Kisah Sahabat Rasulullah SAW 31: Abu Aiyub Al-Anshari



Saat tiba di Madinah di waktu hijrah, Rasulullah ﷺ disambut sesak oleh kaum Anshar penduduk kota tersebut. Mereka berusaha mendapatkan hati Nabi ﷺ dan mencoba memegang tali kekang onta agar Beliau mau tinggal di tempatnya.

Rombongan Nabi ﷺ mula-mula sampai ke perkampungan Bani Salim bin Auf. Mereka berkata, "Wahai Rasulullah, tinggallah Anda bersama kami, bilangan kami banyak, persediaan kami cukup serta keamanan terjamin."

Rasulullah ﷺ menjawab kepada mereka yang berusaha memegang tali kekang ontanya itu, "Biarkanlah, jangan halangi jalannya karena ia hanya melaksanakan perintah."

Setelah itu, Nabi ﷺ melewati perumahan Bani Bayadhah, lalu ke kampung Bani Saidah, kemudian ke kampung Bani Harits ibnul Khazraj, sebelum akhirnya ke kampung Bani Adi bin Najjar. Setiap kali melewati kampung-kampung itu, penduduknya ingin meraih tali kekang onta agar Rasulullah ﷺ tinggal di sana.

"Lapangkanlah jalanya, karena ia terperintah... " Demikian Rasulullah ﷺ meminta penduduk memberi jalan onta beliau. Rasulullah ﷺ berdoa, "Ya Allah, tunjukkan tempat tinggalku, pilihkanlah untukku."

Maka ketika tiba di muka rumah Bani Malik bin Najjar, sang onta bersimpuh. Ia sempat bangkit untuk berkeliling sebentar di sekitar situ kemudian balik lagi lalu bersimpuh tetap dan tak beranjak di sana.

Seorang pria kemudian datang dengan wajah berseri-seri. Ia membawakan barang muatan Rasulullah ﷺ kemudian mengajaknya masuk ke dalam rumahnya. Maka Nabi ﷺ pun mengikuti. Pria itu adalah Abu Aiyub al-Anshari Khalid bin Zaid, cucu Malik bin Najjar.

Pemukiman Sementara

Pertemuan Rasulullah ﷺ di muka rumah Abu Aiyub al-Anshari bukanlah kali pertama. Abu Aiyub al-Anshari merupakan penduduk Madinah yang turut serta dalam baiat Aqabah kedua, yaitu termasuk 70 orang yang berjanji setia kepada Rasulullah ﷺ.

Setelah onta Rasulullah ﷺ bersimpuh di muka rumah Abu Aiyub al-Anshari, Beliau tinggal di rumahnya sementara, sambil menunggu pembangunan masjid dan rumah Rasulullah ﷺ.

Abu Aiyub semula tidur di lantai bawah. Namun, karena Rasulullah ﷺ menginap di sana, maka ia pindah ke lantai atas. Abu Aiyub tak bisa tidur membayangkan dirinya sendiri berada di tempat yang lebih tinggi dari Nabi ﷺ. Maka Abu Aiyub meminta Rasulullah ﷺ untuk tidur di lantai atas bersama dengannya dan Beliau memperkenankan.

Turut Berjuang dalam Islam

Abu Aiyub al -Anshari adalah muslim pertama yang selalu turut berjuang bersama kaum Islam lainnya. Tak terlewat perang Badar, Uhud, maupun Khandaq. Ia selalu mengingat dan mengulang ayat:

انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجٰهِدُوا بِأَمْوٰلِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ۚ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

"Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."
(QS. At-Taubah 9: Ayat 41)

Hanya pernah satu kali ia tak turut dalam peperangan saat komandan khalifah mengangkat seorang pemuda yang ia kurang berkenan. Namun, hal itu selalu disesalinya.

Abu Aiyub berkata, "Tak jadi soal bagiku, siapa orang yang akan jadi atasanku." Setelah itu Abu Aiyub tak pernah absen berperang di bawah panji Islam.

Kala terjadi pertikaian antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah, ia berada di pihak Ali tanpa ragu karena Ali adalah imam yang dibaiat kaum muslimin.

Saat Ali tiada karena terbunuh kemudian Muawiyah menjadi pemimpin, Abu Aiyub menyendiri dalam kezuhudan. Namun, ia tetap bertawakal kepada Allah Subhanahu wa Taala dan dengan penuh ketaqwaan tetap memenuhi panggilan perang.

Suatu hari bala tentara Islam bergerak ke arah konstatinopel. Abu Aiyub pun berjuang ke sana, mengangkat pedang bersama kaum muslim lainnya.

Pada pertempuran di Konstatinopel inilah Abu Aiyub mengalami luka parah. Pemimpin pasukan kala itu, Yazid bin. Muawiyah menengoknya lalu bertanya, "Apa keinginan Anda ya Abu Aiyub?"

Pertanyaan Yazid bukan tanpa maksud kalau ia tidak akan melaksakannya. Tidak ada yang lain yang diinginkan Abu Aiyub al-Anshari selain menjemput kematian syahidnya. Ia ingin jasadnya dikebumikan di bumi garis terdepan tempat pertempuran kaum muslim.

Demikianlah Abu Aiyub al-Anshari, seorang pejuang Islam yang tak pernah sesaat pedangnya beristirahat demi agama yang diridhoi Allah Subhanahu wa Taala.

Abu Aiyub syahid di Konstantinopel dan dikuburkan di sana. Sungguh mencengangkan bahwa orang-orang Romawi kemudian menganggap kuburannya sebagaj pemakaman orang suci dan diziarahi, bahkan dijadikan makam perantara untuk meminta hujan kala musim kering.

Makamnya masih ada di sana. Tidak lagi beriringan dengan suara dentingan pedang. Namun, kapal-kapal telah berlabuh dan banyak orang telah singgah.

Keberadaan Abu Aiyub selalu mengingatkan sebuah hadist Rasullullah ﷺ yang selalu diingatnya dalam hati:

"Bila engkau sholat, maka sholatlah seolah-olah yang terakhir atau hendak berpisah. Jangan sekali-kali mengucapkan kata-kata yang menyebabkan engkau harus meminta maaf. Lenyapkanlah harapan terhadap apa yang berada di tangan orang lain."

Apa yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya pasti akan terwujud. Salam untukmu Abu Aiyub al-Anshari. Salam untukmu para syuhada. Semoga Allah Subhanahu wa Taala meridhoimu.

Alhamdulillah

Kisah Sahabat lainnya:
Kisah Sahabat Rasulullah SAW

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisah Taubatnya Sang Pencuri Kain Kafan