Kisah Sahabat Rasulullah SAW 21: Saad bin Abi Waqqash



Pertempuran sengit di Persia sungguh membuat gelisah Amirul Mukminin, Umar bin Khattab. Pertempuran Jembatan di Irak telah merenggut empat ribu kaum muslimin yang terjadi hanya dalam waktu sehari.  Orang-orang Irak telah melanggar perjanjian-perjanjian yang mereka buat.  Sudah tak bisa lagi khalifah tinggal diam dan harus mengangkat senjata melawan Persia.

Berangkatlah Umar bin Khattab bersama sahabat meninggalkan Madinah dan mempercayakan kota nabi itu kepada Ali Bin Abi Thalib. Namun, belum terlalu jauh pergi, sebagian anggota rombongan berpendapat bahwa sebaiknya Amirul Mukminin tetap di Madinah dan mempercayakan kepepimpinan melawan Persia kepada orang lain.

Abdurahman bin Auf mengusulkan agar Amirul Mukminin tetap di Madinah karena menuju ke Irak akan menyia-nyiakan nyawanya. Maka Umar menyuruh berkumpul kaum muslimin untuk bermusyawarah. Ali bin Abi Thalib juga ikut datang.  Umar bertanya kepada kaum muslimin siapa kiranya yang akan dikirim ke Persia. Tiba-tiba Abdurahman bin Auf berkata, “Saya telah menemukannya.” Umar bertanya, “Siapa dia?”

Jawab Abdurahman, “Singa yang menyembunyikan kukunya,  yaitu Saad bin Malik az Zuhri.”
Pilihan Abdurahman bin Auf langsung disetujui kaum muslimin dan khalifah Umar. Maka dipilihkan Saad bin Malik az Zuhri atau lebih dikenal dengan nama Saad bin Abi Waqqash. Ia dipiih menjadi amir atau gubernur militer di Irak.

Panah dan Doa

Siapakah orang yang dijuluki singa yang menyembunyikan kukunya itu?  Saat datang kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, Beliau mengatakan, “Ini dia pamanku. Siapa orang yang punya paman seperti pamanku?”

Kakek Saad adalah putra dari Manaf yang menjadi paman dari Aminah, ibunda Rasulullah SAW. Saad masuk Islam kala berusia 17 tahun. “Saya beroleh kesempatan termasuk tiga orang pertama yang masuk Islam,” demikian Saad menjelaskan keislamannya.

Saad termasuk yang pertama masuk Islam atas usaha Abu Bakar, selain Ustman bin Affan, Zubair bin Awwam, dan Abdurahman bin Auf serta Thalhah bin Ubaidillah. Banyak keistimewaan dari Saad, selain sebagai orang yang pertama melempar dan terkena panah atas nama Islam, ia juga salah seorang sahabat yang oleh Rasulullah SAW dijamin dengan jaminan kedua orang tua Nabi. Bersabda Nabi SAW kala perang Uhud, “Panahlah hai Saad, Ibu Bapakku menjadi jaminan bagimu!”

Saad termasuk seorang ksatria berkuda Arab dan muslimin yang berani. Suatu hari Rasulullah SAW mendoakannya, “Ya Allah, tepatkanlah bidikan panahnya dan kabulkanlah doanya.”

Dua hal itu, bidikan panah dan doa Saad adalah kelebihan, yang juga disadari sepenuhnya oleh Saad sendiri. Amin bin Saad suatu kali bercerita:

“Saad mendengar seorang laki-laki memaki Ali, Thalhah dan Zubair. Ketika dilarangnya, orang itu tak hendak menurut, maka katanya, “Kalau begitu, saya doakan kamu kepada Allah.”

Laki-laki itu berujar, “Rupanya kamu hedak menakut-nakuti aku, seolah-olah kamu seorang Nabi.”
Saad  lalu pergi dan berwudhu untuk sholat dua rakaat. Ia mengangkat kedua tangannya dan berdoa, “Ya Allah, kiranya menurut ilmu-Mu laki-laki ini telah memaki segolongan orang yang telah beroleh kebaikan dari-Mu dan tindakan mereka itu mengundang amarah-Mu, maka mohon dijadikan hal itu sebagai pertanda dan suatu pelajaran.”

Tak lama kemudian tiba-tiba dari salah satu pekarangan rumah, muncul seekor unta liar dan tanpa dapat dibendung masuk ke dalam lingkungan orang banyak seolah-olah ada yang dicarinya. Lalu diterjangnya laki-laki tadi, dibawanya dengan kakinya, menjadi bulan-bulanan onta itu, diinjaknya serta diterjangnya sehingga akhirnya tewas menemui ajalnya.”

