Benang putih dan benang hitam



Bismillahi Rahmani Rahiim
dan makanlah dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar…QS Al Baqarah 187

Allah SWT selalu memberi petunjuk kepada hambaNya. Perkataan benang putih dari benang hitam (khoithul abyadu minal khoitil aswadi) terdapat pada Al Quran bagian dari ayat 187. Menerangkan mengenai lama waktu berpuasa. Sebelum Rasulullah SAW menjelaskan maksud kata tersebut, dan sebelum turun sambungan ayatnya yaitu sampai fajar (minal fajri), beberapa orang di masa kehidupan Rasulullah SAW salah mengartikan maksud kata benang itu.

Benang diartikan sebagai benang yang sebenarnya yang diikatkan pada kaki mereka. Beberapa riwayat Bukhari menceritakan mengenai kisah lamanya waktu puasa para muslim pada awal Islam serta bagaimana mereka mengartikan kata benang dengan cara memakai benang di kaki.

Dari Al Barra ra katanya: “Biasanya apabila ada orang di antara para sahabat Nabi SAW yang puasa, maka apabila tiba waktu berbuka sedangkan ia tidak tidur sebelum berbuka itu, ia tidak makan malamnya dan keesokan hari sampai sore.
Dan bahwasannya Qais bin Shirmah Al Anshari puasa. Setelah tiba waktu berbuka, ia pergi kepada istrinya dan bertanya, “Apakah engkau sedia makanan?”
Jawab istrinya, “Tidak! Tetapi aku akan mencarikannya untukmu.”
Hari itu dia bekerja karena itu matanya sangat mengantuk (sehingga ia tertidur). Kemudian istrinya datang. Setelah dilihatnya suaminya, ia berkata, “Rugilah engkau.”
Waktu tengah hari ia jatuh pingsan. Maka diceritakan kejadian itu kepada Nabi SAW lalu turunlah ayat (Al Baqarah 187), “Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa campur dengan istrimu.”
Mereka sangat girang dengan turunnya ayat itu, kemudian turun pula ayat, “Makanlah dan minumlah sehingga nyata bagimu benang putih dan benang hitam.” HR Bukhari

Hadist tadi menceritakan, seorang sahabat Nabi SAW tidak makan dan minum pada malam bulan Ramadan karena tertidur setelah tibanya waktu berbuka puasa. Pada malam hari itu ia tidak makan sama sekali, dan keesokan harinya ia bershaum lagi. Seorang sahabat lainnya bernama Qais bin Shirmah (dari golongan Anshar) ketika tibanya waktu berbuka shaum, meminta makanan kepada istrinya yang kebetulan belum tersedia. Ketika istrinya menyediakan makanan, ia mendapatkan suaminya tertidur. Berkatalah ia, “Rugilah engkau.” Pada tengah hari keesokan harinya, Qais Shirmah pingsan. Kejadian ini disampaikan kepada Nabi SAW. Maka turunlah ayat tersebut di atas (QS Al Baqarah 187) sehingga gembiralah kaum muslimin.

Kata minal fajri dalam surat Al Baqarah 187 diturunkan berkenaan dengan orang-orang pada malam hari, mengikat kakinya dengan tali putih dan tali hitam, apabila hendak shaum. Mereka makan dan minum sampai jelas terlihat perbedaan antara kedua tali itu. Maka turunlah “minal fajri”. Kemudian mereka mengerti bahwa khaitul abyadu minal khaitil aswadi itu maksudnya tiada lain adalah siang dan malam.

Dari Adi bin Hatim ra, katanya: “Ketika turun ayat…sehingga jelas bagimu mana benang putih dan mana benang yang hitam (Al Bawarah 2:187), lantas aku ikatkan seutas benang hitam kepada seutas benang putih, lalu kuletakkan di bawah bantalku. Tengah malam kulihat benang itu, tetapi tidak pernah jelas bagiku (mana yang hitam dan mana yang putih). Pagi-pagi kutemui Rasulullah SAW dan kuceritakan kepada beliau pengalamanku itu.
Sabda beliau, “Sesungguhnya (yang dimaksud dengan yang) demikian itu ialah, gelap malam dan cahaya siang.” HR Bukhari

Dari Sahl bin Sa’d ra, katanya:  Ayat “Wa kuluu wasyrabuu hatta yatabayyana lakul khaitul abyadhu minal khaitil aswadi (dan makanlah dan minumlah kamu sehingga jelas bagimu benang putih daripada benang hitam), ayat itu seperti itu dan belum turun kata-kata “minal fajri”. Maka orang yang bermaksud hendak puasa mengikatkan benang putih dan benang hitam di kakinya, dan ia senantiasa makan sehingga jelas kelihatan baginya kedua macam benang itu.
Kemudian Allah SWT menurunkan firmanNya: “minal fajri” (yaitu fajar), barulah mereka tahu bahwa yang dimaksud dengan ayat itu adalah malam dan siang. HR Bukhari

dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Quran itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus. QS Al Hajj 54

Allah SWT selalu memberi petunjuk. Pada masa kini, kita menyaksikan petunjuk Allah SWT digunakan oleh muslimin yang tersebar di seluruh dunia. Batasan benang putih dari benang hitam, yaitu siang dan malam, menjadi petunjuk lamanya waktu puasa bagi seluruh umat manusia yang tersebar di muka bumi. Orang yang tinggal di Jepang, akan berbeda lama puasanya dari kita di Indonesia. Orang yang berada di Alaska akan berbeda lama puasanya dengan mereka yang di khatulistiwa. Maha Besar Allah dan Maha KuasaNya.


Alhamdulillah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisah Taubatnya Sang Pencuri Kain Kafan