasulullah SAW dan menerima ucapan,

"Sungguh Allah telah menyuruhku untuk mencintai empat orang dan Allah telah menyampaikan pesanNya bahwa mencintai mereka. Mereka adalah Ali, Al Miqdad, Abu Dzar al Ghifari, dan Salman Al Farisi."

Semoga penghormatan dilimpahkan atasmu di akhirat Miqdad bin Amr. Semoga Allah menurunkan semangat kepahlawanan Miqdad di hati para pejuang dan pembela Islam yang menjadi penerusnya.

Alhamdulillah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 7:Zubair bin Awwam
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 8: Abu Dzar Al Ghifari
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 9: Hudzaifah ibnul Yaman
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 11: Bilal bin Rabah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 12: Zaid bin Haritsah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 13: Khubaib bin Adi
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 14: Abbas bin Abdul Muttalib
Kisah sahabat Rasulullah SAW 15: Abdullah bin Umar
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 16: Jafar bin Abi Thalib

Memilih Pemimpin atau Wali Menurut Al Quranul Karim

Al Quran diturunlah Allah Azza wa Jalla sebagai petunjuk bagi umat manusia. Salah satu petunjuk tersebut diberikan bagi kaum muslimin untuk memilih pemimpin atau wali, orang kepercayaan. Berikut beberapa ayat Al Quranul Karim yang memuat petunjuk bagaimana memilih pemimpin atau wali bagi seorang muslim. 

Bismillahi Rahmaani Rahiim

SATU
Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu). QS 3 Ali Imran 28






DUA
Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong, QS 4 An Nissa 89




TIGA
(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. QS 4 An Nissa 139



EMPAT
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)? QS 4 An Nissa 144


LIMA
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. QS 5 Al Maidah 51


ENAM
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman. QS 5 Al Maidah 57


TUJUH
Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik. QS 5 Al Maidah 81


DELAPAN
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. QS 9 At Taubah 23


SEMBILAN
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus. QS 60 Al Mumtahanah 1


Shodaqollahul'azim. Maha Benar Allah dengan segala firmanNya yang dapat kita ikuti.

Alhamdulillah

Ciri-Ciri Orang Bertaqwa

Orang yang meminta ampun kepada Allah dan mengerjakan amalan yang diperintahkan akan dibalasi surga yang kekal sebagai balasan yang sebaik-baiknya.

Qs Ali Imran 133-136

Bismillahi Rahmaani Rahiim

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (133)

(yaitu):
- orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, 
- dan orang-orang yang menahan amarahnya 
- dan memaafkan (kesalahan) orang. 
Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.(134)

- Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? 
- Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.(135)

Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.(136)

Shodaqollahul'azim

Semoga Allah Subhana wata'ala menerima ampunan kita dan kita selalu dilimpahi keihlasan mengerjakan amal yang diperintahkanNya. Amin.

Alhamdulillah

Kisah Sahabat Rasulullah SAW 9: Hudzaifah Ibnul Yaman

Kota Madain sedang ramai menunggu kedatangan seorang wali negeri mereka yang baru saja diangkat oleh Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra. Mereka mendengar wali mereka itu seorang yang sholeh, bertaqwa, dan berjasa membebaskan Iraq. Namun, tiba-tiba yang muncul seorang yang hanya menunggang keledai. Kain alas duduknya lusuh, sambil makan roti dan garam. 

Orang-orang mengerumuninya. Hudzaifah pun menatap air muka para penduduk. Mereka diam seolah ingin mendengarkan perkataannya. 

"Jauhilah oleh kalian tempat-tempat fitnah!" kata Hudzaifah lantang. 
Salah seorang dari penduduk bertanya, "Dimanakah tempat-tempat fitnah itu wahai Abu Abdillah?"

Hudzaifah pun menjawab," Pintu-pintu rumah pembesar. Seorang di antara kalian masuk menemui mereka dan mengatakan ucapan palsu serta memuji perbuatan baik yang tak pernah mereka lakukan."

Demikianlah ucapan Hudzaifah ketika pertama kali diangkat menjadi wali negeri di kota Madain. Penduduk pun memandang wali mereka itu dengan kesan pertama sebagai orang yang tak mau ada celah sedikitpun terhadap kemunafikan. 


