Zubair bin Awwam adalah ksatria muslim yang gagah berani. Ia
penunggang kuda handal yang ditakuti. Kegarangannya menerjang masuk ke pasukan
musuh membuat mereka gentar. Pedangnya berkibas dan luka yang mengiris tubuhnya
tak dirasakannya.
Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah adalah dua
ksatria yang merupakan tetangga Rasulullah SAW di surga, demikianlah yang
dinyatakan Rasulullah SAW. Setiap menyebut nama Zubair pasti disebut Thalhah
begitu pula sebaliknya.
Keduanya memiliki beberapa kesamaan yaitu sama-sama tumbuh
remaja, termasuk mereka yang dulunya dari keluarga berada, memiliki keteguhan
beragama, gagah berani, angkatan pertama masuk Islam, sepuluh orang yang diberi
kabar gembira masuk surga, dan sahabat Rasulullah SAW yang enam, ahli
musyawarah yang diserahi oleh Umar bin Khatthab memilih kalifah sepeninggalnya.
Zubair merupakan tujuh orang yang pertama-tama masuk Islam,
semenjak Islam masih disebarkan secara sembunyi di rumah Arkam dan kala itu
usianya baru lima
belas. Seorang penunggang kuda yang berani.
Suatu kali saat sedang berada di rumah Arkam, terdengar
kabar angin bahwa Rasulullah SAW terbunuh. Zubair segera mengambil pedangnya,
menunggang kuda dan menyisir kota
Mekah mencari kebenaran berita itu. Sampai akhirnya bertemu dengan Rasulullah
SAW di suatu tempat yang tinggi di Mekah. Rasulullah SAW menanyakan apa yang
diperbuatnya. Rasulullah SAW pun memohonkan bahagia dan mendoakan kebaikan
Zubair.
Zubair
berasal dari keluarga terpandang suku Quraisy. Saat memeluk Islam, tak kurang
dari derita yang dialaminya, terutama dari pamannya sendiri. Pernah ia disekap,
dikurung, diberi asap sampai sesak nafas. Padahal kala itu ia masih anak muda
yang baru tumbuh.
Menghalau
Musuh
Zubair
melakukan hijrah ke Habsyi (Ethiopia) dua kali. Ia kembali lagi ke Arab untuk
mengejar ketinggalan dalam berperang bersama Rasulullah SAW. Ia menderita banyak tusukan dan
meninggalkan bekas yang memperlihatkan keperkasaannya.
Saat perang Uhud
usai dan pasukan Quraisy kembali ke Mekah, Zubair diutus Rasulullah SAW bersama
Abu Bakar untuk mengikuti gerakan
tentara Quraisy dan menghalau mereka sehingga kaum kafir akan berpikir bahwa
muslimin pastinya masih punya kekuatan.
Abu Bakar dan
Zubair memimpin 70 orang muslimin. Kaum Quraisy berpikir bahwa pasukan itu
adalah pendahulu balatentara yang akan lebih banyak lagi dibelakangnya. Melihat
itu, kaum Quraisy segera bergegas kembali ke Mekah.
Selain perang
Yarmuk, Zubair merupakan prajurit yang memimpin langsung pasukan. Saat pasukannya gentar melihat tentara
Romawi, Zubair berteriak, ”Allahu Akbar!” Ia maju dan membelah pasukan musuh
sambil mengayunkan pedang.
Zubair merindukan
syahid. Ia bahkan menamakan anak-anaknya dengan nama para syuhada. Ia tak
pernah memerintah satu daerah, mengumpul pajak, atau jabatan lain. Ia
semata-mata menjalankan tugasnya untuk berperang di jalan Islam.
Sewaktu
pengepungan atas Bani Quraidha sudah berjalan lama tanpa membawa hasil,
Rasulullah SAW mengirimnya bersama Ali binAbi Thalib. Ia berdiri di muka
benteng musuh yang kuat sambil mengulang ucapannya, ”Demi Allah biar kami
rasakan sendiri apa yang dirasakan Hamzah atau kalau tidak, akan kami tundukkan
benteng mereka!”
Ia kemudian
terjun ke dalam benteng hanya berdua saja dengan Ali,dan dengan kekuatan
syarafnya mereka berhasil menyebarkan rasa takut pada musuh-musuh yang bertahan
dalam benteng, lalu membukakan pintu-pintu benteng tersebut bagi kawan mereka
di luar.
Saat perang
Hunain, Zubair melihat pemimpin suku Hawazin yang juga menjadi panglima pasukan
musyrik dalam perang tersebut namanya Malik bin Auf. Terlihat olehnya sesudah
pasukan Hawazin bersama panglimanya lari tunggang langgang dari medan perang
Hunain. Ia sedang berada di tengah-tengah gerombolan besar sahabatnya bersama
sisa pasukan yang kalah, maka secara tiba-tiba diserbunya rombongan itu seorang
diri sehingga mereka kucar-kacir. Ia menghalaunya dari tempat persembunyian
mereka.
