Kisah Sahabat Rasulullah SAW 22: Khalid bin Said bin Ash

Khalid bin Said bin Ash dilahirkan dari keluarga kaya dan mewah, termasuk kepala  suku dari seorang warga Quraisy. Khalid mendengar perihal Muhammad Shallalahu Alaihi Wasallam saat dakwah masih disampaikan secara diam-diam. Ia mendengar berita-berita dengan seksama dan perlahan mulai merasuk dalam kalbunya. Ia ingin mengetahui  lebih jauh agama yang dibawa nabi akhir jaman ini.

Khalid adalah pemuda tenang dan pendiam. Ia tetaplah tenang meskipun hatinya bergejolak mengetahui adanya sebuah ajaran yang lurus di hadapannya. Keingintahuannya begitu besar sementara telah terbentang di hadapannya rintangan dan halangan, terutama pastinya dari sang ayah yang seorang pembesar Quraisy.

Suatu malam Khalid bin Said bermimpi. Ia melihat api yang menyala-nyala sementara dirinya berada di tepian api itu. Pada saat yang bersamaan,  sang ayah berada di belakang berusaha mendorongnya ke arah api. Lalu dalam mimpi itu ia melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam datang dan menariknya dari belakang dengan tangan kanannya sehingga terhindar dari api.

Terjaga dari mimpinya, Khalid bin Said mendatangi Abu Bakar. Ia menceritakannya. Kata Abu Bakar kepadanya, “Sesungguhnya tak ada yang kuinginkan untukmu selain dari kebaikan. Nah, dialah Rasul Allah, ikutilah dia, karena sesungguhnya Islam akan menghindarkanmu dari api neraka.”

Maka pergilah Khalid menemui Rasullullah dan mengungkapkan isi hatinya. Jawab Nabi:

“Hendaklah engkau beriman kepada Allah yang Maha Esa semata, jangan mempersekutukanNya dengan suatu apapun… Dan engkau beriman kepada Muhammad hambaNya dan RasulNya… Dan engkau tinggalkan menyembah berhala yang tidak dapat mendengar dan tidak dapat melihat, tidak memberi mudarat dan  tidak pula manfaat.”

Lalu dengan penuh keikhlasan Khalid bin  Said mengucapkan kalmiat syahadat. Terlepaslah sudah gejolak hati Khalid sehingga sampailah berita mengenai Islamnya pemuda ini ke telinga ayahnya.

Khalid adalah pemeluk yang pertama-tama masuk Islam. Baru ada empat atau lima orang yang memeluk Islam kala itu. Saat terdengar khabar bahwa putra dari Said bin Ash itu masuk Islam, tentulah menjadi bahan bulan-bulanan,  ejekan dan hinaan bagi sang ayah yang memiliki kedudukan penting di suku Quraisy.

Said bin Ash memanggil Khalid dan menanyakan kebenaran berita tersebut. “Benarkah kamu mengikuti

Muhammad dan membiarkannya mencaci tuhan-tuhan kita?”

Khalid menjawab, “Demi Allah sungguh ia seorang yang benar dan sesungguhnya aku telah beriman kepadanya dan mengikutinya.”

Tapi, apa yang didapat Khalid bin Said dari jawaban jujurnya? Ia dipukul oleh sang ayah bertubi-tubi. Pemuda itu lalu dikurung dalam kamar gelap, menderita kelaparan dan kehausan. Ia berteriak dari balik pintu yang terkunci, “Demi Allah, sesungguhnya ia benar dan aku beriman kepadanya!”

Mengurung sang anak ternyata belumlah cukup bagi Said bin Ash. Khalid dibawa ke padang pasir berbatu yang panas terik di kota Mekah. Anaknya sendiri dinjak-injak. Diikat dan dibiarkan tanpa perlindungan selama tiga hari di panas terik matahari siang dan kedinginan di malam hari, tanpa setetes air yang turun di kerongkongan.

Sang ayah yang mendapati anaknya masih berpegang teguh pada keyakinannya mulai berputus asa. Ia telah mencoba merubah pendirian Khalid bin Said, dari mulai membujuk sampai mengancam. Namun, anaknya itu tetap bersiteguh. Khalid berkata kepada ayahnya, “Aku tak hendak meninggalkan Islam karena suatu apapun, aku akan hidup dan mati bersamanya.”

Jawaban si anak dibalas teriakan sang ayah, “Kalau begitu enyahlah engkau pergi dari sini anak keparat! Demi Lata kau tak boleh makan di sini!”

Khalid berkata, “Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki.”

Khalid pun pergi meninggalkan rumahnya, meninggalkan kemewahan, untuk masuk kepada kesukaran dan halangan rintangan yang akan dihadapinya.

