Kisah Sahabat Rasulullah SAW 26: Said bin Amir

Amirul Mukminin Umar bin Khattab pada suatu hari sedang berpikir keras. Ia tengah mencari pengganti Muawiyah yang baru saja diberhentikan jabatannya sebagai wakil di Suriah.

Jabatan pemimpin muslim di Suriah sangatlah rumit karena wilayah itu sangat maju dan besar, perdagangannya sibuk. Sebuah tempat yang telah mengalami  pergantian kepemimpinan oleh kaum kafir berkali-kali sebelum Islam datang. Peradaban maju dengan masyarakat yang gemar bersenang-senang.

Sungguh suatu usaha yang sulit. Namun, Khalifah Umar teringat akan Said bin Amir. "Saya telah menemukannya, bawa kesini Said bin Amir!"  kata Umar bin Khattab.

Said termasuk mereka yang juga turut dalam peperangan di jalan Allah. Kalau melihat pada barisan pasukan perang kaum muslimin, maka Said bin Amir tak nampak keistimewaannya. Ia hanyalah pejuang dengan pakaian seadanya yang berdebu. Ia tak lebih dari mereka kaum miskin dari barisan kaum muslimin.

Namun, Umar bin Khattab memiliki keyakinan tersendiri terhadap Said, pejuang yang memeluk Islam tidak lama sebelum pembebasan Khaibar. Keyakinannya yang terbuktikan seiring waktu.

Maka tibalah Said bin Amir kepada Umar bin Khattab yang menawarkannya jabatan walikota Homs. Said menyatakan keberatannya, "Janganlah saya dihadapkan kepada fitnah wahai Amirul Mukminin."

Umar berkata, "Tidak, demi Allah saya tak hendak melepaskan anda! Apakah tuan-tuan hendak membebankan amanat dan khilafat di atas pundakku lalu tuan-tuan meninggalkan aku?"

Maka sejak saat itu Said menjadi walikota Homs. Ia berangkat ke sana bersama istri dan baru saja mereka menikah serta membawa bekal yang diberikan khalifah Umar.

Menjadi Pemimpin Homs

Homs kala itu digambarkan seperti kota Kufah kedua.  Banyak terjadi pembangkangan dan perdurhakaan terhadap pemimpin yang berwenang.  Tapi kepada Said, penduduk mencintainya. 

Pada suatu hari Amirul Mukminin Umar bin Khattab berkunjung ke Homs.  Ia bertanya kepada para penduduk,  "Bagaimana pendapat kalian tentang Said?"

Salah seorang dari mereka berkata,  " Ada empat hal yang hendak kami kemukakan.  Pertama, ia baru keluar mendapatkan kami setelah tinggi hari.  Kedua,  tak hendak melayani seseorang di waktu malam hari.  Ketiga, setiap bulan ada dua hari dimana ia tak hendak keluar mendapatkan kami hingga kami tak dapat menemuinya. Keempat, dan ada satu lagi yang sebetulnya bukan merupakan kesalahannya tapi mengganggu kami yaitu bahwa sewaktu-waktu ia jatuh pingsan."

Umar tertunduk mendengar pengaduan warga itu lalu berdoa kepada Allah, " Ya Allah, hamba tahu bahwa ia adalah hambaMu terbaik, maka hamba harap firasat hamba terhadap dirinya tidak meleset."

Lalu Said kemudian dipersilahkan untuk membela dirinya.  Ia berkata:

"Mengenai tuduhan mereka bahwa saya tak hendak keluar sebelum tinggi hari,  maka demi Allah, sebetulnya saya tak hendak menyebutnya.  Keluarga kami tak punya pelayan,  maka sayalah yang mengaduk tepung dan membiarkannya sampai mengeram,  lalu saya membuat roti dan kemudian wudhu untuk sholat dhuha. Setelah itu barulah saya keluar mendapatkan mereka. "

Sambil tersenyum Umar berkata,  "Alhamdulillah,  dan mengenai yang kedua? "

Said berkata,  "Adapun tuduhan mereka bahwa saya tak mau melayani mereka di waktu malam,  maka demi Allah saya benci menyebutkan sebabnya.  Saya telah menyediakan siang hari bagi mereka,  dan malam hari bagi Allah Taala, sedang ucapan mereka bahwa dua hari setiap bulan dimana saya tidak menemui mereka,  maka sebabnya sebagai saya katakan tadi, saya tak punya khadam yang akan mencuci pakaian, sedangkan pakaianku tidak banyak pula untuk dipergantikan.  Jadi terpaksalah saya mencucinya dan menunggu sampai kering,  sehingga baru dapat keluar di waktu petang.  
Kemudian tentang keluhan mereka bahwa saya sewaktu-waktu jatuh pingsan, sebabnya karena ketika dj Mekah dulu saya telah menyaksikan jatuh tersungkurnya Khubaib al Anshari.  Dagingnya dipotong-potong oleh orang Quraisy dan mereka bawa ia dengan tandu sambil mereka menanyakan kepadanya,  'Maukah tempatmu ini diisi oleh Muhammad sebagai gantimu sedang kamu berada dalam keadaan sehat wal afiat?' Khubaib menjawab,  'Demi Allah saya tak ingin berada dalam lingkungan anak istriku diliputi oleh keselamatan dan kesenangan dunia,  sementara Rasulullah ditimpa bencana, walau oleh hanya tusukan duri sekalipun'.  
Maka terkenang akan peristiwa yang saya saksikan itu,  dan ketika itu saya masih dalam keadaan musyrik lalu teringat bahwa saya berpangku tangan dan tak hendak mengulurkan pertolongan kepada Khubaib, tubuh saya pun gemetar karena takut akan siksa Allah sehingga ditimpa penyakit (jatuh pingsan)  yang mereka katakan itu."

Mata Said berkaca-kaca.  Umar bin Khattab merasa tenang. "Alhamdulillah,  karena dengan taufiq-Nya firasatku tidak meleset adanya."

