"Mereka berkata, 'Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja." QS Al Maidah 24. Ayat ini menceritakan keengganan kaum Bani Israil saat diminta oleh nabi Musa untuk membantunya mengambil alih Palestina.
Sebelum terjadinya perang Badar, jumlah kaum muslimin masih sangat sedikit. Tak memiliki pengalaman perang sama sekali sementara jumlah kaum Quraisy begitu besar, ditambah dengan ketekadan dan kesombongannya.
Rasulullah SAW berkumpul dengan para sahabat. Setiap orang yang berkumpul di situ akan ditanya satu persatu pendapat mereka mengenai perang pertama yang akan dihadapi. Sebelum terjadi pembicaraan, Miqdad telah khawatir bila ada yang mengajukan keberatan sehingga menyurutkan semangat, maka ia telah bersiap untuk menjadi yang awal bicara.
Pertama yang berbicara adalah Abu Bakr Shidiq ra dengan kata-kata yang menentramkan hati. Lalu dilanjutkan oleh Umar bin Khattab ra. Selanjutnya, Miqdad lah yang angkat bicara. Inilah juga buah pikirnya atas surat Al Maidah 24 yang diamalkannya dalam perkataan dan perbuatan:
"Ya, Rasulullah...Teruslah laksanakan apa yang dititahkan Allah, dan kami akan bersama Anda!
Demi Allah, kami tidak akan berkata seperti yang dikatakan Bani Israil kepada Musa, 'Pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah, sedang kami akan duduk menunggu di sini'.
Tetapi kami akan mengatakan kepada Anda, 'Pergilah Anda bersama Tuhan Anda dan berperanglah, sementara kami ikut berjuang di samping Anda!'
Demi yang telah mengutus Anda membawa kebenaran, seandainya Anda membawa kami melalui lautan lumpur, kami akan berjuang bersama Anda dengan tabah hingga mencapai tujuan, dan kami akan bertempur di sebelah kanan dan di sebelah kiri Anda, di bagian depan dan di bagian belakang Anda, sampai Allah memberi Anda kemenangan!"
Demikianlah kata-kata Miqdad bin Amr yang terkenal itu dan masih terekam sampai sekarang. Jika bukan karena kata-kata ini, maka tak akan pernah ada perjuangan, perang yang begitu bergelora dari pasukan muslimin dengan tak gentarnya melawan para musuh Allah dan RasulNya. Demikianlah teguh keimanannya mengalahkan rasa takut sehingga menyulutkan sikap kepahlawanan.
"Wahai Rasulullah... Sungguh kami telah beriman kepada Anda dan membenarkan Anda, dan kami saksikan bahwa apa yang Anda bawa itu adalah benar, serta untuk itu kami telah ikatkan janji dan padukan kesetiaan kami.
Maka majulah wahai Rasulullah laksanakan apa yang Anda kehendaki, dan kami akan bersama Anda!
Dan demi yang telah mengutus Anda membawa kebenaran, sekiranya Anda membawa kami menerjuni dan mengarungi lautan ini, akan kami terjuni dan arungi, tidak seorang pun di antara kami yang akan berpaling dan tidak seorang pun yang akan mundur untuk menghadapi musuh.
Sungguh kami akan tabah dalam peperangan, teguh dalam menghadapi musuh dan semoga Allah akan memperlihatkan kepada Anda perbuatan kami yang berkenan di hati Anda. Nah, kerahkanlah kami dengan berkat dari Allah."
Tak ada yang lain selain kegembiraan yang diterima Rasulullah SAW atas pernyataan Miqdad bin Amr.
Siiruu wa absiruu. "Berangkatlah dan besarkanlah hati kalian." Demikianlah disampaikan baginda Rasulullah SAW kepada kaum muslimin kala itu.
Maka berperanglah kaum muslimin yang hanya 300-an di perang Badar melawan 1400 orang pasukan kafir. Anggota pasukan berkuda hanya tiga orang saja, Miqdad bin Amr, Marstsad bin Abi Martsad dan Zubair bin Awam. Sementara pejuang lainnya berjalan kaki dan mengendarai unta.
Ketika membicarakan Miqdad, sang ksatria dari Hawari itu, para sahabat dan teman sejawatnya berkata, "Orang yang pertama memacu kudanya dalam perang sabil ialah Miqdad Ibdul Aswad." Miqdad yang termasuk orang pertama masuk Islam atau orang ketujuh menyatakan keislamannya secara terbuka, dulunya memiliki nama belakang Ibnul Aswad yaitu nama bapak angkatnya. Karena tidak lagi diperbolehkan secara agama, maka digantilah kembali nama belakangnya sesuai nama bapak kandungnya, Amr bin Saad.
Sahabat Rasulullah SAW, Abdullah bin Masud yang terkenal pernah mengatakan mengenai Miqdad, "Saya telah menyaksikan perjuangan Miqdad, sehingga saya lebih suka menjadi sahabatnya daripada segala isi bumi ini..."
Filsuf dan Ahli Pikir
Miqdad adalah seorang filsuf dan ahli pikir. Hikmat dan filsafat tidak saja terkesan dari ucapannya semata, tetapi terutama pada prinsip-prinsip hidup yang kukuh dan perjalanan hidup yang tulus dan lurus.