Kebaikan dan Kejahatan


Hudzaifah adalah seorang yang anti kemunafikan. ia bersama saudaranya, Shafwan, menemani bapaknya menghadap Rasulullah SAW dan ketiganya masuk Islam. Semenjak masuk Islam, ia mempelajarinya langsung dari Nabi, dan tak ada persoalan hidupnya yang disembunyikannya. Ia adalah orang yang jujur dan mudah baginya untuk membaca tabiat atau air wajah orang lain. 

Hudzaifah pandai mengenal karakter dan sifat manusia. Ia pandai menebak wajah dan apa yang tersembunyi dalam hati mereka. Hal inilah yang diandalkan oleh khalifah Umar bin Khattab ketika memilihnya. Itu lantaran ia sebelumnya telah lama bergaul dengan orang yang jahat dan munafik sehingga mudah mengenalinya. Hudzaifah menuturkan:

"Orang-orang menanyakan kepada Rasulullah SAW tentang kebaikan, tetapi saya menanyakan kepadanya tentang kejahatan, karena takut akan terlibat di dalamnya. 
Pernah ku bertanya, "Wahai Rasulullah, dulu kita berada dalam kejahiliyahan dan diliputi kejahatan, lalu Allah mendatangkan kepada kita kebaikan ini, apakah di balik kebaikan ini ada kejahatan?"
"Ada," jawab Rasulullah SAW. 
"Kemudian setelah kejahatan masih ada lagi kebaikan?" tanyaku pula.
"Memang tapi kabur dan bahaya," jawab Rasulullah SAW.
"Apa bahaya itu?" 
"Yaitu segolongan umat mengikuti sunnah bukan sunnahku, dan mengikuti petunjuk bukan petunjukku. Kenalilah mereka olehmu dan laranglah."
"Kemudian setelah kebaikan tersebut masihkah ada kejahatan?" tanyaku pula.
"Masih," jawab Nabi. "Yakni para tukang seru di pintu neraka. Barangsiapa menyambut seruan mereka akan mereka lemparkan ke neraka!"
Lalu kutanyakan kepada Rasulullah SAW, "Ya Rasulullah, apa yang harus saya perbuat bila saya menghadapi hal demikian?"
Jawab Rasulullah SAW, "Senantiasa mengikuti jamaah kaum muslimin dan pemimpin mereka."
"Bagaimana kalau mereka tidak punya jamaah dan tidak pula pemimpin?"
"Hendaklah kamu tinggalkan golongan itu semua, walaupun kamu akan tinggal di rumpun kayu sampai kamu menemui ajal dalam keadaan demikian."


Musuh Kemunafikan


Hudzaifah ibnu Yaman menempuh kehidupan dengan mata terbuka dan hati waspada terhadap sumber fitnah dan liku-likunya demi menjaga diri dan memperingatkan manusia terhadap bahayanya. Laksana seorang filsuf, ia berkata:

"Sesungguhnya Allah Ta'ala telah membangkitkan Muhammad SAW, maka diserunya manusia dari kesesatan kepada kebenaran, dari kekafiran kepada keimanan. Lalu yang menerima mengamalkannyalah, hingga dengan kebenaran itu yang mati menjadi hidup dan dengan kebatilan yang hidup menjadi mati. Kemudian masa kenabian berlalu, dan datang masa kekhalifahan menurut jejak beliau, dan setelah itu tiba di jaman kerajaan yang durjana.
Di antara manusia ada yang menentang, baik dengan hati dan lisannya tanpa mengikutsertakan tangannya, maka golongan ini telah meninggalkan suatu cabang dari yang haq.
Dan ada pula yang menentang dengan hatinya semata, tanpa mengikutsertakan tangan dan lisannya, maka golongan ini telah meninggalkan dua cabang dari yang haq.
Dan ada pula yang tidak menentang, baik dengan hati maupun dengan tangan serta lisannya, maka golongan ini adalah mayat-mayat bernyawa."

Hudzaifah juga berbicara tentang hati dan mengenai kehidupannya yang beroleh petunjuk dan yang sesat, katanya:

"Hati itu ada empat macam.
Hati yang tertutup, itulah dia hati orang kafir.
Hati yang dua muka, itulah dia hati orang yang munafik.
Hati yang suci bersih, di sana ada pelita yang menyala, itulah dia hati orang yang beriman.
Dan hati yang berisi keimanan dan kemunafikan. Tamsil keimanan itu adalah laksana sebatang kayu yang dihidupi air yang bersih, sedang kemunafikan itu tak ubahnya bagai bisul yang dialiri darah dan nanah. Maka mana di antara keduanya yang lebih kuat, itulah yang menang."

