Khabbab bari saja tiba di rumah kala beberapa orang Quraisy sudah menunggunya. Mereka ingin mengambil pedang pesanan buatan Khabbab.
"Sudah selesaikah pedang-pedang kami itu, hai Khabbab?" tanya orang-orang Quraisy itu.
Saat ditanya, Khabbab tengah memikirkan hal lain. Wajahnya menampakkan keceriaan. "Sungguh keadaannya amat menakjubkan," demikian kata Khabbab.
Orang-orang itu pun bertanya-tanya, "Hai Khabbab, keadaan mana yang kau maksudkan? Kami menanyakan pedang pesanan kami, apakah sudah selesai dibuat?"
"Apakah tuan-tuan sudah melihatnya? Apakah tuan-tuan sudah pernah mendengar ucapannya?" kata Khabbab.
Mereka yang ditanya saling bertatapan. "Apakah kamu sudah melihatnya Khabbab?" tanya mereka.
Khabbab balik bertanya, "Siapa maksudmu?" Khabbab mulai merasa ketidaksenangan dari para tamunya dan merasa mereka mulai menebak siapa orang yang ia maksudkan.
"Siapa maksudmu? Yang saya tanya adalah orang yang kamu katakan itu!" kata salah seorang dari mereka dengan nada mulai meninggi.
Khabbab menjawab, "Benar, saya telah melihat dan mendengarnya. Saya saksikan kebenaran terpancar daripadanya dan cahaya bersinar-sinar dari tutur katanya."
Seorang dari pria Quraisy itu rupanya telah bisa mengira siapa gerangan yang dimaksud. Khabbab tak mungkin lagi menyembunyikan maksud perkataannya. "Siapa dia orang yang kau katakan itu hai budak Ummi Anmar?!"
Khabbab akhirnya menjawab, "Siapa lagi hai Arab sahabatku, siapa lagi di antara kaum anda yang daripadanya terpancar kebenaran dan dari tutur katanya bersinar-sinar cahaya selain ia seorang."
Salah seorang dari pria Quraisy itu bangkit. Ia marah dan berseru, "Rupanya yang kau maksud itu adalah Muhammad!"
Khabbab menjawab, "Memang, ia adalah utusan Allah kepada kita, untuk membebaskan kita dari kegelapan menuju terang benderang."
Seketika itu juga para pria Quraisy itu bangkit, menghujaninya dengan pukulan dan tendangan, sampai Khabbab tak sadarkan diri.
Demikianlah Khabbab bin Arats. Luka-luka bekas pukulan dan tendangan membuat bajunya berbercak darah. Namun, itu hanyalah awal dari penganiayaan yang akan dialaminya.
Kecintaan Khabbab yang mulai tumbuh kepada nabi akhir jaman membuat besi-besi yang semula hendak dijadikan pedang di rumahnya, dirubah oleh kafir Quraisy menjadi belenggu dan rantai besi. Mereka memasukkan rantai itu ke dalam api sehingga panas, lalu mereka lilitkan ke tubuh Khabbab dan pada kedua tangan serta kakinya.
Berkata Sya'bi, "Khabbab menunjukkan ketabahannya, sehingga tak sedikit pun hatinya terpengaruh oleh tindakan biadab orang-orang kafir. Mereka menindihkan batu membara ke punggungnya sehingga terbakarlah dagingnya.
Sampai suatu ketika Khabbab pergi menemui Rasulullah ﷺ menceritakan perihal dirinya. Khabbab berkisah:
"Kami pergi mengadu kepada Rasulullah ﷺ yang ketika itu sedang tidur berbantalkan kain burdahnya di bawah naungan Ka'bah. Permohonan kami kepadanya, "Wahai Rasulullah, tidakkah Anda hendak memohonkan kepada Allah pertolongan bagi kami?"
Rasulullah ﷺ pun duduk, mukanya jadi memerah, lalu bersabda, "Dulu sebelum kalian ada seorang laki-laki yang disiksa, tubuhnya dikubur kecuali leher ke atas, lalu diambil gergaji untuk menggergaji kepalanya, tetapi siksaan demikian tidak sedikitpun dapat memalingkannya dari agamanya. Ada pula yang disikat antara daging dan tulang-tulangnya dengan sikat besi, juga tidak menggoyahkan keimanannya. Sungguh Allah akan menyempurnakan hal tersebut hingga setiap pengembara yang bepergian dari Shana ke Hadramaut, tiada takut kecuali oleh Allah Azza wa Jalla walaupun serigala ada di antara hewan gembalaannya tetapi saudara-saudara terburu-buru."
Khabbab pun kembali dengan keteguhan yang lebih kuat. Sehingga pada suatu hari ia kembali disiksa oleh bekas majikannya, Ummi Anmar. Wanita itu mengambil besi panas yang menyala lalu ditempelkan ke ubun-ubun Khabbab. Pemuda itu tetap menahannya.
Saat didapati perlakuan yang diterima Khabbab, Rasulullah ﷺ kemudian memohon kepada Allah Subhanahu wa Taala. "Ya Allah, limpahkanlah pertolonganmu kepada Khabbab."
Selang berapa hari kemudian Ummi Anmar menerima hukuman langsung dari Allah. Ia diserang semacam penyakit panas mengerikan sehingga dirinya berteriak-teriak melolong seperti anjing.
Pengajar Al Quran
Khabbab telah dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Taala karena waktunya ia gunakan untuk mengajarkan Al Quran. Saat Islam masih didakwahkan secara sembunyi, Khabbab akan mendatangi teman-temannya yang seiman secara diam-diam untuk menyampaikan kembali ayat Al Quran.