Demikianlah Allah telah menjawab doa Saad.

Saad termasuk orang yang memiliki kelapangan dalam hal harta. Ia memiliki harta yang tidak sedikit, padahal termasuk mereka yang selalu mencari sesuatu yang halal. Saad selalu berusaha memakan makanan yang didapat secara halal. Walaupun kaya harta, Saad termasuk yang ahli dalam membersihkan hartanya itu.

Saat haji wada, Saad ikut bersama Rasulullah SAW dan ia jatuh sakit. Nabi pun menengoknya. Saad bertanya, “Wahal Rasulullah, saya punya harta dan ahli warisku hanya seorang putri saja. Bolehkah saya sadaqohkan dua pertiga hartaku?”

“Tidak,” jawab Nabi SAW.

“Kalau begitu separuhnya,” tanya Saad pula.

“Jangan,” jawab Nabi SAW.

“Jadi sepertiga?” tanya Saad lagi.

“Benar, dan sepertiga pun sudah banyak, lebih baik anda meninggalkan ahli waris dalam keadaan mampu daripada membiarkan ahli waris dalam keadaan miskin dan menadahkan tangannya kepada orang lain. Dan setiap nafkah yang anda keluarkan dengan mengharap ridha Allah, pastilah akan diberi ganjaran, bahkan walau sesuap makanan yang anda taruh di mulut istri anda.”

Kala itu Saad memiliki seorang putri, lalu beberapa waktu setelahnya, ia dikaruniani beberapa orang putra.

Saad juga orang yang mudah menangis. Jika mendengar Rasulullah Shalllallhu Alaihi Wassalam berceramah dan menasehati umat, air matanya bercucuran. Pada suatu hari, Rasulullah SAW tengah duduk-duduk bersama para sahabat, tiba-tiba Beliau menatap dan menajamkan pandangannya kea rah ufuk seperti sedang menunggu kata-kata atau bisikan rahasia. Nabi kemudian menengok kepada para sahabat dan bersabda, “Sekarang akan muncul di hadapan tuan-tuan seorang laki-laki penduduk surga.”

Para sahabat pun menengok ke arah yang ditunjuk sambil bertanya-tanya siapa gerangan yang disebutkan Rasulullah SAW itu. Tak berapa lama muncullah Saat bin Abi Waqqash.

Suatu kali Abdullah bin Amr bin Ash datang kepada Saad untuk bertanya amalan ibadah apa yang sering dilakukannya. Saad menjawab, “Tak lebih dari amal ibadah yang biasa kita kerjakan, hanya saja saya tak pernah menaruh dendam atau niat jahat terhadap seorang pun di antara kaum muslimin.”
Itulah Saad bin Abi Waqqash yang terpilih sebagai pemimpin militer oleh Khalifah Umar untuk pergi ke pertempuran Qadisiyah di Persia. Ia seorang yang makbul doanya, seorang yang hati-hati dalam memakan sesuatu yang halal, seorang ahli berkuda sejak perang Uhud, seorang yang kuat dan tebal imamnya sehingga tak mudah goyah.

Saat Awal Masuk Islam

Umar teringat mengenai kisah Saad dengan ibunya. Sang ibu yang begitu dicintainya menghalangi si putra dengan sekuat tenaganya agar tak memeluk agama Islam. Ia bahkan melakukan mogok makan. Namun, Saad tak bergeming. Sampai suatu hari saat keadaan sang ibu sudah sangat lemah, seseorang menjemput Saad agar mengunjungi ibunya. Barangkali dengan melihat ibu itu, hati Saad menjadi luluh dan meninggalkan agama Islam.

Maka datanglah Saad kepada ibunya yang terkulai lemah. Hati Saad begitu teriris menyaksikan pemandangan yang dilihatnya. Namun, hatinya tetap teguh dengan tauhid. Perlahan dengan penuh kelembutan, ia berbisik kepada sang ibu…

“Demi Allah, ketahuilah wahai ibunda, seandainya bunda mempunyai seratus nyawa, lalu ia keluar satu per satu, tidaklah ananda akan meninggalkan agama ini, walau ditebus dengan apapun juga, maka, terserahlah kepada bunda, apakah bunda akan makan atau tidak…”

Kali ini hati ibunya luluh. Beriringan dengan peristiwa ini, turun ayat yang mendukung pendirian Saad:

