Kisah Sahabat Rasulullah SAW 25: Abu Darda



Suatu hari seorang pria berkata di Madinah, "Maukah anda sekalian aku kabarkan amalan-amalan yang terbaik,  amalan yang terbersih di sisi Allah dan paling meninggikan derajat anda, lebih baik daripada memerangi musuh dengan menghantam batang leher mereka,  lalu mereka pun menebas batang leher anda,  dan malah lebih baik dari uang emas dan perak?"

Ya,  pria yang bertanya itu adalah Abu Darda.  Mereka yang ditanya menjawab, "Apakah itu Abu Darda?"

Abu Darda menjawab, "Dzikrullah (menyebut mengingat Allah), wa ladzikrullahi akbar (dan dzikir kepada Allah itu lebih utama). "

Demikianlah Abu Darda. Meskipun ia tak pernah absen bersama kaum muslimin dalam berbagai peperangan hingga di hari pembebasan Mekah, Abu Darda adalah seorang penyendiri. 

Menyendiri bukan karena ingin mengasingkan dirinya dari orang lain,  tapi untuk meneguhkan hatinya.  Penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah adalah sebuah bentuk keteguhan hati demi mencapai kedudukan yang tinggi beserta orang-orang yang benar secara sempurna.  Keteguhan sebagaimana firman Allah:

 اِنَّ صَلَاتِيْ وَنَُايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ 
"Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam,"
QS. Al-An'am 6:162

Sang ibu suatu kali ditanya orang mengenai amal yang sangat disukai Abu Darda. Ibunya menjawab,  "Tafakur dan mengambil i'tibar atau pelajaran."

Abu Darda meresapi dan mencoba mengamalkan ayat:

 فَاعْتَبِـرُوْا يٰۤاُولِى الْاَبْصَارِ
" Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan!"
QS. Al-Hasyr 59: 2

Abu Darda selalu mengajak bertafakur. "Berpikir - tafakur satu jam lebih baik daripada beribadat satu malam," demikian ungkapnya. 

Mengingat Allah

Siapakah dahulunya Abu Darda sehingga menjadi seorang pribadi yang suka berdzikir kepada Allah?  Ia adalah seorang saudagar yang kaya. 

Abu Darda berkisah mengenai jalan hidupya:

"Aku mengislamkan diriku kepada Nabi ﷺ sewaktu aku menjadi saudagar.  Keinginanku agar ibadat dan perniagaanku dapat berhimpun pada diriku jadi satu, tetapi hal itu tidak berhasil. Lalu aku kesampingkan perniagaan dan menghadapkan diri kepada ibadat, dan aku tidak akan merasa gembira sedikitpun jika sekarang aku berjual beli dan beruntung di setiap harinya tiga ratus dinar,  sekalipun tokoku itu terletak di muka pintu masjid.
Perhatikan,  aku tidak menyatakan kepada kalian bahwa Allah mengharamkan jual beli,  hanya aku pribadi lebih menyukai agar aku termasuk ke dalam golongan orang  yang perniagaan dan jual beli  itu tidak  melalaikan daripada dzikir kepada Allah."

Abu Darda adalah salah seorang dari sekian sahabat Rasululah ﷺ yang perniagaan dan jual belinya tak melalaikan mereka dari mengingat Allah. 

Pandangan Abu Darda Tentang Dunia

Bagaimana pandangan Abu Darda tentang dunia?  Ia mengamalkan ayat:

الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ - يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ
"Orang yang mengumpul-ngumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, disangkanya hartanya dapat mengekalkannya." Qs Al Humazah 2-3

Abu Darda mengingat sabda Rasulullah ﷺ: "Yang sedikit mencukupi,  lebih baik dari yang banyak membawa rugi."

Rasulullah ﷺ juga bersabda:
"Lepaskanlah dirimu dari keserakahan akan dunia sekuasa kamu, sebab siapa yang dunia menjadi tujuan utamanya,  Allah akan mencerai-beraikan miliknya yang telah terkumpul lalu dijadikannya kemiskinan dalam pandangan matanya. Dan siapa yang menjadikan akhirat tujuan dan cita-citanya. Allah akan menghimpunkan miliknya yang bercerai-berai, lalu dijadikanNya kekayaan dalam hatinya,  dan dimudahkannya mendapatkan segala kebaikan. "
HR Thabarani Mu'jam al-Kabir

Suatu kali Abu Darda mengucapkan doa, "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari hati yang bercabang-cabang."

Orang bertanya, "Apakah hati yang bercabang-cabang wahai Abu Darda?"

Ia menjawab, "Memiliki harta benda di setiap lembah."

Abu Darda lantas memberi nasehat agar manusia memiliki dunia tanpa terikat kepadanya. Kehendak untuk menguasainya secara serakah tak akan pernah ada kesudahannya. 

"Barangsiapa yang tidak pernah merasa puas terhadap dunia maka tak ada dunia baginya." Demikian ia berucap, kemudian menambahkan:

"Jangan engkau makan, kecuali yang baik.
Jangan engkau usahakan, kecuali yang baik.
Dan jangan engkau masukkan ke rumahmu kecuali yang baik."