Abdullah bin Masud pun bertanya kepadanya perihal Al Quran. Rasulullah ﷺ pernah menyabdakan bahwa barangsiapa ingin belajar Al Quran, maka bisa meniru bacaan Khabbab atau biasa dipanggil Ibnu Ummi Abdin.
Khabbab juga mengajarkan Al Quran kepada Fatimah binti Khattab dan suaminya Said bin Zaid. Fatimah merupakan adik dari Khalifah Umar bin Khattab.
Suatu hari saat mengajarkan Al Quran kepada mereka, datanglah Umar bin Khattab. Khabbab sempat bersembunyi. Umar berseru, "Tunjukkan kepadaku dimana Muhammad!"
Khabbab pun keluar dari persembunyiannya. Ia berkata, "Wahai Umar, Demi Allah, saya berharap kiranya kamulah yang telah dipilih oleh Allah dalam memperkenankan permohonan Nabi-Nya karena kemarin saya mendengar Beliau ﷺ memohon, "Ya Allah kuatkanlah agama Islam dengan salah seorang di antara dua lelaki yang lebih Engkau sukai, Abul Hakam bin Hisyam dan Umar bin Khattab.
Umar bertanya kembali, "Dimana saya menemuinya sekarang ini, hai Khabbab?"
"Di Shafa, di rumah Arqam bin Abil Arqam," jawab Khabbab. Maka pergilah Umar ke sana dan menyatakan keislamannya.
Harta yang Tak Tertutupi
Khabbab tak pernah absen dalam semua pasang surut kaum muslimin di awal Islam bersama Rasulullah ﷺ. Ia selalu turut dalam berbagai peperangan, suka dan duka.
Ketika Islam telah dipimpin kekhalifahan Umar dan Ustman, ia memperoleh uang yang cukup dari pemerintahan. Maka dibangunnyalah sebuah rumah di Kufah. Rumah ini diperuntukkan bukan hanya bagi dirinya, tapi juga kaum muslim yang memerlukan.
Khabbab tak pernah tidur nyenyak. Ia teringat akan Rasulullah ﷺ dan sahabat yang lain yang telah lebih dahulu menemui-nya sebelum pintu dunia benar-benar dibukakan bagi kaum muslimin. Juga, sebelum harta kekayaannya diserahkan kepada mereka.
Suatu hari Khabbab jatuh sakit keras. Maka ia dijenguk beberapa orang muslimin. Khabbab ditanya, "Senangkah hati Anda wahai Abu Abdillah karena Anda akan dapat menjumpai teman-teman sejawat Anda?"
Sambil menangis Khabbab menjawab, "Sungguh saya tidak merasa kesal atau kecewa tetapi tuan-tuan telah mengingatkan saya kepada para sahabat dan sanak saudara yang telah pergi mendahului kita dengan membawa semua amal bakti mereka, sebelum mereka mendapatkan ganjaran di dunia sedikit pun juga. Sedangkan kita masih hidup dan beroleh kekayaan dunia hingga tak ada tempat untuk menyimpannya lagi kecuali tanah."
Setelah berkata demikian, ia menunjukkan suatu tempat di rumah sederhananya dimana ia menyimpan harta kekayaannya. Ia berkata:
"Demi Allah tak pernah saya menutupnya walau dengan sehelai benang, dan tak pernah saya halangi terhadap yang meminta."
Setelah itu, Khabbab menoleh kepada sehelai kain kafan yang telah disediakan untuk dirinya sendiri. Sambil menitikkan air mata, ia berkata:
"Lihatlah ini kain kafanku. Bukankah kain kafan Hamzah paman Rasulullah ﷺ ketika gugur sebagai salah seorang syuhada hanyalah burdah berwarna abu-abu yang ditutupkan ke kepalanya terbukalah kedua ujung kakinya, sebaliknya bila ditutupkan ke ujung kakinya, terbukalah kepalanya."
Pada tahun 37 Hijriah Khabbab berpulang. Si pembuat pedang dari kalangan miskin, mereka yang pertama kali memeluk Islam. Penyebar Al Quran yang penuh kemuliaan. Sebagaimana Rasulullah ﷺ pernah diperintahkan oleh Allah untuk memuliakan mereka yang memuliakan Al Quran.
"Janganlah engkau mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari, mereka mengharapkan keridaan-Nya. Engkau tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatan mereka dan mereka tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan engkau (berhak) mengusir mereka, sehingga engkau termasuk orang-orang yang zalim.
Demikianlah, Kami telah menguji sebagian mereka (orang yang kaya) dengan sebagian yang lain (orang yang miskin), agar mereka (orang yang kaya itu) berkata, Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah oleh Allah? (Allah berfirman), Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang mereka yang bersyukur (kepada-Nya)?
Dan apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami datang kepadamu, maka katakanlah, Salamun ‘alaikum (selamat sejahtera untuk kamu). Tuhanmu telah menetapkan sifat kasih sayang pada diri-Nya, (yaitu) barang siapa berbuat kejahatan di antara kamu karena kebodohan, kemudian dia bertobat setelah itu dan memperbaiki diri, maka Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang."
Al Quran Al An'am 52-54
Suatu kali saat Imam Ali karamallahu wajhah kembali dari perang Shiffin, ia melihat sebuah makam. Ia bertanya, "Makam siapa ini?" Seorang menjawab, "Makam Khabbab."
Imam Ali merenung sejenak lalu katanya:
"Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada Khabbab, yang dengan ikhlas menganut Islam dengan penuh semangat. Mengikuti hijrah semata-mata karena taat, seluruh hidupnya dibaktikan dalam perjuangan membasmi maksiat."
Salam untukmu Khabbab bin Arats, semoga Allah meridhoimu.
Alhamdulillah
Kisah lainnya:
Kisah Sahabat Rasulullah SAW