Dan seandainya kedua orang tua memaksamu untuk mempersekutukan Aku, padahal itu tidak sesuai dengan pendapatmu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya.” QS Lukman 31:15

Menaklukkan Persia

Saad datang ke Persia membawa 30 ribu pasukan. Masing-masing membawa panah dan tombak. Setiba di sana, Saad menerima surat dari Khalifah Umar yang isinya:

Wahai Saad bin Wuhaib, janganlah anda terpedaya di hadapan Allah, mentang-mentang dikatakan bahwa anda adalah paman dan sahabat Rasulullah. Sungguh, tak ada hubungan keluarga antara seseorang dengan Allah kecuali dengan mentaati-Nya. Semua manusia baik yang mulia maupun yang hina, pada pandangan Allah serupa tidak berbeda. Allah Tuhan mereka, sedang mereka hamba-hambaNya. Mereka berlebih berkurang dalam kesehatan dan akan beroleh karunia yang tersedia di sisi Allah dengan ketaatan. Maka perhatikanlah segala sesuatu yang pernah anda lihat pada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam semenjak ia diutus sampai meninggalkan kita dan pegang teguhlah, karena itulah yang harus diikuti.

Tulislah kepadaku segala hal ikhwal tuan-tuan, bagaimana kedudukan tuan-tuan, dan dimana pula posisi musuh terhadap tuan-tuan, terangkan sejelas-jelasnya, hingga seolah-olah aku menyaksikan sendiri keadaan tuan-tuan.”

Saad yang telah sampai ke Qadisiyah menulis surat balasan kepada Khalifah Umar, menceritakan keadaan masyarakat Persia kala itu. Pasukan musuh telah berkumpul, sesuatu hal yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya, di bawah pimpinan mereka yang paling ulung, Rustum.
Khalifah Umar menulis surat kembali kepada Saad:

Sekali-kali janganlah anda gentar mendapat berita dan persiapan mereka. Bermohonlah kepada Allah dan tawakallah kepada-Nya dan tabah untuk menyeru mereka ke jalan Allah. Dan, tulislah surat kepadaku setiap hari.”

Lalu Saad kembali mengirim surat kepada Umar bin Khattab. Ia menyampaikan bahwa Rustum telah menduduki Sabath dengan mengerahkan pasukan gajah dan kuda. Mereka semakin mendekat kepada kaum muslimin.  Khalifah Umar pun kembali mengirim surat untuk meneguhkan hati Saad.

Pesan Umar dilaksanakan oleh Saad. Ia mengirim sejumlah rombongan sebagai utusan kepada Rustum untuk menyeru kepada Islam. Tanya jawab para utusan itu dengan Rustum pun berlangsung lama. Sampai pada akhirnya, para utusan itu tak lagi boleh berbicara setelah salah seorang mengatakan:

“Sesungguhnya Allah telah memilih kami untuk membebaskan hamba-hambaNy a yang dikehendaki-Nya dari pemujaan berhala kepada pengabdian terhadap Allah Yang Maha Esa, dari kesempitan dunia kepada  keluasannya, dan dari kedhaliman pihak penguasa kepada keadilan Islam.
Maka siapa-siapa yang bersedia menerima itu dari kami, kami terima pula kesediannya dan kami biarkan mereka. Tetapi siapa yang memerangi kami, kami perangi pula mereka sehingga kami mencapai apa yang telah dijanjikan Allah.”

“Apa yang dijanjikan Allah itu?” Tanya Rustum.

Mereka menjawab, “Surga bagi kami yang mati syahid, dan kemenangan bagi yang masih hidup.”
Para utusan pun kembali kepada Saad dan mengatakan bahwa sudah tak ada pilihan lain selain perang. Air mata Saad langsung berlinang. Ia sangat berharap pertempuran dapat diundur sedikit waktu karena dirinya sedang sakit yang menyebabkannya sulit bergerak. Seluruh tubuh Saad sedang ditumbuhi semacam bisul yang membuatnya tak kuat duduk apalagi di punggung kudanya. Namun, hal kecil itu tak pernah menyurutkannya.

Saad tampil di hadapan pasukannya dan menyampaikan pidato perjuangan dengan mengutip sebuah ayat:

Bismillahi rahmaani rahiim… Telah Kami cantumkan dalam Zabur setelah sebelumnya Kami catat dalam (Lauh Mahfuz) peringatan bahwa bumi itu diwarisi oleh hamba-hambaKu yang sholeh.” QS Al Anbiya 105

Setelah menyampaikan pidatonya, Saad sholat zuhur bersama tentaranya. Ia lalu bertakbir dan menyeru pasukannya ke medan perang. “Ayo maju dengan berkat dari Allah!”