Bersahaja

Said bin Amir adalah seorang yang bersahaja meskipun uang dan tunjangannya banyak sebagai pemimpin Homs.  Ia hanya mengambil berapa yang diperlukannya bersama istri,  selebihnya dibagi-bagikan kepada rumah dan keluarga lain yang membutuhkan. 

Saat kepemimpinan Said di Homs sudah mantap, istrinya mengeluarkan uang yang diberi oleh Umar bin Khattab saat mereka meninggalkan Madinah.  Ia mengusulkan kepada suaminya supaya membeli pakaian dan sebagian keperluan rumah tangga,  sisanya ia simpan. 

Namun Said mengatakan,  "Maukah kamu saya tunjukkan yang lebih baik dari rencanamu itu?  Kita berada di suatu negeri yang amat pesat perdagangannya dan laris barang jualannya.  Maka lebih baik kita serahkan harta ini kepada seseorang yang akan mengambilnya sebagai modal dan akan memperkembangkannya."

"Bagaimana jika perdagangannya rugi?" tanya istrinya.  "Saya akan sediakan borg atau jaminan." ujar Said.  Ia kemudian pergi membeli sebagian keperluan rumah tangga dengan nilai secukupnya. Sedang sisa uang yang masih banyak dibagj-bagikan kepada fakir miskin. 

Setiap kali isteinya menanyakan perihal uang yang dimodalkan sebagai usaha,  Said menjawab bahwa usaha itu berkembang dan lancar.  Sampai suatu saat istrinya curiga pada jawaban suaminya itu. Said pun tertawa dan mengatakan bahwa ia telah menyedekahkan uang tersebut sejak awal. 

Istrinya hanya bisa menangjs.  Said pun menghibur sang istri.  Ia  mengatakan kepada istri alasan apa yang membuatnya menyedekahkan uang perbekalan mereka. 

"Saya mempunyaj kawan-kawan yang telah lebih dulu menemui Allah dan saya tak ingin menyimpang dari jalan mereka, walau ditebus dengan dunia dan segala isinya."

Said menyadari bahwa istrinya juga merupakan salah satu ujiannya di dunia.  Belum ditambah lagi dengan rasa kecintaan kepada harta benda dunia. 

Said memberi pengertian kepada sang istri,  "Bukankah kamu tahu bahwa di dalam surga itu banyak terdapat gadis-gadis bermata jeli sehingga andainya seorang saja di antara mereka menampakkan wajahnya di muka bumi,  maka akan terang benderanglah seluruhnya,  dan tentulah cahayanya akan mengalahkan sinar matahari dan bulan. 
Maka mengurbankan dirimu demi untuk mendapatkan mereka,  tentu lebih utama daripada mengurbankan mereka demi karena dirimu."

Demikianlah Said. Suatu kali seorang berkata padanya, "Berikanlah kelebihan harta inj untuk melapangkan keluarga dan famili istri anda."

Said berkata,  "Demi Alllah,  tidak!  Saya tak hendak menjual keridhoan Allah dengan kaum kerabatku. "

Pernah juga orang berkata padanya,  "Janganlah ditahan-tahan nafkah untuk diri sendiri dan keluarga anda,  dan ambillah kesempatan untuk menikmati hidup. "

Said hanya menjawab,  "Saya tak hendak ketinggalan dari rombongan pertama,  yakni setelah saya dengar Rasulullah SAW bersabda:

"Allah Azza wa Jalla akan menghimpun manusia untuk dihadapkan ke pengadilan.  Maka datanglah orang-orang miskin yang beriman,  berdesak-deaakan maju ke depan tak ubahnya bagai kawanan burung merpati.  Lalu ada yang berseru kepada mereka: Berhentilah kalian untuk menghadapi perhitungan!  Ujar mereka: Kami tak punya apa-apa untuk dihisab.  Maka Allah pun berfirman: Benarlah hamba-hambaKu itu.  Lalu masuklah mereka ke dalam surga sebelum orang-orang lain masuk."

Said menutup usia di tahun ke-20 hijriah.  Ia dicatat sebagai seorang sahabat yang sholeh,  zuhud, baik budi dan pejabat yang tak tergoda oleh manisnya dunia. 

Selamat jalan Said bin Amir.  Selamat baginya baik di dunia maupun setelah wafatnya.  Semoga Allah meridhoinya. Selamat pula bagi sahabat Rasulullah ﷺ yang mulia dan rajin beribadah serta beramal sholeh. 

Alhamdulillah

Kisah sahabat lainnya:
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 7:Zubair bin Awwam
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 8: Abu Dzar Al Ghifari
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 9: Hudzaifah ibnul Yaman
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 10: Miqdad Bin Amr
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 11: Bilal bin Rabah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 12: Zaid bin Haritsah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 13: Khubaib bin Adi
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 14: Abbas bin Abdul Muttalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 15: Abdullah bin Umar
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 16: Jafar bin Abi Thalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 17: Khalid bin Walid
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 18: Ammar bin Yasir
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 19: Abu Hurairah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 20: Utbah bin Ghazwan
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 21: Saad bin Abi Waqqash
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 22: Khalid bin Said bin Ash
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 23: Ubadah bin Shamit
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 24: Abdullah bin Amr bin Haram

Asmaul Husna: Al Hakam



Al Hakam - Maha Mengadili

Allah Maha Mengadili,  Dia-lah yang akan memberi keputusan atas segala sesuatu di hari akhir nanti. 

وَلَا تَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلٰهًا ءَاخَرَ  ۘ  لَآ إِلٰهَ إِلَّا هُوَ  ۚ  كُلُّ شَىْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ ۥ   ۚ  لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
"Dan jangan (pula) engkau sembah Tuhan yang lain selain Allah. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Segala sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Segala keputusan menjadi wewenang-Nya, dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan."
(QS. Al-Qasas 28: Ayat 88)

Keputusan Allah tak bisa ditunda-tunda.  Apakah telah datang pengadilan-Nya di dunia,  ataukah ditangguhkan nanti di akhirat. 

أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا نَأْتِى الْأَرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا  ۚ  وَاللَّهُ يَحْكُمُ لَا مُعَقِّبَ لِحُكْمِهِۦ  ۚ  وَهُوَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
"Dan apakah mereka tidak melihat bahwa Kami mendatangi daerah-daerah (orang yang ingkar kepada Allah), lalu Kami kurangi (daerah-daerah) itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya? Dan Allah menetapkan hukum (menurut kehendak-Nya), tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya; Dia Maha Cepat perhitungan-Nya."
(QS. Ar-Ra'd 13: Ayat 41)

Apa yang belum diputuskan Allah kini,  maka hendaklah manusia bersabar. 

وَاتَّبِعْ مَا يُوحٰىٓ إِلَيْكَ وَاصْبِرْ حَتّٰى يَحْكُمَ اللَّهُ  ۚ  وَهُوَ خَيْرُ الْحٰكِمِينَ
"Dan ikutilah apa yang diwahyukan kepadamu dan bersabarlah hingga Allah memberi keputusan. Dialah hakim yang terbaik."
(QS. Yunus 10: Ayat 109)

Keputusan Allah akan ditentukan di pengadilan hari akhir sebagai sesuatu yang seadil-adilnya.  Maka,  orang-orang yang percaya kepada Allah, pada hari itu akan aman. 

الَّذِينَ ءَامَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوٓا إِيمٰنَهُمْ بِظُلْمٍ أُولٰٓئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُّهْتَدُونَ
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk."
(QS. Al-An'am 6: Ayat 82)

Sebaliknya saat ini di dunia,  Allah telah menetapkan hukum-Nya dan tak patut manusia mengganti-gantinya. 

أَفَغَيْرَ اللَّهِ أَبْتَغِى حَكَمًا وَهُوَ الَّذِىٓ أَنْزَلَ إِلَيْكُمُ الْكِتٰبَ مُفَصَّلًا  ۚ  وَالَّذِينَ ءَاتَيْنٰهُمُ الْكِتٰبَ يَعْلَمُونَ أَنَّهُ ۥ  مُنَزَّلٌ مِّنْ رَّبِّكَ بِالْحَقِّ  ۖ  فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
"Pantaskah aku mencari hakim selain Allah, padahal Dialah yang menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu secara rinci? Orang-orang yang telah Kami beri Kitab mengetahui benar bahwa (Al-Qur'an) itu diturunkan dari Tuhanmu dengan benar. Maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu."
(QS. Al-An'am 6: Ayat 114)

Keikhlasan dalam menerima keputusan atau ketetapan Allah di dunia adalah kunci menuju kemenangan pengadilan di hari akhir. 

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ ۥ ٓ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ  ۗ  وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۥ  فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًا مُّبِينًا
"Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata."
(QS. Al-Ahzab 33: Ayat 36)

Timbanglah tindakan-tindakan di dunia sebelum tindakan itu ditimbang di neraca keadilan Allah di hari akhir. 

Alhamdulillah

Kisah Abu Bakar As-Siddiq dan Isra Mi'raj

Mengapa sahabat tercinta Abu Bakr digelari As-Siddiq? Ini adalah kisah Abu Bakr, yang berkat keteguhan imannya, teguh pula hati kaum muslimin bersamanya.

Saat Rasulullah ﷺ sedang berbicara dengan orang banyak di Masjidil Haram mengenai peristiwa Isra Mi'raj, Abu Bakr sedang tidak berada di sana.

Peristiwa Isra Mi'raj memang menjadi bahan olokan kaum musyrik Mekah. Menurut mereka hal itu sangat mustahil. Bagaimana mungkin perjalanan sebulan pergi dan sebulan pulang dari Mekah ke Masjidil Aqsha dilakukan hanya dalam semalam saja.

Bahkan, tak sedikit juga orang yang telah memeluk Islam kala itu malah jadi berbalik murtad. Mereka berpikir bahwa Muhammad ﷺ itu gila.

Datanglah beberapa orang menjemput Abu Bakr. Mereka menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah ﷺ sedang berbicara mengenai peristiwa Isra Mi'raj yang baru dialami.

"Kalian berdusta!" kata Abu Bakr. "Sungguh, Beliau ﷺ di masjid sedang berbicara dengan orang banyak!"  kata mereka."

Namun, meskipun belum bertemu dan menanyakan langsung dengan Rasulullah ﷺ, sebenarnya dalam hati, Abu Bakr memiliki keyakinan akan kebenaran  cerita Isra Mi'raj yang dialami sahabat tercintanya itu.

Abu Bakr berkata, "Dan kalaupun itu yang dikatakannya...tentu beliau mengatakan yang sebenarnya. Dia ﷺ mengatakan padaku bahwa ada berita dari Allah, dari langit dan bumi, pada waktu malam atau siang, aku percaya. Ini lebih dari yang kamu herankan."

Demikianlah Abu Bakr. Ia adalah orang yang selalu yakin kepada Muhammad ﷺ, mendahului keyakinan orang-orang lain.

Maka datanglah Abu Bakr menemui sahabatnya, Muhammad ﷺ. Ia mendengarkan penjelasan Rasulullah ﷺ mengenai Baitul Maqdis. Kebetulan Abu Bakr pernah berkunjung ke tempat tersebut. 

Usai Rasulullah ﷺ menceritakan perihal Baitul Maqdis, ternyata penggambarannya sama persis. Maka mantap sudahlah keyakinan Abu Bakr. Pengalaman Isra Mi'raj sahabatnya bukanlah sesuatu yang dikarang-karangnya saja.

Abu Bakr berkata, "Rasulullah, saya percaya."

Sejak saat itulah Muhammad ﷺ memanggil Abu Bakr dengan gelar As-Siddiq. Artinya orang yang membenarkan  perkataan Muhammad ﷺ, orang yang percaya, meyakini, yang menerapkan kata dengan perbuatan, bisa juga berarti orang yang mencintai kebenaran.

Sekiranya kala itu Abu Bakr tidak percaya, maka tak akan percayalah kaum muslimin. Andaikan Abu Bakr berpaling, maka berpalinglah mereka yang lain. Namun, Allah telah menetapkan iman ke dalam sanubari hamba-hamba oilihan-Nya. Salah satunya Abu Bakr.

