Khalid bin Said bin Ash dilahirkan dari keluarga kaya dan
mewah, termasuk kepala suku dari seorang
warga Quraisy. Khalid mendengar perihal Muhammad Shallalahu Alaihi Wasallam
saat dakwah masih disampaikan secara diam-diam. Ia mendengar berita-berita
dengan seksama dan perlahan mulai merasuk dalam kalbunya. Ia ingin
mengetahui lebih jauh agama yang dibawa
nabi akhir jaman ini.
Khalid adalah pemuda tenang dan pendiam. Ia tetaplah tenang
meskipun hatinya bergejolak mengetahui adanya sebuah ajaran yang lurus di
hadapannya. Keingintahuannya begitu besar sementara telah terbentang di
hadapannya rintangan dan halangan, terutama pastinya dari sang ayah yang
seorang pembesar Quraisy.
Suatu malam Khalid bin Said bermimpi. Ia melihat api yang
menyala-nyala sementara dirinya berada di tepian api itu. Pada saat yang
bersamaan, sang ayah berada di belakang
berusaha mendorongnya ke arah api. Lalu dalam mimpi itu ia melihat Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam datang dan menariknya dari belakang dengan tangan
kanannya sehingga terhindar dari api.
Terjaga dari mimpinya, Khalid bin Said mendatangi Abu Bakar.
Ia menceritakannya. Kata Abu Bakar kepadanya, “Sesungguhnya tak ada yang
kuinginkan untukmu selain dari kebaikan. Nah, dialah Rasul Allah, ikutilah dia,
karena sesungguhnya Islam akan menghindarkanmu dari api neraka.”
Maka pergilah Khalid menemui Rasullullah dan mengungkapkan
isi hatinya. Jawab Nabi:
“Hendaklah engkau beriman kepada Allah yang Maha Esa semata,
jangan mempersekutukanNya dengan suatu apapun… Dan engkau beriman kepada
Muhammad hambaNya dan RasulNya… Dan engkau tinggalkan menyembah berhala yang
tidak dapat mendengar dan tidak dapat melihat, tidak memberi mudarat dan tidak pula manfaat.”
Lalu dengan penuh keikhlasan Khalid bin Said mengucapkan kalmiat syahadat.
Terlepaslah sudah gejolak hati Khalid sehingga sampailah berita mengenai
Islamnya pemuda ini ke telinga ayahnya.
Khalid adalah pemeluk yang pertama-tama masuk Islam. Baru
ada empat atau lima orang yang memeluk Islam kala itu. Saat terdengar khabar
bahwa putra dari Said bin Ash itu masuk Islam, tentulah menjadi bahan
bulan-bulanan, ejekan dan hinaan bagi
sang ayah yang memiliki kedudukan penting di suku Quraisy.
Said bin Ash memanggil Khalid dan menanyakan kebenaran
berita tersebut. “Benarkah kamu mengikuti
Muhammad dan membiarkannya mencaci tuhan-tuhan kita?”
Khalid menjawab, “Demi Allah sungguh ia seorang yang benar
dan sesungguhnya aku telah beriman kepadanya dan mengikutinya.”
Tapi, apa yang didapat Khalid bin Said dari jawaban
jujurnya? Ia dipukul oleh sang ayah bertubi-tubi. Pemuda itu lalu dikurung
dalam kamar gelap, menderita kelaparan dan kehausan. Ia berteriak dari balik
pintu yang terkunci, “Demi Allah, sesungguhnya ia benar dan aku beriman
kepadanya!”
Mengurung sang anak ternyata belumlah cukup bagi Said bin
Ash. Khalid dibawa ke padang pasir berbatu yang panas terik di kota Mekah.
Anaknya sendiri dinjak-injak. Diikat dan dibiarkan tanpa perlindungan selama
tiga hari di panas terik matahari siang dan kedinginan di malam hari, tanpa
setetes air yang turun di kerongkongan.
Sang ayah yang mendapati anaknya masih berpegang teguh pada
keyakinannya mulai berputus asa. Ia telah mencoba merubah pendirian Khalid bin
Said, dari mulai membujuk sampai mengancam. Namun, anaknya itu tetap bersiteguh.
Khalid berkata kepada ayahnya, “Aku tak hendak meninggalkan Islam karena suatu
apapun, aku akan hidup dan mati bersamanya.”
Jawaban si anak dibalas teriakan sang ayah, “Kalau begitu
enyahlah engkau pergi dari sini anak keparat! Demi Lata kau tak boleh makan di
sini!”
Khalid berkata, “Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki.”
Khalid pun pergi meninggalkan rumahnya, meninggalkan
kemewahan, untuk masuk kepada kesukaran dan halangan rintangan yang akan
dihadapinya.
Turut Hijrah ke Madinah
Khalid bin Said termasuk mereka yang turut berhijrah ke
Habsyi. Ia tinggal di sana beberapa lama sebelum akhirnya kembali dan menetap
di Madinah. Saat kembali, kaum muslimin telah menyelesaikan rencana mereka
membebaskan Khaibar.
Pemuda itu selalu menyertai Nabi SAW dalam perjuangan Islam
sampai Beliau wafat. Sebelum wafat, Khalid diangkat menjadi gubernur di Yaman.
Saat kekhalifahan diserahkan kepada Abu Bakar, Khalid meninggalkan Yaman dan
kembali ke Madinah.
Pada awal kekhalifahan Abu Bakar, Khalid tidaklah begitu
setuju. Ia lebih menyukai seandainya kaum muslim dipimpin oleh keturunan Hasyim
seperti Abbas atau Ali bin Abi Thalib. Namun, khalifah Abu Bakar adalah orang
yang bijaksana. Ia tidak memusuhinya atau membenci Khalid yang belum mau
membaiat dirinya sebagai khalifah.
Sampai pada suatu ketika, setelah pemikiran dan pertimbangan
yang penuh kearifan, Khalid bin Said berubah. Ia mendukung Abu Bakar
sepenuhnya. Pada suatu hari ia menerobos dan melewati barisan-barisan di masjid
menuju Abu Bakar yang tengah berada di atas mimbar. Khalid pun tak segan
membaiat Abu Bakar sebagai pemimipin muslim kala itu.
Tidak Gila Pangkat
Abu Bakar memberangkatkan pasukan ke Suriah dan menyerahkan
kepemimpinan pasukan kepada Khalid bin Said bin Ash. Namun, Umar bin Khattab
menentang keputusan ini. Akhirnya Abu
Bakar mengubah keputusan ini dan mengangkat Syurahbil bin Hasanah.
Kabar pergantian ini didengar oleh Khalid bin Said. Abu Bakar lalu mendatangi kediamannya untuk
menyampaikan permohonan maaf. Khalid berkata, “Demi Allah, tidaklah kami
bergembira dengan pengangkatan anda, dan tidak pula berduka dengan
pemberhentian anda.”
Abu Bakar lalu menanyakan Khalid pada pasukan mana ia akan
bergabung. Apakah ia akan bergabung dengan pasukan dari anak pamannya, Amar bin
Ash, ataukah dengan pasukan pimpinan Syurahbil. Khalid bin Said bin Ash memilih
untuk tetap bersama pasukan Syurahbil sambil berkata dengan bijak, “Anak
pamanku lebih kusukai karena ia kerabatku, tetapi Syurahbil lebih kucintai
karena agamanya.”
Gugur di Suriah
Sebelum pasukan muslim menuju Suriah, Abu Bakar berpesan
kepada Syurahbil.
“Perhatikanlah Khalid bin Said, berikanlah apa yang menjadi
haknya atas anda, sebagaimana anda ingin mendapatkan apa yang menjadi hak anda
daripadanya, yakni seandainya anda di tempatnya dan ia di tempat anda.
Tentu anda tahu kedudukannya dalam Islam dan tentu anda
tidak lupa bahwa sewaktu Rasulullah wafat, ia adalah salah seorang dari
gubernurnya, dan sebenarnya aku pun telah mengangkatnya sebagai panglima,
tetapi kemudian aku berubah pendirian.
Dan semoga itulah yang lebih baik baginya dalam agamanya, karena sungguh aku tak pernah
iri hati kepada seseorang dengan kepemimpinan. Dan sesungguhnya aku telah
memberi kebebasan kepadanya untuk memilih di antara pemimpin-pemimpin pasukan
siapa yang disukainya untuk menjadi atasannya, maka ia lebih menyukai anda
daripada anak pamannya sendiri.
Maka apabila anda menghadapi suatu persoalan yang
membutuhkan nasehat dan buah pikiran yang taqwa, pertama-tama hendaklah anda
hubungi Abu Ubaidah bin Jarrah, lalu Muadz bin Jalal dan hendaklah Khalid bin
Said sebagai orang ketiga. Dengan demikian pastilah anda akan beroleh nasihat
dan kebaikan. Dan jauhilah mementingkan pendapat sendiri dengan mengabaikan
mereka atau menyembunyikan sesuatu dari mereka.”
Maka berperanglah Khalid bin Said di perang Marjus Shufar di
daerah Suriah. Pasukan muslim kala itu harus menghadapi pasukan Romawi yang
begitu besar. Inilah jalan hidupnya. Jalan hidup seorang syuhada, seorang yang
taat kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassallam semenjak pertama Islam didakwahkan.
Seorang yang taat kepada Khalifah penerusnya, dan taat kepada pemimpin
pasukannya. Khalid bin Said bin Ash gugur sebagai syuhada.
Salam untukmu Khalid bin Said bin Ash. Salam untukmu para
syuhada.
Alhamdulillah
Kisah sahabat yang lain...
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 7:Zubair bin Awwam
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 8: Abu Dzar Al Ghifari
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 9: Hudzaifah ibnul Yaman
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 10: Miqdad Bin Amr
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 11: Bilal bin Rabah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 12: Zaid bin Haritsah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 13: Khubaib bin Adi
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 14: Abbas bin Abdul Muttalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 15: Abdullah bin Umar
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 16: Jafar bin Abi Thalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 17: Khalid bin Walid
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 18: Ammar bin Yasir
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 19: Abu Hurairah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 20: Utbah bin Ghazwan
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 21: Saad bin Abi Waqqash
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 23: Ubadah bin Shamit
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 24: Abdullah bin Amr bin Haram
Kisah sahabat yang lain...
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 8: Abu Dzar Al Ghifari
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 9: Hudzaifah ibnul Yaman
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 10: Miqdad Bin Amr
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 11: Bilal bin Rabah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 12: Zaid bin Haritsah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 13: Khubaib bin Adi
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 14: Abbas bin Abdul Muttalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 15: Abdullah bin Umar
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 16: Jafar bin Abi Thalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 17: Khalid bin Walid
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 18: Ammar bin Yasir
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 19: Abu Hurairah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 20: Utbah bin Ghazwan
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 21: Saad bin Abi Waqqash
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 23: Ubadah bin Shamit
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 24: Abdullah bin Amr bin Haram
Tidak ada komentar:
Posting Komentar