Kisah Sahabat Rasulullah SAW 23: Ubadah bin Shamit


Suatu Kali Rasulullah ﷺ pernah bersabda mengenai kaum Anshar. 

"Sekiranya orang-orang Anshar menuruni lembah atau celah bukit pasti aku akan mendatangi lembah dan celah bukit orang Anshar...  dan kalau bukanlah karena hijrah tentulah aku akan menjadi salah seorang warga Anshar. "

Salah seorang tokoh Anshar yang pertama masuk Islam adalah Ubadah bin Shamit,  sebagai pemimpin mereka dan utusan yang mewakili keluarga serta kaum kerabat mereka. 

Ubadah termasuk kaum Anshar yang pertama berbaiat masuk Islam,  yaitu Baitul Aqobah pertama, sebagai salah seorang dari 12 orang yang menyatakan kesetiaan kepada Islam dan Rasulullah ﷺ. Sedangkan pada Baitul Aqobah kedua,  terdiri dari 70 orang, Ubadah telah menjadi utusan dan wakil kaum Anshar. 

Setelah itu,  Ubadah tak pernah absen dari perjuangan kaum muslim.  Segala hidup,  keringat dan airmatanya ditumpahkan hanya demi Islam. 

Keluarga Ubadah sendiri pada awalnya memiliki perjanjian dengan kaum yahudi suku Qainuqa di Madinah. Awalnya mereka menerima kedatangan Islam. 

Sampai tiba masanya perang Badar. Kaum Yahudi Madinah mulai memperlihatkan sikap asli mereka. Mereka memunculkan fitnah dan keributan untuk mengacaukan kaum muslimin. 

Tak perlu lama bagi Ubadah untuk memperlihatkan sikapnya. Ia segera membatalkan perjanjian dengan kaum Yahudi. 

"Saya hanya akan mengikuti pimpinan Allah,  Rasul-Nya dan orang-orang beriman." Demikian ungkapnya. 

Allah memuji sikap Ubadah sehingga turunlah ayat Al Quran surat Al Maidah 56.

وَمَنْ يَّتَوَلَّ اللّٰهَ وَ رَسُوْلَهٗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا فَاِنَّ حِزْبَ اللّٰهِ هُمُ الْغٰلِبُوْنَ
"Dan barangsiapa yang menjadikan Allah dan RasulNya serta orang-orang beriman sebagai pemimpin,  maka sungguh kelompok Allahlah yang beroleh kemenangan."

Kata-kata  حزب  disini bisa juga berarti partai atau golongan. Benderanya adalah kebenaran dan petunjuk,  yaitu kelompok yang terdiri dari Rasulullah ﷺ dan orang-orang beriman. 

Maka jika teringat kata-kata hizballah sebagaimana ayat ini, akan terkenanglah pada Ubadah bin Shamit yang ketegasan sikapnya pernah dipuji Allah Subhanahu wa taala. 

Ubadah bin Shamit juga menjadi contoh bagaimana seorang muslim bersikap terhadap silaunya jabatan dan harta. 

Sumpah Ubadah

Suatu hari  Rasulullah ﷺ menjelaskan perihal tugas dan tanggung jawab ssorang amir atau wali. Hati Ubadah bergetar. Ia terbayang betapa beratnya tugas yang dipikul seorang pejabat. 

Ubadah membuat janji pada dirinya sendiri. Ia bersumpah kepada Allah tidak akan menjadi kepala walau hanya atas dua orang sekalipun. 

Ubadah tak pernah melanggar sumpahnya itu, bahkan sampai pada masa kepemimpinan Umar bin  Khattab radhiyallahu'anhu. Ia hanya mau menjadi utusan sebagai wali ilmu,  mengajarkan Islam dan pengetahuan. 

Ubadah akhirnya bersedia menjadi pengajar ilmu dan Islam.  Ia berangkat ke Suriah bersama Mu'adz bin Jaball dan Abu Darda. Ubadah juga pernah ke Palestina beberapa waktu sambil terus melaksanakan tugasnya. 

Tidak Sejalan dengan Muawiyah

Walaupun raganya berada di Suriah, hati Ubadah tertinggal di Palestina.  Ada kalanya Ubadah kurang menyukai kepemimpinan Muawiyah yang terkesan pecinta dunia dan haus kekuasaan.  Apalagi jika teringat betapa beratnya tugas kepemimpinan yang diemban Umar bin Khattab. Sangat jauh perbandingannya antara tindak tanduk Amirul Mukminin dengan Muawiyah. 

Ubadah pernah datang ke Palestina. Suatu kalj  ia berucap, "Kami telah berbaiat kepada Rasulullah ﷺ, tidak takut akan ancaman siapapun dalam menaati Allah."

Sikap Ubadah terhadap Muawiyah ini sempat terdengar sampai ke Madinah. Terhadap gaya kepemimpinan Muawiyah,  Ubadah berucap kepada putra Abu Sofyan itu, "Demi Allah,  saya tak hendak tinggal sekediaman denganmu untuk selama-lamanya! " Ubadah lalu meninggalkan Palestine dan kembali ke Madinah. 

Namun, Khalifah Umar bin Khattab adalah seorang yang memiliki kebijaksanaan.  Amirul mukminin tak ingin pada suatu daerah Islam dipimpin oleh mereka yang hanya mengejar jabatan,  tanpa diawasi oleh mereka yang sholeh dan zuhud. 

Saat di Madinah,  dilihatnya Ubadah.  Lalu Umar bin Khattab berkata kepadanya,  "Apa yang menyebabkan engkau kesini wahai Ubadah?" Ubadah pun menceritakan perihalnya dengan Muawiyah. 

Mendengar penuturan Ubadah,  Khalifah Umar berkata, "Kembalilah segera ke tempat Anda. Amat jelek sekali jadjnya suatu negeri yang tidak punya orang seperti Anda."

Selain kepada Ubadah, Umar bin Khattab juga menulis surat kepada Muawiyah.  Isinya: "Tak ada wewenangmu sebagai amir terhadap Ubadah."

Ubadah akhirnya kembali ke Palestina.  Ia tinggal disana sampai ajal menjemputnya. Pada tahun ke 34 hijriah, ia wafat di Ramla Palestina. Seorang Anshar yang setia telah pergi. 

Salam untukmu Ubadah bin Shamit. Semoga Allah meridhoimu. 

Alhamdulillah

Kisah sahabat yang lain...
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 7:Zubair bin Awwam
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 8: Abu Dzar Al Ghifari
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 9: Hudzaifah ibnul Yaman
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 10: Miqdad Bin Amr
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 11: Bilal bin Rabah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 12: Zaid bin Haritsah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 13: Khubaib bin Adi
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 14: Abbas bin Abdul Muttalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 15: Abdullah bin Umar
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 16: Jafar bin Abi Thalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 17: Khalid bin Walid
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 18: Ammar bin Yasir
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 19: Abu Hurairah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 20: Utbah bin Ghazwan
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 21: Saad bin Abi Waqqash
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 22: Khalid bin Said bin Ash
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 24: Abdullah bin Amr bin Haram

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisah Taubatnya Sang Pencuri Kain Kafan