Abu Bakr memiliki tempat tersendiri di hati Rasulullah ﷺ. Ia adalah khalil (teman kesayangan). Rasulullah ﷺ bersabda, "Kalau ada di antara hamba Allah yang kuambil sebagai khalil maka Abu Bakr adalah khalilku. Tetapi, persahabatan dan persaudaraan ialah dalam iman, sampai tiba saatnya Allah mempertemukan kita."

Kata-kata Abu Bakr kepada Rasulullah ﷺ, "Saya percaya," mengenai Isra Mi'raj adalah kata-kata yang baik, buah iman yang dipenuhi pemahaman tentang wahyu dan risalah. Kata-kata "Saya percaya", dari Abu Bakr merupakan contoh kuatnya iman seseorang sebagaimana Allah firmankan dalam Al Quran:

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِى السَّمَآءِ

"Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit,"
QS Ibrahim 14:24
Shodaqollahul'adziim.

Semoga Allah meridhoi Abu Bakr As-Siddiq. 

Alhamdulillah

Asmaul Husna: Al Waliyy



Al Waliyy - Maha Melindungi

Sebaik-baik pelindung adalah Allah.  Dialah yang Maha Melindungi. 

اَمِ اتَّخَذُوْا  مِنْ دُوْنِهٖۤ اَوْلِيَآءَ ۚ  فَاللّٰهُ هُوَ الْوَلِيُّ وَهُوَ يُحْيِ الْمَوْتٰى  ۖ   وَهُوَ  عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
"Atau mereka mengambil pelindung-pelindung selain Dia? Padahal Allah, Dialah Pelindung (yang sebenarnya). Dan Dia menghidupkan orang yang mati, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu."
QS Asy-Syura 42:  9

Allah adalah Sang Pelindung Sejati. Dia melindungi hamba-hamba-Nya dari kekuatan  jahat. 

اَللّٰهُ وَلِيُّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا يُخْرِجُهُمْ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِ   ۗ  وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْۤا اَوْلِيٰٓــئُهُمُ الطَّاغُوْتُ ۙ  يُخْرِجُوْنَهُمْ مِّنَ النُّوْرِ اِلَى الظُّلُمٰتِ ۗ  اُولٰٓئِكَ اَصْحٰبُ النَّارِ ۚ  هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
"Allah Pelindung orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya adalah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya."
QS Al-Baqarah 2:257

Allah menunjang manusia dan memberi kemenangan, mencintai, membimbing, meingilhami. Namun,  ada orang yang mencari bantuan dari makhluk lain yang mereka cintai dan puja selain Allah,  tetapi Al Quran mengatakan bahwa manusia tidaklah memiliki siapa-siapa lagi pada akhirnya selain Allah sebagai pelindung dan pembantu.  

اَلَمْ تَعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ لَهٗ  مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ ۗ  وَمَا لَـکُمْ مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ مِنْ  وَّلِيٍّ وَّلَا نَصِيْرٍ
"Tidakkah kamu tahu bahwa Allah memiliki kerajaan langit dan bumi? Dan tidak ada bagimu pelindung dan penolong selain Allah."
QS Al-Baqarah 2: 107

Jika seseorang kehilangan perlindungan Allah, tidak akan ada kekuasaan lain  yang dapat diperolehnya. 

اِنْ يَّنْصُرْكُمُ اللّٰهُ فَلَا غَالِبَ لَـكُمْ ۚ  وَاِنْ يَّخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِيْ يَنْصُرُكُمْ مِّنْۢ بَعْدِهٖ ۗ  وَعَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ
"Jika Allah menolong kamu, maka tidak ada yang dapat mengalahkan kamu, tetapi jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapa yang dapat menolongmu setelah itu? Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang beriman bertawakal."
QS Ali 'Imran 3: 160

Al Waliyy juga artinya teman atau wali,  yakni teman bagi orang-orang yang taat kepada Allah. 

اِنَّ وَلِيِّ يَ اللّٰهُ الَّذِيْ نَزَّلَ الْـكِتٰبَ   ۖ   وَهُوَ يَتَوَلَّى الصّٰلِحِيْنَ
"Sesungguhnya pelindungku adalah Allah yang telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an). Dia melindungi orang-orang saleh."
QS Al-A'raf 7: 196

Para pemercaya akan mengharapkan kekuatan perlindungan terbesar hanya kepada Allah. 

وَمَا لَـكُمْ لَا تُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَالْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَآءِ وَالْوِلْدَانِ الَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَاۤ اَخْرِجْنَا مِنْ هٰذِهِ الْـقَرْيَةِ الظَّالِمِ اَهْلُهَا  ۚ  وَاجْعَلْ لَّـنَا مِنْ لَّدُنْكَ وَلِيًّا   ۙ  وَّاجْعَلْ لَّـنَا مِنْ لَّدُنْكَ نَصِيْرًا  
"Dan mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang yang lemah, baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak yang berdoa, Ya Rabb kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang penduduknya zalim. Berilah kami pelindung dari sisi-Mu dan berilah kami penolong dari sisi-Mu."
QS An-Nisa' 4: 75

Allah bersama orang-orang yang dikecewakan sesama manusia. 

Alhamdulillah

Kisah Sahabat Rasulullah SAW 25: Abu Darda



Suatu hari seorang pria berkata di Madinah, "Maukah anda sekalian aku kabarkan amalan-amalan yang terbaik,  amalan yang terbersih di sisi Allah dan paling meninggikan derajat anda, lebih baik daripada memerangi musuh dengan menghantam batang leher mereka,  lalu mereka pun menebas batang leher anda,  dan malah lebih baik dari uang emas dan perak?"

Ya,  pria yang bertanya itu adalah Abu Darda.  Mereka yang ditanya menjawab, "Apakah itu Abu Darda?"