Sambil menahan sakit yang dideritanya, diderunya kuda dengan cepat, tanpa gentar. Dikomandoi pasukan, “Majulah ke kanan!... Tutup pertahanan sebelah kiri!... Awas didepanmu Mughirah!... Ke belakang  mereka Jarir!... Pukul hai Muman!... serta hai Asy’ats!... Hantam hai Qaqa!... Majulah semua sahabat-sahabat Muhammad!”

Maka musuh yang banyak jumlahnya bertumbangan. Prajurit mereka bergelimpangan. Tewas pula panglima mereka yang ditakuti. Sisa-sisa musuh lari tunggang langgang lalu dikejar oleh tentara Islam sampai ke Nahawand dan Madain. Pasukan muslim memasuki Madain untuk merebut dan pada akhirnya menguasai mahkota Kisra.

Pertempuran Madain terjadi kira-kra selama dua setengah tahun setelah pertempuran Qadisiyah dengan bentuk perang-perang kecil antara kaum muslimin dengan tentara Persia.  Tinggal sisa-sisa tentara Persia yang bertahan di Madain.

Terbentang di hadapan tentara muslim kala itu sungai Tigris sebagai penghalang ke kota Madain. Namun, disinilah mengapa Saad dipanggil sebagai singa yang menyembunyikan kukunya.  Pada saat genting, ia mampu memberi keputusan yang lihai, langsung menyerang di kala mental pasukan musuh sedang turun.

Bagaimana Saad melakukan pertempuran melewati sungai Tigris yang besar dan dalam? Ia mengirim dahulu dua kompi pasukan sebelum mengirim pasukan inti. Kompi  pertama adalah kompi sapujagat dipimpin Ashim bin Amr dan yang kedua kompi gerak cepat dipimpin Qaqa bin Amr. Kedua kompi ini menerjuni bahaya dengan menetas jalan menuju pinggir kota. Mereka melindungi pasukan inti dengan tugas yang luar biasa.

Sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam yang juga berasal dari Persia, Salman al Farisi, sungguh tak percaya dengan taktik yang dilakukan Saad. Ia berkata:

“Agama Islam masih baru, tetapi lautan telah dapat mereka taklukkan sebagai halnya daratan telah mereka kuasai.
Demi Allah yang nyawa Salman berada dalam tanganNya, pastilah mereka akan dapat keluar dengan selamat daripadanya berbondong-bondong, sebagaimana mereka telah memasukinya berbondong-bondong,”

Sebuah riwayat sejarah melukiskan bagaimana dashyatnya penyeberangan sungai Tigris itu:

“Saad memerintahkan kaum muslimin agar membaca: hasbunallahu wa nimal wakiil – cukuplah bagi kita Allah, dan Dialah sebaik-baik pemimpin. Lalu dikerahkanlah kudanya menerjuni sungai yang diikuti orang-orangnya, sehingga tak seorangpun di antara anggota pasukan yang tinggal di belakang.
Maka berjalanlah mereka dalam air, tak ubahnya bagai berjalan di darat juga, hingga dari pinggir yang satu ke pinggir yang lainnya telah dipenuhi  oleh prajurit, dan permukaan air tak kelihatan lagi disebabkan amat banyaknya anggota angkatan berkuda serta pasukan pejalan kaki. Orang-orang bercakap-cakap sesamanya ketika berada dalam air, seolah-olah mereka sedang bercakap-cakap di darat. Sebabnya tidak lain karena mereka merasa aman tentram  serta percaya akan ketentuan Allah dan pertolonganNya akan janji dan bantuanNya.”


Kembali ke Madinah

Usai pertempuran-pertempuran itu,  Saad menjadi amir di Irak dan membangun kota Kuffah. Ia melaksanakan hukum Islam di daerah yang luas. Suatu kali warga Kuffah yang tabiatnya suka mengadu domba mengadukan perihal Saad kepada Umar bin Khattab. Mereka mengatakan sholat Saat tidak baik karena dua rakaat pertama lebih panjang dibanding yang kedua. 

Sambil tertawa Saad berkata, “Demi Allah, yang saya lakukan hanyalah mengerjakan sholat bersama mereka sebagai sholat Rasulullah, yaitu memanjangkan dua rakaat yang mula-mula dan memendekkan dua rakaat yang akhir.”