Turut Hijrah ke Madinah

Khalid bin Said termasuk mereka yang turut berhijrah ke Habsyi. Ia tinggal di sana beberapa lama sebelum akhirnya kembali dan menetap di Madinah. Saat kembali, kaum muslimin telah menyelesaikan rencana mereka membebaskan Khaibar.

Pemuda itu selalu menyertai Nabi SAW dalam perjuangan Islam sampai Beliau wafat. Sebelum wafat, Khalid diangkat menjadi gubernur di Yaman. Saat kekhalifahan diserahkan kepada Abu Bakar, Khalid meninggalkan Yaman dan kembali ke Madinah.

Pada awal kekhalifahan Abu Bakar, Khalid tidaklah begitu setuju. Ia lebih menyukai seandainya kaum muslim dipimpin oleh keturunan Hasyim seperti Abbas atau Ali bin Abi Thalib. Namun, khalifah Abu Bakar adalah orang yang bijaksana. Ia tidak memusuhinya atau membenci Khalid yang belum mau membaiat dirinya sebagai khalifah.

Sampai pada suatu ketika, setelah pemikiran dan pertimbangan yang penuh kearifan, Khalid bin Said berubah. Ia mendukung Abu Bakar sepenuhnya. Pada suatu hari ia menerobos dan melewati barisan-barisan di masjid menuju Abu Bakar yang tengah berada di atas mimbar. Khalid pun tak segan membaiat Abu Bakar sebagai pemimipin muslim kala itu.

Tidak Gila Pangkat

Abu Bakar memberangkatkan pasukan ke Suriah dan menyerahkan kepemimpinan pasukan kepada Khalid bin Said bin Ash. Namun, Umar bin Khattab menentang keputusan ini. Akhirnya Abu  Bakar mengubah keputusan ini dan mengangkat Syurahbil bin Hasanah.

Kabar pergantian ini didengar oleh Khalid bin Said.  Abu Bakar lalu mendatangi kediamannya untuk menyampaikan permohonan maaf. Khalid berkata, “Demi Allah, tidaklah kami bergembira dengan pengangkatan anda, dan tidak pula berduka dengan pemberhentian anda.”

Abu Bakar lalu menanyakan Khalid pada pasukan mana ia akan bergabung. Apakah ia akan bergabung dengan pasukan dari anak pamannya, Amar bin Ash, ataukah dengan pasukan pimpinan Syurahbil. Khalid bin Said bin Ash memilih untuk tetap bersama pasukan Syurahbil sambil berkata dengan bijak, “Anak pamanku lebih kusukai karena ia kerabatku, tetapi Syurahbil lebih kucintai karena agamanya.”

Gugur di Suriah

Sebelum pasukan muslim menuju Suriah, Abu Bakar berpesan kepada Syurahbil.

“Perhatikanlah Khalid bin Said, berikanlah apa yang menjadi haknya atas anda, sebagaimana anda ingin mendapatkan apa yang menjadi hak anda daripadanya, yakni seandainya anda di tempatnya dan ia di tempat anda.

Tentu anda tahu kedudukannya dalam Islam dan tentu anda tidak lupa bahwa sewaktu Rasulullah wafat, ia adalah salah seorang dari gubernurnya, dan sebenarnya aku pun telah mengangkatnya sebagai panglima, tetapi kemudian aku berubah pendirian. 

Dan semoga itulah yang lebih baik baginya  dalam agamanya, karena sungguh aku tak pernah iri hati kepada seseorang dengan kepemimpinan. Dan sesungguhnya aku telah memberi kebebasan kepadanya untuk memilih di antara pemimpin-pemimpin pasukan siapa yang disukainya untuk menjadi atasannya, maka ia lebih menyukai anda daripada anak pamannya sendiri.

Maka apabila anda menghadapi suatu persoalan yang membutuhkan nasehat dan buah pikiran yang taqwa, pertama-tama hendaklah anda hubungi Abu Ubaidah bin Jarrah, lalu Muadz bin Jalal dan hendaklah Khalid bin Said sebagai orang ketiga. Dengan demikian pastilah anda akan beroleh nasihat dan kebaikan. Dan jauhilah mementingkan pendapat sendiri dengan mengabaikan mereka atau menyembunyikan sesuatu dari mereka.”

Maka berperanglah Khalid bin Said di perang Marjus Shufar di daerah Suriah. Pasukan muslim kala itu harus menghadapi pasukan Romawi yang begitu besar. Inilah jalan hidupnya. Jalan hidup seorang syuhada, seorang yang taat kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassallam semenjak pertama Islam didakwahkan. Seorang yang taat kepada Khalifah penerusnya, dan taat kepada pemimpin pasukannya. Khalid bin Said bin Ash gugur sebagai syuhada.

Salam untukmu Khalid bin Said bin Ash. Salam untukmu para syuhada.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisah Taubatnya Sang Pencuri Kain Kafan