Kisah Sahabat Rasulullah SAW 40: Umeir bin Wahab



Umeir bin Wahab adalah seorang Quraisy yang memerangi Islam di perang Badar. Ia diutus untuk memata-matai tentara muslimin dan memperkirakan kekuatan pasukan waktu itu hanya 300 orang.

Para pembesar jahiliyah bertanya padanya apakah di belakang pasukan muslimin ada bala bantuan.

Umeir menjawab, "Aku tidak melihat apa-apa lagi di belakang mereka, tetapi wahai kaum Quraisy, aku bisa membayangkan pusara yang menganga di depan mereka. Mereka itu kaum yang tidak mempunyai pertahanan dan perlindungan kecuali pedang mereka sendiri. Demi Allah, tidak mungkin salah seorang di antara kita sebagai imbalannya. Maka apabila jumlah kita yang tewas sama dengan jumlah mereka, kehidupan mana lagi yang lebih baik setelah itu? Nah, cobalah kamu pikirkan baik-baik."

Kata-kata Umeir bin Wahab cukup mempengaruhi pemikiran para pembesar Quraisy. Abu Jahal pun tidak henti-hentinya memanaskan suasana dengan penuh kebencian agar perang segera dilaksanakan. Ternyata api peperangan yang disulut Abu Jahal membakar dirinya sendiri dan ia tewas di perang Badar.

Orang Mekah sering memanggil Umeir bin Wahab dengan sebutan jagoan Quraisy. Namun, usaha sang jagoan ini di perang Badar kalah telak. Umeir terpaksa meninggalkan anaknya yang kemudian tertawan di Madinah oleh pasukan muslim.

Rencana Buruk

Umeir bercakap-cakap dengan pamannya, Shafwan bin Umaiyah, mengenai kebencian mereka kepada kaum muslimin. Shafwan sendiri kehilangan ayahnya, Umaiyah bin Khalaf, di perang Badar, dimana tulang belakang mayat ayahnya terkubur di sebuah sumur tua.

Mereka kemudian memanggil Urwah bin Zubeir. Shafwan berkata: "Demi Allah, tak ada lagi gunanya hidup kita setelah peristiwa itu."

Umeir berkata, "Kau benar dan demi Allah, kalau karena utang yang belum sempat kubayar dan keluarga yang kukhawatirkan akan tersia-sia sepeninggalku, niscaya aku berangkat mencari Muhammad untuk membunuhnya! Aku mempunyai alasan kuat untuk berbicara dengannya, akan kukatakan bahwa aku datang untuk membicarakan anakku yang tertawan itu."

"Biarlah aku yang menanggung utangmu, akan kulunasi semua dan keluargamu hidup bersama keluargaku akan kujaga mereka seperti keluargaku." Shafwan berjanji untuk menguatkan Umeir akan rencana buruknya membunuh Rasulullah ﷺ.

Umeir berkata, "Nah, kalau begitu marilah kita simpan rahasia ini." Umeir lalu meminta pedangnya untuk diasah dan dibubuhi racun. Ia lantas berangkat ke Madinah.

Kala itu di Madinah, Umar bin Khattab tengah bercakap-cakap dengan sekelompok muslimin mengenai pertolongan Allah di perang Badar. Saat menoleh, tampaklah olehnya Umeir bin Wahab sedang menambatkan tunggangannya di muka masjid sembari bersiap memakai pedangnya.

"Itu Umeir bin Wahab, anjing musuh Allah. Demi Allah, pastilah kedatangannya untuk maksud jahat. Ia lah yang telah menghasut orang banyak dan mengarahkan mereka untuk memerangi kita di perang Badar."