Saat kembali dari sebuah tugas sebagai Amir di suatu daerah, Rasulullah SAW bertanya kepada Miqdad, "Bagaimana pendapatmu menjadi Amir?"
Maka dengan penuh kejujuran dijawabnya, "Anda telah menjadikan daku menganggap diri di atas semua manusia sedang mereka berada di bawahku. Demi yang telah mengutus Anda membawa kebenaran, semenjak saat ini saya tak berkeinginan menjadi pemimpin, sekalipun untuk dua orang untuk selama-lamanya."
Miqdad adalah seorang pemikir yang selalu mempertimbangkan apa yang dilakukannya. Ia menolak untuk bermegah-megah dan menolak jabatan sebagai Amir. "Orang yang berbahagia adalah orang yang dijauhkan dari fitnah," demikianlah hadist dari Rasulullah SAW yang selalu diulang-ulangnya. Sebuah jabatan baginya tidak lebih dari sebuah fitnah yang menyesakkan hati.
Pola pikirnya telah menghasilkan sikap hati-hati dan tidak tergesa-gesa, terutama dalam menjatuhkan putusan atas seseorang. Miqdad selalu teringat pesan Rasulullah SAW, "Bahwa hati manusia lebih cepat berputarnya daripada isi periuk di kala menggeletak."
Pada suatu hari duduklah beberapa orang di dekat Miqdad. Lewatlah seorang lelaki dan berkata pada Miqdad, "Sungguh berbahagialah kedua mata ini yang telah melihat Rasulullah SAW, demi Allah, seandainya kami dapat melihat apa yang Anda lihat dan menyaksikan apa yang Anda saksikan..."
Miqdad menghampirinya dan berkata,
"Apa yang mendorong kalian untuk ingin menyaksikan peristiwa yang disembunyikan Allah dari pengelihatan kalian, padahal kalian tidak tahu apa akibatnya bila sempat menyaksikannya?
Demi Allah, bukankah di masa Rasulullah SAW banyak orang yang ditelungkupkan Allah mukanya ke neraka jahanam?
Kenapa kalian tidak mengucapkan puji kepada Allah yang menghindarkan kalian dari malapetaka seperti yang menimpa mereka itu, dan menjadikan kalian sebagai orang-orang yang beriman kepada Allah dan Nabi kalian?"
Demikianlah pemikiran Miqdad. Setiap orang pasti ingin hidup di masa Rasulullah SAW. Tapi pada jaman Nabi SAW pun ada orang yang tetap kafir masuk neraka. Maka, daripada berandai-andai bisa hidup di jaman Rasulullah SAW, lebih baik bersyukur dan memuji Allah SWT di jaman kapanpun kita hidup.
Pada suatu ketika, Miqdad keluar bersama rombongan tentara yang sewaktu-waktu dapat dikepung oleh musuh. Komandan mengeluarkan perintah agar tidak seorang pun menggembalakan hewan tunggangannya. Tetapi salah seorang anggota tidak mengetahui larangan tersebut sehingga diberi hukuman. Namun, hukuman itu terlalu berat.
Orang itu menangis sambil berteriak-teriak. Miqdad mengambil tangannya untuk dibawanya menghadap komandan. Ia tak segan membela orang yang tertindas saat menerima ketidakadilan. Setelah mengetahui duduk perkaranya, terungkaplah juga kesalahan sang komandan.
"Biar mati, asal Islam tetap jaya!" Begitulah semboyan Miqdad bim Amr. Prinsip yang selalu diwujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kejayaan yang walaupun harus dibalas dengan nyawa sekalipun. Kiranya Miqdad telah memperoleh kehormatan dari Rasulullah SAW dan menerima ucapan,
"Sungguh Allah telah menyuruhku untuk mencintai empat orang dan Allah telah menyampaikan pesanNya bahwa mencintai mereka. Mereka adalah Ali, Al Miqdad, Abu Dzar al Ghifari, dan Salman Al Farisi."
Semoga penghormatan dilimpahkan atasmu di akhirat Miqdad bin Amr. Semoga Allah menurunkan semangat kepahlawanan Miqdad di hati para pejuang dan pembela Islam yang menjadi penerusnya.
Alhamdulillah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 8: Abu Dzar Al Ghifari
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 9: Hudzaifah ibnul Yaman
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 11: Bilal bin Rabah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 12: Zaid bin Haritsah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 13: Khubaib bin Adi
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 14: Abbas bin Abdul Muttalib
Kisah sahabat Rasulullah SAW 15: Abdullah bin Umar
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 16: Jafar bin Abi Thalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 18: Ammar bin Yasir
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 19: Abu Hurairah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 20: Utbah bin Ghazwan
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 21: Saad bin Abi Waqqash
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 22: Khalid bin Said bin Ash
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 24: Abdullah bin Amr bin Haram
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 19: Abu Hurairah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 20: Utbah bin Ghazwan
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 21: Saad bin Abi Waqqash
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 22: Khalid bin Said bin Ash
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 24: Abdullah bin Amr bin Haram
Tidak ada komentar:
Posting Komentar