Kisah Sahabat Rasulullah SAW 30: Abdurrahman bin Auf





Pada suatu hari,  Abdurahman bin Auf datang bersama kafilahnya ke Madinah.  Ia membawa 700 kendaraan bersamanya,  semuanya berisi barang muatan berharga hasil perniagaan ke Syam, nama lain Suriah.

Hal ini membuat kehebohan di kota Madinah.  Kendaraan kafilahnya membuat debu pasir berterbangan dan orang-orang mengerumuni,  termasuk ummul mukminin,  Aisyah ra.

"Apakah yang terjadi di kota Madinah?" tanya Aisyah.  Orang-orang menjawab hal itu dikarenakan kedatangan Abdurrahman bin Auf.

"Kafilah yang telah menyebabkan semua kesibukan ini? " tanya Aisyah lagi. Orang-orang membenarkan.

Aisyah ra kemudian teringat ucapan yang pernah didengarnya dari Rasulullah :
"Kulihat Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan perlahan-lahan."

Belum lagi Abdurrahman bin Auf melepaskan semua muatan dari 700 kendaraan perniagaannya,  ia telah mendatangi Ummul Mukminin Aisyah ra,  kemudian katanya,  "Anda telah mengingatkanku pada sebuah hadist yang tak pernah kulupakan (hadist bahwa ia masuk surga secara perlahan)."

Abdurrahman bin Auf kemudian berkata lagi kepada Aisyah, "Dengan ini aku mengharap dengan sangat agar anda menjadi saksi bahwa kafilah ini dengan semua muatannya berikut kendaraan dan perlengkapannya,  aku persembahkan di jalan Allah azza wajalla."

Setelah itu semua hasil perniagaan berikut kendaraan  dan perlengkapannya dibagikan kepada semua penduduk Madinah.

Demikianlah Abdurrahman bin Auf, tak ada perhitungan keuntungan baginya, selain keuntungan di jalan Allah Subhanahu wa Taala.

Termasuk Golongan Muslim yang Pertama

Abdurrahman bin Auf adalah muslim yang pertama dalam Islam,  bahkan sebelum Rasulullah   berdakwah secara diam-diam di rumah Arqam. Ia adalah salah seorang dari 8 yang paling awal masuk Islam.

Sejak masuk Islam sampai meninggalnya di usia 75 tahun,  Abdurrahman bin Auf adalah bagian yang tak terpisahkan dalam sejarah perjuangan Islam. Nabi mengatakannya sebagai satu dari 10 muslim pertama yang masuk surga. Ia termasuk calon khalifah yang dipilih oleh Umar bin Khattab sepeninggal Rasulullah . Umar mengatakan,  "Rasulullah wafat dalam keadaan ridha kepadanya."

Ia mengalami penyiksaan dan penderitaan kala baru masuk Islam. Kemudian Rasulullah memerintahkannya berhijrah ke Habsyi lalu kembali ke Mekah. Ia kembali lagi ke Habsyi sebelum akhirnya turut berhijrah ke Madinah.

Hartawan yang Pandai Berniaga

Abdurrahman bin Auf sangat pandai berniaga dan seringkali memperoleh keuntungan. Sampai-sampai tanpa bermaksud menyombongkan diri,  ia berkata,  "Sungguh kulihat diriku, seandainya aku mengangkat batu,  niscaya kutemukan di bawahnya emas dan perak."

Apabila tidak sedang sholat di masjid atau pergi berperang, ia akan sibuk mengurusi perniagaan. Usahanya meliputi daerah Mesir dan Suriah dengan barang-barang dagangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk negeri.

Ia juga sangat pandai bergaul. Suatu hari Rasulullah mempersaudarakan Abdurrahman bin Auf dengan salah seorang penduduk Madinah,  Saad bin Rabi.

Saad berkata,  "Saudaraku,  aku adalah penduduk Madinah yang kaya raya, silahkan pilih separuh hartaku dan ambillah dan aku mempunyai dua orang istri,  coba perhatikan yang lebih menarik perhatian anda,  akan kuceraikan ia hingga anda dapat memperistrinya."

Demikianlah penawaran Saad kepada Abdurrahman.  Abdurrahman bin Auf hanya menjawab, "Moga-moga Allah memberkati anda,  istri dan harta anda. Tunjukkanlah letak pasar agar aku dapat berniaga."

Pada suatu hari Rasulullah bersabda:

"Wahai Ibnu Auf,  anda termasuk golongan orang kaya dan anda akan masuk surga secara perlahan-lahan. Pinjamkanlah kekayaan itu kepada Allah, pasti Allah akan mempermudah langkah anda."

Setelah mendengar Rasulullah , Abdurrahman bin Auf selalu menyediakan hartanya di jalan Allah. Suatu hari ia menjual 40 ribu dinar,  kemudian uang itu dibagi-bagikan semua untuk keluarganya dan Bani Zuhrah, untuk para istri nabi serta fakir miskin.

Ia juga menyerahkan 500 ekor kuda untuk perlengkapan balatentara Islam. Pada hari lain ia menyerahkan 1500 kendaraan. 

Menjelang wafatnya ia berwasiat bagi setiap orang yang ikut perang Badar dan masih hidup, masing-masing 400 dinar,  sehingga Utsman bin Affan ra yang terbilang kaya juga mengambil bagian dari wasiat itu.

Utsman mengatakan, "Harta Abdurrahman bin Auf halal lagi bersih dan memakan harta itu membawa selamat dan berkah."

Kelapangan harta yang diberikan Allah kepada Abdurrahman bin Auf tak pernah ia nikmati sendiri. Ia akan membagi hartanya menjadi tiga bagian. Sepertiga sebagai pinjaman bagi penduduk Madinah,  sepertiganya lagi untuk membayar utang-utang mereka dan sepertiga sisanya dibagi-bagikan secara cuma-cuma kepada penduduk.

Pada suatu hari,  dihidangkan orang kepadanya hidangan makanan. Saat melihatnya,  ia menjadi kurang berselera dan berkata:

"Mushab bin Umair telah gugur sebagai syahid,  ia seorang yang jauh lebih baik dariku. Ia hanya mendapat kafan,  sehelai burdah, jika ditutupkan ke kepalanya nampaklah kakinya. Jika ditutup kedua kakinya terbuka kepalanya.

Demikian pula Hamzah yang lebih baik dariku.  Ia pun gugur sebagai syahid dan di saat akan dikuburkan hanya terdapat baginya sehelai selendang. Telah dihamparkan bagi kami dunia seluas-luasnya dan telah diberikan pula kepada kami hasil yang sebanyaknya. Sungguh aku khawatir kalau-kalau telah didahulukan pahala kebaikan bagi kami."

Pada kesempatan lain, Abdurrahman bin Auf mengundang sahabat jamuan makan di rumahnya. Tak lama setelah hidangan disuguhkan,  Abdurrahman bin Auf menangis. Orang-orang pun bertanya kepadanya, lalu dijawab:

"Rasulullah telah wafat dan tak pernah beliau berikut ahli rumahnya sampai kenyang makan roti gandum,  apa harapan kita apabila dipanjangkan usia tetapi tidak menambah kebaikan bagi kita?"

Orang-orang mengenal Abdurrahman bin Auf sangat rendah hati sampai ada yang mengatakan, "Seandainya seorang asing yang belum pernah mengenalnya kebetulan melihatnya sedang duduk-duduk bersama pelayan-pelayannya,  niscaya ia tak akan sanggup membedakannya di antara mereka."

Tak banyak orang perhatikan,  bagaimana perjuangan seorang Abdurrahman bin Auf di medan perang.  Terdapat 20 bekas luka yang salah satunya meninggalkan cacat pincang yang tak sembuh-sembuh pada salah satu kakinya. Belum lagi giginya yang rontok sehingga bicaranya cadel. Itulah peninggalan yang didapatnya dari perang Uhud.

Harta kekayaan yang dimilikinya tak menjadikannya tergiur kekuasaan karena ingin melindungi hartanya. Saat khalifah Umar bin Khattab meninggal dunia,  ditunjuklah enam orang calon pengganti kepemimpinan,  salah satunya Abdurrahman bin Auf. Tetapi saat semua orang menunjuknya,  ia berkata:

"Demi Allah,  daripada aku menerima jabatan tersebut, lebih baik ambil pisau lalu taruh ke atas leherku, kemudian kalian tusukkan sampai tembus ke ssbelah."

Setelah menyatakan ketidaksediaannya,  Abdurrahman bin Auf kemudian ditunjuk oleh kelima calon yang lain untuk memilih siapa khalifah selanjutnya. 

Ali.bin Abi Thalib mengatakan, "Aku pernah mendengar Rasulullah  bersabda bahwa anda adalah orang yang dipercaya oleh penduduk langit dan dipercaya pula oleh penduduk bumi." Maka dipilihlah oleh Ibn Auf yaitu Utsman bin Affan sebagai khalifah.

Dimakamkan Dekat Sahabat

Saat Abdurrahman bin Auf mulai sakit dan tergolek lemah, telah dirasakannya ajal sepertinya akan segera menjemput,  Ummul Mukminin, Aisyah ra,  mengunjunginya. Ia menawarkannya untuk dikuburkan dalam pekarangan rumahnya,  dekat makam Rasulullah dan Abu Bakar As-Siddiq.

Namun,  Abdurrahman bin Auf menolak karena ia telah berjanji pada seorang sahabatnya,  Utsman bin Madhun. Janjinya,  jika salah seorang meninggal dunia,  maka sahabat yang lain dikuburkan didekatnya.

"Sesungguhnya aku khawatir dipjsahkan dari sahabat-sahabatku karena kekayaanku yang melimpah ruah."

Senyuman tipis mengiringi kepergian roh dari jasad yang ikhlas. Sebagaimana sabda Nabi , "Abdurrahman bin Auf dalam surga." Tak terlupakan bagi roh tersebut sebuah firman Allah ﷻ:

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوٰلَهُمْ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَآ أَنْفَقُوا مَنًّا وَلَآ أَذًى  ۙ  لَّهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

"Orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah, kemudian tidak mengiringi apa yang dia infakkan itu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Rabb mereka. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati." Quran Al-Baqarah 2:262

Salam untukmu Abdurrahman bin Auf, semoga ridho dan kasih sayang Allah ﷻ selalu dilimpahkan untukmu.



Alhamdulillah

Kisah Sahabat lainnya:
Kisah Sahabat Rasulullah SAW

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisah Taubatnya Sang Pencuri Kain Kafan