Saad dipanggil Umar ke Madinah dan ia memenuhinya. Saat  akan ditugaskan kembali ke Kuffah, Saad berkata, “Apakah anda hendak mengembalikan saya kepada kaum yang menuduh bahwa sholat saya tidak baik?” Demikianlah, Saad memilih untuk tetap tinggal di Madinah.

Menjelang akhir hidupnya,  khalifah Umar  pernah berkata mengenai calon khalifah yang akan  menggantikannya kelak. “Jika khalifah dijabat oleh Saad, demikianlah sebaiknya. Dan seandainya dijabat oleh lainnya, hendaklah ia menjadikan Saad sebagai pendampingnya.”

Menyiapkan Kain Kafan

Saad hidup sampai usia lanjut. Ia masih hidup saat fitnah besar mulai terjadi. Namun, Saad tak berkehendak mencampurinya. Ia juga berpesan kepada keluarga dan putra-putranya agar tidak menyampaikan suatu berita mengenai hal itu.

Suatu hari datanglah anak saudaranya bernama Hasyim bin Utbah berkata kepadanya, “Paman, disini telah siap seratus ribu bilah pedang, yang menganggap bahwa pamanlah yang lebih berhak mengenai urusan khilafah ini.”

Saad berkata, “Dari seratus ribu belah pedang itu saya inginkan sebilah pedang saja. Jika saya tebaskan kepada orang mukmin maka takkan mempan sedikipun juga, tetapi bila saya pancungkan kepada orang kafir pastilah putus batang lehernya.” Hasyim pun terdiam dan meninggalkannya.
Saat khilafah akhirnya jatuh kepada Muawiyah, Saad ditanya, “Kenapa anda tidak ikut berperang di pihak kami?”

Saad berkata, “Saya sedang lewat di suatu tempat yang dilanda taufan berkabut gelap. Maka kataku: Hai saudara-saudaraku! Lalu saya hentikan kendaraan menunggu jalan terang kembali. “

Muawiyah berkata, “Bukankah dalam Al Quran taka da kata-kata, hai saudara-saudaraku. Hanya firman Allah taala: “Jika di antara orang-orang mukmin ada dua golongan yang berbunuhan, maka damaikanlah mereka. Seandainya salah satu di antara kedua golongan itu berbuat aniaya kepada yang lain, maka perangilah yang berbuat aniaya itu sampai mereka kembali kepada perintah Allah.” QS Al Hujurat 9.

Maka, anda bukanlah di pihak yang aniaya terhadap pihak yang benar, dan bukan pula di pihak yang benar terhadap golongan yang aniaya.”

Saad menjawab berikut:

“Saya tak hendak memerangi seorang laki-laki (maksudnya Ali) yang mengenai dirinya Rasulullah pernah bersabda: “Engkau di sampingku, tak ubahnya seperti kedudukan Harun disamping Musa, tetapi  tak ada lagi nabi sesudahku.”

Suatu hari tahun 54 hijriah saat Saad telah berusia lebih dari 80 tahun ia sedang di rumahnya di Aqiq. Seorang putranya berkata, “Kepala bapakku berada di pangkuanku ketika ia hendak meninggal dunia. Aku menangis, maka katanya: Kenapa engkau menangis anakku? Sungguh Allah tiada akan menghukumku dan sesungguhnya aku termasuk salah seorang penduduk surga.”

Tidak akan disiksa dan akan menjadi penduduk surga seperti yang dikabarkan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam tentang Saad. Seperti itulah apa yang telah dipercayanya. Walaupun ia harus menunggu sehingga lebih dari 80 tahun sampai ajal itu tiba. Siapakah lagi yang tak bahagia saat maut yang ditunggu-tunggu itu datang menjemput?

Saad telah menyimpan sehelai kain tua dalam sebuah peti untuk mengkafaninya saat telah wafat. Rupanya hanya sehelai kain tua usang yang dikenakannya kala perang Badar. Ia berkata, “Telah kuhadapi orang-orang musyrik waktu perang Badar dengan memakai kain itu dan telah kusimpan ia sekian lama untuk keperluan seperti pada hari ini.”

Saad adalah salah seorang yang pertama-tama masuk Islam, dan ia termasuk yang terakhir meninggal di antara kaum muhajirin yang pertama kali bersusah payah hijrah ke Madinah. Ia telah meninggalkan dunia dengan tenang untuk bertemu dengan para penduduk surga  yang dirindukan.  Pada pundak penduduk Madinah dibawa jasadnya dan dikuburkan di pemakaman Baqi.

Salam untukmu Saad bin Abi Waqqash, pahlawan muslim di tanah Persia. Semoga Allah meridhoimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar