Kisah Sahabat Rasulullah SAW 41: Umeir bim Sa'ad



Umeir bin Sa'ad adalah saudara dari Sa'id bin Amir. Sa'id bin Amir ditugaskan menjadi gubernur di Syria oleh khalifah Umar bin Khattab. Kesholehan dan akhlaq Umeir bin Sa'ad tidak kalah dengan saudaranya itu.

Ayahnya adalah Saad al Qari, ikut berperang, dan syahid di pertempuran Qadisiah. Umeir dibawa ayahnya menghadap Rasulullahﷺ untuk berbaiat dan semenjak itu impiannya adalah syahid. Ia selalu berdiri di saf pertama dan paling awal maju pada panggilan perang.

Pada suatu hari Umeir mendengar Jullas bin Shanit, salah seorang kerabatnya, sedang berbincang-bincang di rumahnya. Jullas berkata, "Seandainya laki-laki ini memang benar tentulah kita ini lebih jelek dari keledai-keledai. " Laki-laki yang dimaksudnya adalah Rasulullah ﷺ.

Kala mendengar perkataan Jullas, Umeir bin Sa'ad langsung bangkit karena geramnya.

"Demi Allah, Hai Jullas! Engkau adalah orang yang paling kucintai dan yang paling banyak berjasa bagiku dan yang paling tidak kusukai akan ditimpa sesuatu yang tidak menyenangkan. Sungguh engkau telah melontarkan sesuatu ucapan seandainya ucapan itu kusebutkan dan sumbernya daripadamu niscaya akan menyakitkan hatimu. Tetapi andainya kubiarkan saja kata-kata itu, tentulah agamaku akan binasa padahal haq agama itu lebih utama ditunaikan. Dari itu aku akan menyampaikan apa yang kudengar kepada Rasulullah! "

Tetapi Jullas tak menunjukkan penyesalannya. Maka pergilah Umeir ingin menyampaikan perihal tersebut. "Akan kusampaikan kepada Rasulullah sebelum Tuhan menurunkan wahyu yang melibatkan diriku dengan dosamu. "

Rasulullah ﷺ kemudian mendapat laporan mengenai Julias lalu mengirim orang untuk mencarinya. Julias berdalih dan menyatakan sumpah palsu. Tak lama setelah itu, Allah menurunkan firman-Nya:

يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ مَا قَالُوا وَلَقَدْ قَالُوا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِسْلٰمِهِمْ وَهَمُّوا بِمَا لَمْ يَنَالُوا ۚ وَمَا نَقَمُوٓا إِلَّآ أَنْ أَغْنٰىهُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُۥ مِنْ فَضْلِهِۦ ۚ فَإِنْ يَتُوبُوا يَكُ خَيْرًا لَّهُمْ ۖ وَإِنْ يَتَوَلَّوْا يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ عَذَابًا أَلِيمًا فِى الدُّنْيَا وَالْأَاخِرَةِ ۚ وَمَا لَهُمْ فِى الْأَرْضِ مِنْ وَلِىٍّ وَلَا نَصِيرٍ
"Mereka (orang munafik) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakiti Muhammad). Sungguh, mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir setelah Islam, dan menginginkan apa yang mereka tidak dapat mencapainya; dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), sekiranya Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka, jika mereka bertobat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka tidak mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di Bumi."
(Quran At-Taubah 74)

Akibat turunnya ayat ini, Julias mengakui perbuatannya, meminta maaf dan bertobat. Ini semua adalah akibat tindakan Umeir yang tak ingin seseorang pun menghina Nabi ﷺ.

Turunnya ayat ini juga membawa kebaikan bagi Julias karena ia segera bertobat. Seraya memegang telinga Umeir, Nabi ﷺ berkata, "hai anak muda, sungguh nyaring telingamu, dan Tuhan membenarkan tindakanmu!"

Pilihan Umar bin Khattab

Khalifah Umar bin Khattab sangatlah berhati-hati dalam memilih gubernur. Beliau selalu memilih orang kepercayaan yang zuhud dan sholeh, dipercaya dan jujur. Umar bin Khattab justru lebih memilih orang yang tidak mengejar pangkat atau kedudukan, bahkan tidak berhendak menerima jabatan kecuali orang tersebut dipaksa.

Umar bin Khattab selalu mengulang-ulang pesan:
"Aku menginginkan seorang laki-laki bila ia berada dalam satu kaum, padahal ia adalah rakyat biasa tetapi menonjol seolah-olah ialah pemimpinnya. Dan bila ia berada di antara mereka sebagai pemimpinnya, ia menampakkan diri sebagai rakyat biasa. Alu menghendaki seorang gubernur yang tidak membedakan dirinya dari manusia kebanyakan dalam soal pakaian, makanan dan tempat tinggal. Ditegakkannya sholat di antara mereka, berbagi rata dengan mereka berdasarkan yang haq dan tak pernah ia menutup pintunya untuk menolak pengaduan mereka."

Atas pertimbangan ini kemudian Umar bin Khattab memilih Umeir bin Sa'ad sebagai gubernur di Homs. Umeir berusaha menolak dan melepaskan diri dari jabatan namun sia-sia karena amirul mukminin memaksanya untuk menerima. Atas petunjuk Allah dalam istikharahnya, Umeir pun memikul jabatan tersebut.

Setelah setahun menjabat, Umar bin Khattab menulis surat kepadanya untuk datang ke Madinah.

Jalan-jalan di Madinah menyaksikan seorang laki-laki yang rambutnya kusut dengan tubuh berdebu. Lelaki itu diliputi kelelahan karena telah berjalan jauh. Ia adalah Umeir.

Langkah Umeir seakan tercabut dari tanah disebabkan lamanya kepayahan dalam perjalanan dan tenaga yang habis terkuras. Pada pundak kanan ia membawa sebuah tas kulit dan sebuah piring dan pada pundak kirinya membawa kendi berisi air. Ia berjalan dengan tongkat.

Umeir bertemu Umar bin Khattab dan mengucapkan salam. Umar membalas salamnya. Hati Umar sedih mendapati keadaan Umeir seperti itu.

"Apa khabar Umeir?" tanya Umar bin Khattab.

"Keadaanku seperti yang engkau lihat sendiri, Bukankah engkau melihat alu berbadan sehat dan berdarah bersih dan dunia ditanganku yang dapat kukendalikan semauku," jawab Umeir.

"Apa yang kau bawa itu? " tanya khalifah.

"Yang ku bawa, ini adalah bungkusan untuk membawa bekal, piring tempat aku makan, kendi tempat minum dan wudhu, kemudian tongkat untuk bertelekan dan guna melawan musuh jika datang menghadang. Demi Allah dunia ini tak lain hanyalah pengikut bagi bekal kehidupanku, " jawab Umeir.

"Apakah anda datang dengan berjalan kaki?"

"Benar," jawabnya lagi.

"Apakah tak ada orang yang mau memberikan binatang kendaraannya untuk kami tunggangi?"

"Mereka tidak menawarkan dan aku tidak memintanya."

"Apa yang kau lakukan mengenai tugas yang kami berikan kepadamu?"

"Aku telah mendatangi negeri yang Anda titahkan itu. Orang-orang shaleh di antara penduduknya telah kukumpulkan. Ku angkat mereka mengurus pemungutan pajak dan kekayaan negara. Bila telah terkumpul ku pergunakan kembali pada tempatnya yang wajar untuk kepentingan mereka dan kalau ada kelebihan tentulah sudah kukirimkan ke sini."

"Kalau begitu kau tak membawa apa-apa untuk kami?"

"Tidak." Umeir menegaskan.

Umar bin Khatab kemudian berkata, "Tetapkan kembali jabatan gubernur bagi Umeir! "

Umeir berkata, "Masa yang demikian telah berlalu, aku tak hendak menjadi pegawai anda lagi, atau pegawai pejabat setelah anda."

Demikianlah sikap dan perbuatan Umeir bin Sa'ad. Pada kali yang lain khalifah Umar bin Khattab mengatakan, "Aku ingin sekali mempunyai beberapa orang laki-laki yang seperti Umeir akan jadi pembantuku untuk melayani kaum muslimin."

Sikap wara, membuat Umeir tak gentar akan godaan jabatan dan harta. Pada sebuah mimbar, Umeir pernah berorasi:

"Ketahuilah bahwa sesungguhnya Islam mempunyai dinding teguh dan pintu yanh kukuh. Dinding Islam itu adalah keadilan, sedang pintunya ialah kebenaran. Maka apabila dinding itu telah dirobohkan dan pintunya didobrak orang, Islam pun akan dapat dikalahkan. Islam akan senantiasa kuat selama pemerintahannya kuat. Kekuatan pemerintahan tidak terletak dalam angkatan perang atau keperkasaan angkatan kepolisian, tetapi dalam realita pelaksana, melaksanakan segala ketentuan dengan jujur dan benar disertai menegakkan keadilan."

Salam untukmu Umeir bin Sa'ad. Semoga Ridho Allah atasmu.

Alhamdulillah
Kisah sahabat lainnya:
Kisah Sahabat Rasulullah SAW

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisah Taubatnya Sang Pencuri Kain Kafan