Abu Darda menjawab, "Dzikrullah (menyebut mengingat Allah), wa ladzikrullahi akbar (dan dzikir kepada Allah itu lebih utama). "

Demikianlah Abu Darda. Meskipun ia tak pernah absen bersama kaum muslimin dalam berbagai peperangan hingga di hari pembebasan Mekah, Abu Darda adalah seorang penyendiri. 

Menyendiri bukan karena ingin mengasingkan dirinya dari orang lain,  tapi untuk meneguhkan hatinya.  Penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah adalah sebuah bentuk keteguhan hati demi mencapai kedudukan yang tinggi beserta orang-orang yang benar secara sempurna.  Keteguhan sebagaimana firman Allah:

 اِنَّ صَلَاتِيْ وَنَُايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ 
"Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam,"
QS. Al-An'am 6:162

Sang ibu suatu kali ditanya orang mengenai amal yang sangat disukai Abu Darda. Ibunya menjawab,  "Tafakur dan mengambil i'tibar atau pelajaran."

Abu Darda meresapi dan mencoba mengamalkan ayat:

 فَاعْتَبِـرُوْا يٰۤاُولِى الْاَبْصَارِ
" Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan!"
QS. Al-Hasyr 59: 2

Abu Darda selalu mengajak bertafakur. "Berpikir - tafakur satu jam lebih baik daripada beribadat satu malam," demikian ungkapnya. 

Mengingat Allah

Siapakah dahulunya Abu Darda sehingga menjadi seorang pribadi yang suka berdzikir kepada Allah?  Ia adalah seorang saudagar yang kaya. 

Abu Darda berkisah mengenai jalan hidupya:

"Aku mengislamkan diriku kepada Nabi ﷺ sewaktu aku menjadi saudagar.  Keinginanku agar ibadat dan perniagaanku dapat berhimpun pada diriku jadi satu, tetapi hal itu tidak berhasil. Lalu aku kesampingkan perniagaan dan menghadapkan diri kepada ibadat, dan aku tidak akan merasa gembira sedikitpun jika sekarang aku berjual beli dan beruntung di setiap harinya tiga ratus dinar,  sekalipun tokoku itu terletak di muka pintu masjid.
Perhatikan,  aku tidak menyatakan kepada kalian bahwa Allah mengharamkan jual beli,  hanya aku pribadi lebih menyukai agar aku termasuk ke dalam golongan orang  yang perniagaan dan jual beli  itu tidak  melalaikan daripada dzikir kepada Allah."

Abu Darda adalah salah seorang dari sekian sahabat Rasululah ﷺ yang perniagaan dan jual belinya tak melalaikan mereka dari mengingat Allah. 

Pandangan Abu Darda Tentang Dunia

Bagaimana pandangan Abu Darda tentang dunia?  Ia mengamalkan ayat:

الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ - يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ
"Orang yang mengumpul-ngumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, disangkanya hartanya dapat mengekalkannya." Qs Al Humazah 2-3

Abu Darda mengingat sabda Rasulullah ﷺ: "Yang sedikit mencukupi,  lebih baik dari yang banyak membawa rugi."

Rasulullah ﷺ juga bersabda:
"Lepaskanlah dirimu dari keserakahan akan dunia sekuasa kamu, sebab siapa yang dunia menjadi tujuan utamanya,  Allah akan mencerai-beraikan miliknya yang telah terkumpul lalu dijadikannya kemiskinan dalam pandangan matanya. Dan siapa yang menjadikan akhirat tujuan dan cita-citanya. Allah akan menghimpunkan miliknya yang bercerai-berai, lalu dijadikanNya kekayaan dalam hatinya,  dan dimudahkannya mendapatkan segala kebaikan. "
HR Thabarani Mu'jam al-Kabir

Suatu kali Abu Darda mengucapkan doa, "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari hati yang bercabang-cabang."

Orang bertanya, "Apakah hati yang bercabang-cabang wahai Abu Darda?"

Ia menjawab, "Memiliki harta benda di setiap lembah."

Abu Darda lantas memberi nasehat agar manusia memiliki dunia tanpa terikat kepadanya. Kehendak untuk menguasainya secara serakah tak akan pernah ada kesudahannya. 

"Barangsiapa yang tidak pernah merasa puas terhadap dunia maka tak ada dunia baginya." Demikian ia berucap, kemudian menambahkan:

"Jangan engkau makan, kecuali yang baik.
Jangan engkau usahakan, kecuali yang baik.
Dan jangan engkau masukkan ke rumahmu kecuali yang baik."

Pernah Abu Darda berkirim surat  dengan kata-kata berikut:

"Arkian, tidak satu pun harta kekayaan dunia yang kamu miliki melainkan sudah  ada orang lain memilikinya sebelum kamu dan akan ada orang lain memilikinya sesudah kamu. Sebenarnya yang kamu miliki dari dunia hanyalah sekadar yang telah kamu manfaatkan untuk dirimu. Maka utamakanlah diri itu dari orang yang untuknya kamu kumpulkan harta itu yaitu anak-anakmu yang bakal mewarisimu. Karena dalam kumpul mengumpul harta itu kamu akan memberikannya kepada salah satu di antara dua, adakalanya kepada anak yang saleh yang beramal dengannya guna mentaati Allah, maka ia berbahagia atas segala penderitaanmu,  dan ada kalanya pula kepada anak durhaka yang mempergunakan untuk maksiat,  maka engkau lebih celaka lagi dengan harta yang telah kamu kumpulkan untuknya itu.  Maka percayakanlah nasib mereka kepada rejeki yang ada pada Allah,  dan selamatkanlah dirimu sendiri."

Suatu kali saat penaklukan Siprus dan harta rampasan dibawa ke Madinah, orang melihat Abu Darda menangis. Mereka lalu meminta Jubair bin Nasir menanyainya. 

"Wahai Abu Darda apakah sebabnya anda menangis pada saat Islam dimenangkan Allah bersama ahlinya?" tanya Jubair. 

Ia menjawab, "Wahai Jubair, alangkah hinanya makhkuk di sisi Allah bila mereka meninggalkan kewajiban-kewajibannya terhadap Allah. Selagi ia sebagai suatu umat yang perkasa, berjaya mempunyai kekuatan,  lalu mereka tinggalkan amanat Allah,  maka jadilah mereka seperti yang engkau lihat."

Demikianlah Abu Darda memandang dunia. Ia telah memperkirakan nantinya jika kaum muslimin akan lebih mudah tergoda dengan kekayaan dunia,  sehingga amanat Allah itu terlepas dari umat. 

Pernah juga kala Abu Darda sedang sakit dan para sahabat menjenguknya, mereka menawarkan kasur untuk mengganti kain tipis terbuat kulit sebagai alas tidur. 

Abu Darda berkata,  "Kampung kita nun jauh di sana,  untuknya kita mengumpulkan bekal dan kesana kita akan kembali,  kita akan berangkat kepadanya dan beramal untuk bekal disana." 

Yazid bin Muawiyah,  putra Muawiyah, pernah melamar putrinya dan ditolak. Namun ketika putrinya dilamar seorang muslim miskin yang shaleh ia menerimanya. 

"Bagaimana kiranya nanti dengan si Darda ini bila ia telah dikelilingi para pelayan dan inang pengasuh dan terpedaya oleh kemewahan istana,  dimana letak agamanya waktu itu? " kata Abu Darda tentang dirinya sendiri. 

Abu Darda memberi nasehat,  "Kebaikan bukanlah karena banyak harta dan anak-anakmu,  tetapi kebaikan yang sesungguhnya ialah bila semakin besar rasa santunmu,  semakin bertambah banyak ilmumu dan kamu berpacu menandingi manusia dalam mengabdi kepada Allah Ta'ala."

Menjadi Gubernur di Suriah

Semasa kekhalifahan Ustman bin Affan ra, Abu Darda menjabat gubernur di Suriah. Kala itu negeri Suriah adalah negara makmur dan mewah. 

Suatu hari Abu Darda mengumpulkan masyarakat. Ia lalu memberi pidatonya:

"Wahai penduduk Suriah... 
Kalian adalah saudara seagama,  tetangga dalam rumah tangga dan pembela melawan musuh bersama.  
Tetapi saya merasa heran melihat kalian semua,  kenapa kalian tidak punya rasa malu? 
Kalian kumpulkan apa yang kalian tidak makan . Kalian bangun semua apa yang kalian tidak diami.  Kalian harapkan aoa yang tidak kalian capai. 
Beberapa kurun waktu sebelum kalian, mereka pun mengumpulkan dan menyimpannya. 
Mereka mengangan-angankan lalu mereka berkepanjangan dengan angan-angannya.  Mereka membina lalu mereka teguhkan bangunannya. 
Tetapi akhirnya semua itu jadi binasa. 
Angan-angan menjadi fata morgana dan rumah mereka menjadi kuburan belaka. 
Mereka itu adalah kaum Ad yang memenuhi daerah antara Aden dan Oman dengan anak pinak dan harta benda."

Abu Darda melambaikan tangannya sejenak kemudian melanjutkan pidatonya "Ayo siapa yang mau membeli harta peninggalan kaum Ad daripadaku dengan harga dua dirham?
Carilah kebaikan sepanjang hidupmu dan majulah mencari embusan karunia Allah,  sebab sesungguhnya Allah mempunyai tiupan rahmat yang dapat msngenai siapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya. 
Mohonlah kepada Allah agar ia menutupi malu atau cela dan kejahatanmu serta menghilangkan rasa ketidaktentramanmu."

Pandangan dan sikap Abu Darda 

Abu Darda sangat tidak menyukai orang-orang yang sombong. 

"Kebaikan sebesar atom (dzarrah)  dari orang yang taqwa dan yakin,  lebih berat dan lebih bernilai daripada ibadatnya seumpama gunung orang-orang yang menipu diri sendiri. 
Jangan kalian bebani orang dengan yang tidak sanggup dipikulnya dan jangan kalian menghisab mereka dengan mengambil alih pekerjaan Tuhannya.  Jagalah diri kalian sendiri,  sebab siapa yang selalu mengingini apa yang dipunyai orang lain niscaya akan berkelanjangan nestapanya."

Bagi Abu Darda seorang tidak boleh merasa sombong,  apalagi bagi seorang ahli ibadah yang merasa lebih alim daripada orang lain. 

Abu Qalabah pernah bercerita, "Suatu hari Abu Darda melihat orang-orang tengah mencaci maki seseorang yang terperosok perbuatan dosa,  ia berseru: 'Bagaimana pendapat kalian bila menemukannya terperosok ke dalam lubang ? Bukankah seharusnya kalian berusaha menolong mengeluarkannya dari lobang tersebut?'"

Mereka menjawab,  "Tentu saja. " Abu Darda berkata, "Kalau begitu jangan kalian cela dia,  tetapi hendaklah kalian memuji syukur kepada Allah yang telah menyelamatkan kalian."

Tanya mereka pula, "Apakah anda tidak membencinya?" Abu Darda menjawab,  "Yang kubenci adalah perbuatannya,  bila ditinggalkan maka ia adalah saudaraku."

Abu Darda pernah memberi nasehat,  "Orang tidak mungkin mencapai tingkat muttaqin,  apabila tidak dibuktikan dalam perbuatan."

Bagunya,  ilmu adalah marifat untuk membuka tabir hakikat,  landasan dalam berbuat dan bertindak,  daya pikir dalam mencari kebenaran dan motor kehidupan yang disinari iman, dalam melaksanakan amal bakti kepada Allah. 

"Pendidik dan penuntut ilmu sama mempunyai kedudukan yang mulia,  masing-masing mempunyai kelebihan dan pahala. 
Aku tak tahu mengapa ulama kalian berlalu,  sedang orang-orang jahil kalian tidak mau mempelajari ilmu. 
Dan tak ada lagi kebaikan yang lebih utama dari kebaikan mereka. 
Manusia itu ada tiga macam, orang yang berilmu,  orang yang belajar,  dan yang ketiga orang goblok yang tidak mempunyai apa-apa."

Demikian Abu Darda menjelaskan.  ilmu dan amal tak bisa dipisahkan. 

"Yang paling aku takutkan nanti di hari kiamat adalah bila ditanyakan orang di muka khalayak, 'Hai Uwaimir, apakah engkau berilmu?' maka akan dijawab,  "Ada." Lalu ditanyakan orang kagi kepadaku,  "Apa saja yang engkau amalkan dengan ilmu yang ada itu?""

Kemuliaan seorang ulama adalah yang mengamalkan ilmunya.  Abu Darda menghormati ulama yang demikian.

Suatu kali ia berkata, "Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari kutukan hati ulama." Lalu orang bertanya kepadanya, "Bagaimana dapat hati mereka mengutukimu?" Jawabnya,  "Dibencinya aku... "

Abu Darda sangat memuliakan alim ulama,  ia khawatir ketidaksukaan seorang alim kepadanya berubah ibaratnya menjadi kutukan. 

"Cacian dari seorang saudara lebih baik daripada kehilangannya.  Siapakah mereka bagimu,  kalau bukan saudara atau teman? Berilah saudaramu dan berlunak lembutlah kepadanya. Dan jangan engkau ikut-ikutan meendengki saudaramu, nanti engkau akan seperti itu pula. Besok engkau akan dijelang maut, maka cukuplah bagi engkau kehilangannya.  Bagaimana anda akan menangisinya sesudah mati,  sedang selagi hidup tak pernah anda memenuhi haknya."

Abu Darda adalah juga seorang pemimpin yang suka membela kaum lemah. 
"Aku benci menganiaya seseorang dan aku lebih benci lagi jika sampai menganiaya seseorang yang tidak mampu meminta pertolongan dari aniayaku kecuali kepada Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar."

Saat orang mendatanginya,  meminta doa restunya lantaran ia dikenal sebagai orang yang zuhud,  ahli ibadah dan bertaqwa,  Abu Darda hanya menjawab,  "Aku bukan ahli berenang sehingga aku takut akan tenggelam..." Demikianlah Abu Darda. 

Salam untukmu Abu Darda,  semoga Allah meridhoimu. 

Alhamdulillah

Kisah sahabat yang lain...
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 7:Zubair bin Awwam
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 8: Abu Dzar Al Ghifari
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 9: Hudzaifah ibnul Yaman
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 10: Miqdad Bin Amr
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 11: Bilal bin Rabah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 12: Zaid bin Haritsah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 13: Khubaib bin Adi
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 14: Abbas bin Abdul Muttalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 15: Abdullah bin Umar
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 16: Jafar bin Abi Thalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 17: Khalid bin Walid
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 18: Ammar bin Yasir
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 19: Abu Hurairah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 20: Utbah bin Ghazwan
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 21: Saad bin Abi Waqqash
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 24: Abdullah bin Amr bin Haram


Ayat yang Membuat Umar bin Khattab Bersyahadat



Pada suatu siang, pada hari yang mampu membuat hati bergejolak, seorang Umar bin Khattab berjalan dengan penuh amarah.

Umar yang kala itu masih jahiliyah mendengar kabar mengenai hijrahnya kaum muslimin ke Madinah. Jiwanya berontak, murka dan marah. Ia hendak pergi ke rumah Al Arqam dan membunuh nabi Muhammad ﷺ. Namun, belum sampai di rumah nabi, ia diberitahu  jika adiknya, Fatimah dan suaminya Said bin Zaid juga telah masuk Islam.

Nu’aim bin Abdullah memberitahukan kepadanya perihal islamnya Fatimah dan berkata:

“Demi Allah, engkau menipu dirimu sendiri, wahai Umar ! tidakkah engkau berpikir bahwa bani Abdul Manaf akan membiarkanmu tetap hidup setelah engkau membunuh putra mereka, Muhammad? mengapa engkau tidak segera kembali ke rumahmu dan memperbaiki rumahmu sendiri, saudara perempuanmu, Fatimah, beserta suaminya telah memeluk agama Muhammad?"

Maka tambah panaslah dada Umar bin Khattab. Ia berjalan menuju rumah adiknya yang kala itu sedang membaca Al Quran. Umar yang penuh amarah mendobrak masuk.

Mengetahui Umar mendobrak masuk, Fatimah buru-buru menyembunyikan lembaran Al Quran yang sedang dibacanya bersama suaminya. Ia begitu takut. Waktu itu juga ada Khabab bin Arats yang sampai-sampai bersembunyi di balik pintu saking takutnya.

Umar berkata kepada sang adik untuk memberikan Al Quran yang tengah dibacanya. Namun, Fatimah menolak.

"Wahai Umar, apa pendapatmu jika kebenaran itu bukan berada pada agamamu?" kata Fatimah.

Maka amarah Umar pun memuncak, dipukulnya adiknya Fatimah dan suaminya sampai bibirnya berdarah.

Kemudian Fatimah berkata penuh keyakinan kepada kakaknya itu, "Wahai Umar, jika kebenaran bukan terdapat pada agamamu, maka aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah Rasulullah”.

Umar melunak mendengar keteguhan hati adiknya. "Berikan kitab yang ada pada kalian kepadaku, aku ingin membacanya," katanya.

Fatimah berkata, "Kamu itu kotor. Tidak boleh menyentuh kitab itu kecuali orang yang bersuci. Mandilah terlebih dahulu."

Umar menuruti kata-kata adiknya. Ia pun segera mandi. Setelah itu ia membaca lembaran Al Quran yang diserahkan Fatimah dengan perlahan-lahan...

بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيم

طه (١) مَآ أَنزَلۡنَا عَلَيۡكَ ٱلۡقُرۡءَانَ لِتَشۡقَىٰٓ (٢) إِلَّا تَذۡڪِرَةً۬ لِّمَن يَخۡشَىٰ (٣) تَنزِيلاً۬ مِّمَّنۡ خَلَقَ ٱلۡأَرۡضَ وَٱلسَّمَـٰوَٲتِ ٱلۡعُلَى (٤) ٱلرَّحۡمَـٰنُ عَلَى ٱلۡعَرۡشِ ٱسۡتَوَىٰ (٥) لَهُ ۥ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَمَا فِى ٱلۡأَرۡضِ وَمَا بَيۡنَہُمَا وَمَا تَحۡتَ ٱلثَّرَىٰ (٦) وَإِن تَجۡهَرۡ بِٱلۡقَوۡلِ فَإِنَّهُ ۥ يَعۡلَمُ ٱلسِّرَّ وَأَخۡفَى (٧)ٱللَّهُ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ‌ۖ لَهُ ٱلۡأَسۡمَآءُ ٱلۡحُسۡنَىٰ (٨) وَهَلۡ أَتَٮٰكَ حَدِيثُ مُوسَىٰٓ (٩) إِذۡ رَءَا نَارً۬ا فَقَالَ لِأَهۡلِهِ ٱمۡكُثُوٓاْ إِنِّىٓ ءَانَسۡتُ نَارً۬ا لَّعَلِّىٓ ءَاتِيكُم مِّنۡہَا بِقَبَسٍ أَوۡ أَجِدُ عَلَى ٱلنَّارِ هُدً۬ى (١٠) فَلَمَّآ أَتَٮٰهَا نُودِىَ يَـٰمُوسَىٰٓ (١١) إِنِّىٓ أَنَا۟ رَبُّكَ فَٱخۡلَعۡ نَعۡلَيۡكَ‌ۖ إِنَّكَ بِٱلۡوَادِ ٱلۡمُقَدَّسِ طُوً۬ى (١٢)وَأَنَا ٱخۡتَرۡتُكَ فَٱسۡتَمِعۡ لِمَا يُوحَىٰٓ (١٣) إِنَّنِىٓ أَنَا ٱللَّهُ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّآ أَنَا۟ فَٱعۡبُدۡنِى وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ لِذِڪۡرِىٓ (١٤)

Thaahaa (1) 
Kami tidak menurunkan Al Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah; (2)  
tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut [kepada Allah], (3) 
yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi. (4) 
[Yaitu] Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas ’Arsy (5) 
Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.(6) 
Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi. (7) 
Dialah Allah, tidak ada Tuhan [yang berhak disembah] melainkan Dia, Dia mempunyai asmaul husna [nama-nama yang baik]. (8) 
Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa? (9) 
Ketika ia melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya: "Tinggallah kamu [di sini], sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit daripadanya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu". (10) 
Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: "Hai Musa! 
(11) Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa. (12) 
Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan [kepadamu].
(13) Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan [yang hak] selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. (14)
Al Quran surat Thaha 1-14

Maka Umar pun tertunduk. Hatinya telah jatuh kepada agama Muhammad ﷺ, agama yang telah mengabarkan kalam-kalamNya dalam Al Quran yang begitu indah. Begitu indahnya sehingga menggetarkan hatinya yang semula begitu keras.

Maka berjalanlah Umar bin Khattab setelah itu ke Darul Arqam, tempat dimana kaum yang pertama masuk Islam berkumpul secara sembunyi-sembunyi, namun kini tidak lagi. Umar melangkahkan kakinya ke sana bukan lagi untuk membunuh Nabi ﷺ tapi bersyahadat dihadapan beliau.

Alhamdulillah

Asmaul Husna: Al Qawiyy



Al Qawiyy - Yang Maha Kuat

 اِنَّ رَبَّكَ هُوَ الْقَوِيُّ الْعَزِيْزُ
"Sungguh, Rabbmu, Dia Maha Kuat, Maha Perkasa." QS. Hud 11:66

...َ مَا شَآءَ اللّٰهُ   ۙ  لَا قُوَّةَ اِلَّا بِاللّٰهِ ... 
"Masya Allah, la quwwata illa billah (Sungguh, atas kehendak Allah, semua ini terwujud), tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah..."
QS Al-Kahf 18: 39

Kekuatan manusia tidak dapat dibandingkan dengan kekuatan Allah karena Dia adalah sang Pencipta semua tenaga di dunia nyata dan yang tak nampak. Malaikat berduyun-duyun melaksanakan perintahNya. 

وَلِلّٰهِ جُنُوْدُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ ۗ  وَكَانَ اللّٰهُ عَزِيْزًا حَكِيْمًا
"Dan milik Allah bala tentara langit dan bumi. Dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana."
QS. Al-Fath 48: 7

Seringkali manusia merasa paling kuat dibanding manusia atau makhluk lainnya.  Menyombongkan diri dan merasa paling berkuasa. 

فَاَمَّا عَادٌ فَاسْتَكْبَرُوْا فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَقَالُوْا مَنْ اَشَدُّ مِنَّا قُوَّةً    ۗ  اَوَلَمْ يَرَوْا اَنَّ اللّٰهَ الَّذِيْ خَلَقَهُمْ هُوَ اَشَدُّ مِنْهُمْ قُوَّةً   ۗ  وَكَانُوْا بِاٰيٰتِنَا يَجْحَدُوْنَ
"Maka adapun kaum 'Ad, mereka menyombongkan diri di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran dan mereka berkata, Siapakah yang lebih hebat kekuatannya dari kami? Tidakkah mereka memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah yang menciptakan mereka. Dia lebih hebat kekuatan-Nya dari mereka? Dan mereka telah mengingkari tanda-tanda (kebesaran) Kami."
QS Fussilat 41:15

Akan ada suatu hari saat Allah menunjukkan kekuatanNya. 

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَنْدَادًا يُّحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللّٰهِ ۗ  وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِ ۗ  وَلَوْ يَرَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْٓا اِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ ۙ   اَنَّ الْقُوَّةَ لِلّٰهِ جَمِيْعًا ۙ  وَّاَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعَذَابِ
"Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka menyesal)."
QS Al-Baqarah 2: 165

Kepercayaan manusia kepada Rabbnya,  Allah Subhanahu Wa Taala,  adalah sumber kekuatan terbesanya. 

Alhamdulillah