Pembela
Rasulullah SAW
Kecintaan dan
penghargaan Rasulullah SAW terhadap Zubair luar biasa dan beliau sangat
membanggakannya. ”Setiap Nabi mempunya pembela dan pembelaku adalah Zubair bin
Awwam,” demikianlah pernyataan Rasulullah SAW tentang Zubair. Zubair yang suami
dari Asma binti Abu Bakar, merupakan seorang yang pemurah dan suka mengorbakan
hartanya demi Allah SWT.
Hasan bin Tsabit
telah melukiskan sifat-sifat Zubair ini dengan indah:
”Ia berdiri teguh
menepati janjinya kepada Nabi dan mengikuti petunjuknya. Menjadi pembelanya,
sementara perbuatan sesuai dengan perkataannya. Ditempuhnya jalan yang telah
digunakannya, tak hendak menyimpang daripadanya. Bertindak sebagai pembela
kebenaran, karena kebenaran itu jalan sebaik-baiknya.
Ia adalah seorang
berkuda yang termasyur dan pahlawan yang gagah perkasa. Merajalela di medan
perang dan ditakuti di setiap arena. Dengan Rasulullah SAW mempunyai pertalian
darah dan masih berhubungan keluarga. Dan dalam membela Islam mempunyai jasa-jasa
yang tidak terkira.
Betapa banyaknya
marabahaya yang mengancam Rasulullah SAW Nabi al Musthafa. Disingkirkan Zubair dengan
ujung pedangnya, maka semoga Allah membalas jasa-jasanya.”
Zubair
orang yang berbudi tinggi dan bersifat mulia. Keberanian dan kepemurahannya
seimbang laksana dua kuda satu tarikan, ia telah berhasil mengurus
perniagaannya dengan gemilang, kekayaannya melimpah, tetapi semua itu
dibelanjakannya untuk membela Islam, sehingga ia sendiri mati dalam berhutang.
Tawakalnya
kepada Allah merupakan dasar kepemurahannya, sumber keberanian dan
pengorbanannya hingga ia rela menyerahkan nyawanya dan diwasiatkannya kepada
anaknya Abdullah untuk melunasi hutang-hutangnya. ”Bila aku tak mampu membayar
utang, minta tolonglah kepada Maulana induk semang kita.”
Anaknya
Abdullah bertanya padanya, ”Maulana yang mana Bapak maksudkan?”
Jawab
Zubair, ”Yaitu Allah, induk semang dan penolong kita yang paling utama.”
Kata
Abdullah kemudian, ”Maka demi Allah, setiap aku terjatuh ke dalam kesukaran
karena utangnya, tetap aku memohon, Wahai Induk Semang Zubair, lunasilah
hutangnya, maka Allah mengabulkan permohonanku itu dan Alhamdulillah hutang pun
dapat dilunasi.”
Gugur
Tanpa Menyelisihi Ali bin Abi Thalib
Dalam
perang Jamal, Zubair menemui akhir hayatnya sesudah ia menyadari kebenaran dan
berlepas tangan dari peperangan. Ia berlepas diri untuk memerangi Ali bin Abi
Thalib di suasana muslim yang kala itu mulai terpecah belah sesudah
meninggalnya kalifah Usman bin Affan.
Sesudah
menyadari kebenaran dan berlepas tangan dari peperangan, ia terus diintai oleh
golongan yang menghendaki berkobarnya api fitnah, lalu ia pun ditusuk oleh
seorang pembunuh yang curang waktu sedang lengah yakni saat sedang duduk sholat
menghadap Allah SWT.
Si
pembunuh pergi kepada imam Ali, dengan maksud melaporkan tindakannya terhadap
Zubair. Ia mengira Ali akan senang mendengar beritanya itu. Tetapi Ali
berteriak mengetahui hal tersebut. ”Sampaikan berita kepada pembunuh putra ibu
Shafiah itu bahwa untuknya telah disediakan api neraka!”
Ketika
pedang Zubair ditunjukkan kepada Ali oleh beberapa orang sahabat, ia mencium
dan lama sekali ia menangis kemudian katanya, ”Demi Allah, pedang ini banyak
berjasa, digunakan oleh pemiliknya untuk melindungi Rasulullah SAW dari
marabahaya.
Selamat
dan bahagia bagi Zubair dalam kematian sesudah mencapai kejayaan hidupnya!
Selamat kemudian selamat kita ucapkan kepada pembela Rasulullah!”
Salam untukmu
Zubair bin Awwam. Salam untukmu para Syuhada.
Alhamdulillah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 6: Salman Al Farisi