Umar bergegas mengahadap Rasulullah ﷺ dan berkata, "Ya Nabi Allah, itu si Umeir musuh Allah, ia telah datang siap menghunus pedangnya! "

Rasulullah ﷺ menjawab, "Suruhlah dia masuk menghadapku! "

Umar menyuruh beberapa muslim berada di dekat Nabi untuk menjaganya, sementara ia menjemput Umeir dengan pedang terhunus di pundak. Rasulullah ﷺ melihat hal itu kemudian berkata, "Biarkanlah ia wahai Umar. Dan Anda wahai Umeir, dekatlah kemari! "

Umeir pun mendekati dan berkata, "Selamat pagi! "

Nabi ﷺ menjawab, "Sesungguhnya Allah telah memuliakan kami dengan suatu ucapan kehormatan yang lebih baik dari ucapanmu hai Umeir, yaitu salam, penghormatan ahli surga! "

Umeir berkata, "Demi Allah, aku masih hijau tentang hal itu. "

Rasulullah ﷺ bertanya kepadanya, "Apa maksudmu datang kemari hai Umeir? "

Umeir menjawab, "Kedatanganku ke sini sehubungan dengan tawanan yang berada di tangan Anda. "

"Apa maksudmu dengan pedangmu yang terhunus itu? " Tanya Rasulullah ﷺ lagi.

"Pedang-pedang keparat, menurut Anda apakah ada faedah manfaatnya pedang iru bagi kami? " Jawab Umeir.

"Berkatalah terus terang hai Umeir, apa maksud kedatanganmu yang sebenarnya? "

Umeir menjawab, "Tidak ada yang lain hanyalah yang kusebutkan tadi. "

Rasulullah ﷺ berkata, "Bukankah kamu telah duduk bersama Shafwan bin Umaiyah di atas batu lalu kamu berbincang-bincang tentang orang-orang Quraisy yang tewas di sumur Badar kemudian kamu berkata, 'Kalau bukan karena utangmu dan memegang keluargamu, niscaya aku akan pergi membunuh Muhammad'. Lalu Syahwan menjamin akan membayar utangmu dan keluargamu, asal kamu membunuhku, padahal Allah telah menjadi penghalang bagi maksudmu itu. "

Umeir sangat kaget, ternyata Rasulullahﷺ mengetahui pembicaraannya dengan Syahwan. Seketika itu juga ia berkata:

"Asyhadu alla ilaha illallah aa asyhadu Anna ka Rasulullah. Urusan ini tidak ada yang menghadirinya selain aku dengan Shafwan saja. Demi Allah! Maha puji syukur kepada Allah yang telah menunjuki aku kepada Islam. "

Maka berkatalah Rasulullah ﷺ kepada sahabat-sahabatnya, "Ajarilah saudaramu ini soal agama, bacakan kepadanya Al Quran dan bebaskan tawanan itu serta serahkanlah kepadanya. "

Demikianlah asal mula Umeir bin Wahab masuk Islam. Ia kemudian menjadi pembela Islam yang gigih.

Umar bin Khattab berkata, "Demi Allah yang diriku berada di tangan-Nya, sesungguhnya aku lebih suka melihat babi daripada Umeir sewaktu ia mula-mula muncul di hadapan kita. Tetapi sekarang aku lebih suka kepadanya daripada sebagian anakku sendiri."

Sejak Umeir meninggalkan Mekah menuju Madinah, Shafwan bin Umayah seringkali mondar-mandir di kota Mekah dengan sombong. Orang-orang bertanya padanya mengapa ia terlihat senang. Shafwan menjawab dengan yakinnya, "Bersenang hatilah kalian karena bakal ada satu kejadian yang akan datang beritanya dalam beberapa hari lagi yang akan menghapus malu kita di perang Badar. "

Setiap hari ia pergi ke pinggiran kota Mekah, bertanya pada para musafir sekiranya ada kabar mengenai peristiwa yang terjadi di Madinah. Namun, tidak didapatinya kabar itu. Sampai suatu hari ia bertanya, "Apa tak ada suatu kejadian di Madinah? "

Salah seorang musafir akhirnya berkata, "Benar, telah terjadi suatu kejadian besar! "

Wajah Shafwan menjadi ceria karena ia begitu yakin Umeir telah berhasil membunuh Rasulullah ﷺ. "Apa sebenarnya yang terjadi tolong ceritakan kepadaku! "

Orang tadi menjawab, "Umeir bin Wahab telah memeluk Islam, ia di sana sedang memperdalam agama dan mempelajari Al Quran. "

Shafwan pun menjadi lemas, terkejut ibarat disambar petir.