Lidah Hidzaifah tajam dan pedas. Itu karena pengalamannya yang luas. Hal ini pun membuatnya bertanya kepada Rasulullah SAW:

"Saya datang menemui Rasulullah SAW, kataku padanya, "Wahai Rasulullah, lidahku agak tajam terhadap keluargaku, dan saya khawatir kalau-kalau hal itu akan menyebabkan saya masuk neraka." Maka kata Rasulullah SAW, "Kenapa kamu tidak istigfar? Sungguh saya beristigfar kepada Allah tiap hari seratus kali."

Suatu kala pernah ia mengalami kepahitan dalam hidup saat dengan mata kepalanya sendiri menyaksikan bapaknya, Husail bin Yabir,  terbunuh saat perang Uhud. Saat itu kaum muslim tak mengetahui jika bapaknya juga telah masuk Islam. Hudzaifah melihat dari jauh saat pedang menghujam tubuh bapaknya. "Ayahku, jangan ia ayahku."  Tetapi Allah berkehendak lain.

Saat kaum muslimin mengetahui mengenai kesalahan itu, mereka pun diliputi perasaan bersalah dan duka. Namun, Hudzaifah berkata, "Semoga Allah mengampuni tuan-tuan. Ia adalah sebaik-baiknya Penyayang."

Usai perang Rasulullah SAW memerintahkan untuk membayar diyat kepada Hudzaifah atas kematian bapaknya. Namun, ia menolaknya dan menyuruh membagikannya kepada kaum muslimin. 


Menjadi Mata-Mata


Sewaktu terjadi perang Khandaq, angin topan dan badai meraung dan menderu. Rasulullah SAW memerintahkan Hudzaifah menjadi mata-mata untuk menyusup ke dalam tenda-tenda kaum kafir yang telah berminggu-minggu tertahan di luar Madinah dan tak bisa masuk kota karena kaum muslim membuat pertahanan berupa parit.

Maka kala malam Hudzaifah mengendap-ngendap meninggalkan Madinah untuk sampai di perkemahan musuh. Kala itu angin kencang, alat penerangan mereka padam. Abu Sufyan yang menjadi panglima kaum Quraisy khawatir kalau-kalau ada penyusup yang datang. 

Abu Sufyan menyeru kepada anak buahnya, "Hai segenap golongan Quraisy, hendaklah masing-masing kalian memperhatikan kawan duduknya, dan memegang tangan serta mengetahui siapa namanya!"

Maka secepat kilat, Hudzaifah yang sedang menyusup itu mencari orang-orang di perkemahan musuh yang bisa dipegang tangannya. "Maka segeralah saya menjabat tangan laki-laki yang duduk di dekatku, kataku kepadanya, "Siapa kamu ini?" ujarnya, "Si anu anak si anu."

Demikianlah Hudzaifah bersiasat. Tak satupun tentara musuh menyadari kehadirannya di sana. Sekali Abu Sufyan berseru kepada pasukannya, "Hai orang-orang Quraisy, kekuatan kalian sudah tidak utuh lagi. Kuda-kuda kita telah binasa, demikian juga halnya unta. Bani Quraidhah telah pula menghianati kita sebagaimana kalian saksikan sendiri, kita telah mengalami bencana angin badai, periuk-periuk berpelantingan, api menjadi padam dan kemah-kemah berantakan. Maka berangkatlah kalian, saya pun akan berangkat." Lalu, Abu Sufyan naik ke punggung untanya dan mulai berangkat, diikuti dari belakang oleh tentaranya.

Berkata Hudzaifah:
"Kalau tidaklah pesan Rasulullah SAW kepada saya agar tidak mengambil suatu tindakan sebelum menemuinya lebih dahulu, tentulah saya bunuh Abu Sufyan itu dengan anak panah." Lalu kembalilah Hudzaifah kepada Rasulullah SAW dan menceritakan pengalamannya itu.



Menundukkan Irak


Hudzaifah adalah juga seorang yang mahir bertempur. Ia yang dikenal taat beribadah dan seorang pemikir ini juga dikenal sebagai pemberani di medan perang. Ia merupakan tokoh penting dalam pembebasan Irak. 

Pada peperangan besar Nahawand, saat orang Parsi berhasil menghimpun 150 ribu tentara, Amirul Mukminin Umar bin Khattab memilih Nu'man bin Maqarrin sebagai panglima Islam. Kepada Hudzaifah dikirim surat agar ia menuju tempat itu sebagai komandan dari tentara Kufah. Umar menyatakan dalam suratnya:

"Jika kaum muslimin telah berkumpul, maka masing-masing panglima hendaklah mengepalai anak buahnya, sedang yang akan menjadi panglima besar ialah Numan bin Muqarrin. Dan seandainya Nu'man tewas, maka panji-panji komando hendaklah dipegang oleh Hudzaifah dan kalau ia tewas pula maka oleh Jarir bin Abdillah."

Amirul Mukminin masih menyebutkan beberapa nama lagi, ada tujuh orang banyaknya yang akan memegang pimpinan tentara secara berurutan. 

Maka berhadapanlah kedua pasukan. Pasukan Parsi 150 ribu  orang dan kamu muslimin hanya 30 ribu orang. Nu'man bin Muqarrin tewas dan kepemimpinan pasukan dipegang Hudzaifah. "Allahu Akbar. Ia telah menepati janjiNya. Allahu Akbar telah dibelaNya tentaraNya!" Demikianlah seruan Hudzaifah.

Ia memutar kekang kudanya dan menuju pasukan muslim sembari berseru:

"Hai umat Muhammad SAW, pintu-pintu surga telah terbuka lebar, siap sedia menyambut kedatangan tuan-tuan, jangan biarkan ia menunggu lama. Ayuhlah wahai pahlawan Badar! Majulah pejuang-pejuang Uhud, Khandaq dan Tabuk!"

Hudzaifah telah membakar semangat pasukan muslim. Kemenangan perang Nahawand segera didapat. 


Pindah ke Kufah


Segera setelah kaum muslimin di kota Madain di bawah pimpinan Saad bin Abu Waqqash kurang memadai, khalifah Umar memerintahkan untuk pindah ke Kufah. Maka pergilah Hudzaifah bersama Salman bin Ziad untuk menyelidiki lokasi yang tepat untuk bermukim. Hudzaifah menemukan tempat di sebuah padang yang kosong berbatu. 

Segera setelah mereka pindah ke Kufah kaum muslimin mendapatkan kebaikan. Mereka yang sakit sembuh, yang lemah menjadi lebih kuat, dan urat mereka berdenyutan menyebarkan arus kesehatan. Hudzaifah mengatakan:

"Tidaklah termasuk yang terbaik di antara kalian yang meninggalkan dunia untuk kepentingan akhirat, dan tidak pula yang meninggalkan akhirat untuk kepentingan dunia, tetapi hanyalah yang mengambil bagian dari kedua-duanya."

Pada suatu hari di antara hari-hari yang datang silih berganti di tahun 36 hijriah, Hudzaifah mendapat panggilan menghadap Ilahi. Saat di akhir hidupnya itulah, datang beberapa orang sahabat kepadanya. Maka ditanyakanlah kepada mereka, "Apakah tuan-tuan membawa kain kafan?"
"Ada," ujar mereka. 
"Coba lihat," kata Hudzaifah.
Maka tatkala dilihatnya kain kafan itu baru dan agak mewah, terlukislah pada kedua bibirnya senyuman terakhir bernada ketidaksenangan, katanya, "Kain kafan ini tidak cocok bagiku. Cukuplah bagiku dua helai kain putih tanpa baju. Tidak lama aku akan berada dalam kubur menunggu diganti dengan kain yang lebih baik atau dengan yang lebih jelek."

Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Hudzaifah sempat mengucapkan kata-kata:
"Selamat datang wahai maut
Kekasih tiba di waktu rindu
Hati bahagia tak ada keluh kesah atau sesalku."

Lalu ruh suci itupun pergilah membawa kesholehan dan ketaqwaannya.

Salam untukmu Hudzaifah Ibnul Yaman, semoga ridha Allah bersamamu. 

Alhamdulillah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 7:Zubair bin Awwam
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 8: Abu Dzar Al Ghifari
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 10: Miqdad Bin Amr
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 11: Bilal bin Rabah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 12: Zaid bin Haritsah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 13: Khubaib bin Adi
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 14: Abbas bin Abdul Muttalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 15: Abdullah bin Umar
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 16: Jafar bin Abi Thalib