Kembali ke Mekah

Suatu hari Umeir menghadap Rasulullah dan berkata, "Wahai Rasulullah, dahulu aku berusaha memadamkan cahaya Allah, sangat jahat terhadap orang yang memeluk agama Allah Azza wajalla, maka sekarang aku ingin agar Anda izinkan aku pergi ke. Mekah. Aku akan menyeru mereka kepada Allah dan kepada RasulNya serta kepada Islam semoga mereka diberi hidayah oleh Allah. Kalau tidak, aku akan menyakiti mereka karena agama mereka sebagaimana dulu aku menyakiti sahabat-sahabatmu karena agama yang diikuti mereka. "

Sampailah suatu ketika Umeir kembali ke Mekah. Shafwan sangat ingin menemui dan menebaskan pedangnya kepada Umeir. Namun, dilihatnya pedang Umeir telah terhunus, ia pun mengurungkan niatnya. Shafwan hanya melontarkan caci maki.

Umeir berkata, "Demi Allah, tidak akan kubiarkan satu tempat pun yang pernah kududuki dengan kekafiran melainkan akan kududuki lagi dengan keimanan."

Banyak penduduk Mekah yang mengikuti masuk Islam lantaran pengaruh keteguhan iman Umeir bin Wahab.

Saat pembebasan kembali kota Mekah, Umeir pun turut memasuki masjidil haram. Ia tak hendak melupakan sahabatnya Shafwan bin Umayah lalu pergi ke tempat saudaranya ltu.

Sayangnya, Shafwan telah pergi menuju Jeddah untuk berlayar ke Yaman. Umeir sangat kasihan dan kecewa dengan sahabatnya. Ia pergi menghadap Rasulullahﷺ dan berkata, "Ya Nabi Allah, sesungguhnya Shafwan itu adalah milik penghulu kaumnya, ia hendak pergi melarikan diri dengan menerjuni laut karena takut dengan Anda. Maka mohon Anda beri ia keamanan dan perlindungan, semoga Allah melimpahkan karunia-nya kepada Anda. "

Nabi menjawab, "Ia aman. "

Umeir berkata lagi, "Ya Rasul Allah berilah aku suatu tanda sebagai bukti keamanan dari Anda. "

Maka Rasulullah ﷺ memberikan sorbannya yang dipakai saat memasuki Mekah. Umeir pergi dengan sorban itu menyusul Shafwan yang hendak berlayar. Ia berseru kepada Shafwan, "Ayah dan ibuku menjadi jaminan bagimu. Ingatlah kepada Allah, janganlah engkau silap dan berputus asa. Inilah tanda keamanan dari Rasulullah yang sengaja aku bawa untukmu. "

Shafwan menjawab, "Enyahlah engkau tak perlu bercakap denganku! "

Umeir menjelaskan, "Benar Syafwan, jaminanmu ayah dan ibuku, sesungguhnya Rasulullah itu adalah manusia yang paling utama, paling banyak kebajikannya, paling penyantun dan paling baik. Kemuliaannya kemuliaanmu, martabatnya martabatmu. "

Shafwan berkata, "Aku takut terhadap diriku. "

Umeir berkata, "Beliau orang yang paling penyantun dan paling mulia, lebih dari apa yang engkau duga! "

Akhirnya hati Shafwan luluh. Ia pun mengikuti Umeir dan menghadap Rasulullah ﷺ. Shafwan berkata, "Kawan ini mengatakan bahwa Anda telah memberiku keamanan."

"Betul. " Jawab Nabi.

Shafwan berkata, "Berilah aku kesempatan untuk memilih selama dua bulan. "

Rasulullahﷺ menjawab, "Engkau diberi kesempatan memilih selama empat bulan. "

Kemudian akhirnya Shafwan pun menjadi Islam. Tak terkira bahagianya Umeir bin Wahab akan keadaan saudara yang juga temannya itu.

Demikianlah kisah Umeir bin Wahab. Setelah pembebasan Mekah, Umeir melanjutkan hidupnya mengikuti jejak Rasulullahﷺ menyeru kepada umat manusia untuk melepaskan mereka dari kesesatan menuju cahaya terang.

Salam untukmu Umeir bin Wahab, semoga Allah meridhoimu.

Alhamdulillah
Kisah Sahabat lainnya:
Kisah Sahabat Rasulullah SAW

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisah Taubatnya Sang Pencuri Kain Kafan