Pernah Abu Darda berkirim surat  dengan kata-kata berikut:

"Arkian, tidak satu pun harta kekayaan dunia yang kamu miliki melainkan sudah  ada orang lain memilikinya sebelum kamu dan akan ada orang lain memilikinya sesudah kamu. Sebenarnya yang kamu miliki dari dunia hanyalah sekadar yang telah kamu manfaatkan untuk dirimu. Maka utamakanlah diri itu dari orang yang untuknya kamu kumpulkan harta itu yaitu anak-anakmu yang bakal mewarisimu. Karena dalam kumpul mengumpul harta itu kamu akan memberikannya kepada salah satu di antara dua, adakalanya kepada anak yang saleh yang beramal dengannya guna mentaati Allah, maka ia berbahagia atas segala penderitaanmu,  dan ada kalanya pula kepada anak durhaka yang mempergunakan untuk maksiat,  maka engkau lebih celaka lagi dengan harta yang telah kamu kumpulkan untuknya itu.  Maka percayakanlah nasib mereka kepada rejeki yang ada pada Allah,  dan selamatkanlah dirimu sendiri."

Suatu kali saat penaklukan Siprus dan harta rampasan dibawa ke Madinah, orang melihat Abu Darda menangis. Mereka lalu meminta Jubair bin Nasir menanyainya. 

"Wahai Abu Darda apakah sebabnya anda menangis pada saat Islam dimenangkan Allah bersama ahlinya?" tanya Jubair. 

Ia menjawab, "Wahai Jubair, alangkah hinanya makhkuk di sisi Allah bila mereka meninggalkan kewajiban-kewajibannya terhadap Allah. Selagi ia sebagai suatu umat yang perkasa, berjaya mempunyai kekuatan,  lalu mereka tinggalkan amanat Allah,  maka jadilah mereka seperti yang engkau lihat."

Demikianlah Abu Darda memandang dunia. Ia telah memperkirakan nantinya jika kaum muslimin akan lebih mudah tergoda dengan kekayaan dunia,  sehingga amanat Allah itu terlepas dari umat. 

Pernah juga kala Abu Darda sedang sakit dan para sahabat menjenguknya, mereka menawarkan kasur untuk mengganti kain tipis terbuat kulit sebagai alas tidur. 

Abu Darda berkata,  "Kampung kita nun jauh di sana,  untuknya kita mengumpulkan bekal dan kesana kita akan kembali,  kita akan berangkat kepadanya dan beramal untuk bekal disana." 

Yazid bin Muawiyah,  putra Muawiyah, pernah melamar putrinya dan ditolak. Namun ketika putrinya dilamar seorang muslim miskin yang shaleh ia menerimanya. 

"Bagaimana kiranya nanti dengan si Darda ini bila ia telah dikelilingi para pelayan dan inang pengasuh dan terpedaya oleh kemewahan istana,  dimana letak agamanya waktu itu? " kata Abu Darda tentang dirinya sendiri. 

Abu Darda memberi nasehat,  "Kebaikan bukanlah karena banyak harta dan anak-anakmu,  tetapi kebaikan yang sesungguhnya ialah bila semakin besar rasa santunmu,  semakin bertambah banyak ilmumu dan kamu berpacu menandingi manusia dalam mengabdi kepada Allah Ta'ala."

Menjadi Gubernur di Suriah

Semasa kekhalifahan Ustman bin Affan ra, Abu Darda menjabat gubernur di Suriah. Kala itu negeri Suriah adalah negara makmur dan mewah. 

Suatu hari Abu Darda mengumpulkan masyarakat. Ia lalu memberi pidatonya:

"Wahai penduduk Suriah... 
Kalian adalah saudara seagama,  tetangga dalam rumah tangga dan pembela melawan musuh bersama.  
Tetapi saya merasa heran melihat kalian semua,  kenapa kalian tidak punya rasa malu? 
Kalian kumpulkan apa yang kalian tidak makan . Kalian bangun semua apa yang kalian tidak diami.  Kalian harapkan aoa yang tidak kalian capai. 
Beberapa kurun waktu sebelum kalian, mereka pun mengumpulkan dan menyimpannya. 
Mereka mengangan-angankan lalu mereka berkepanjangan dengan angan-angannya.  Mereka membina lalu mereka teguhkan bangunannya. 
Tetapi akhirnya semua itu jadi binasa. 
Angan-angan menjadi fata morgana dan rumah mereka menjadi kuburan belaka. 
Mereka itu adalah kaum Ad yang memenuhi daerah antara Aden dan Oman dengan anak pinak dan harta benda."

Abu Darda melambaikan tangannya sejenak kemudian melanjutkan pidatonya "Ayo siapa yang mau membeli harta peninggalan kaum Ad daripadaku dengan harga dua dirham?
Carilah kebaikan sepanjang hidupmu dan majulah mencari embusan karunia Allah,  sebab sesungguhnya Allah mempunyai tiupan rahmat yang dapat msngenai siapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya. 
Mohonlah kepada Allah agar ia menutupi malu atau cela dan kejahatanmu serta menghilangkan rasa ketidaktentramanmu."

Pandangan dan sikap Abu Darda 

Abu Darda sangat tidak menyukai orang-orang yang sombong. 

"Kebaikan sebesar atom (dzarrah)  dari orang yang taqwa dan yakin,  lebih berat dan lebih bernilai daripada ibadatnya seumpama gunung orang-orang yang menipu diri sendiri. 
Jangan kalian bebani orang dengan yang tidak sanggup dipikulnya dan jangan kalian menghisab mereka dengan mengambil alih pekerjaan Tuhannya.  Jagalah diri kalian sendiri,  sebab siapa yang selalu mengingini apa yang dipunyai orang lain niscaya akan berkelanjangan nestapanya."

Bagi Abu Darda seorang tidak boleh merasa sombong,  apalagi bagi seorang ahli ibadah yang merasa lebih alim daripada orang lain. 

Abu Qalabah pernah bercerita, "Suatu hari Abu Darda melihat orang-orang tengah mencaci maki seseorang yang terperosok perbuatan dosa,  ia berseru: 'Bagaimana pendapat kalian bila menemukannya terperosok ke dalam lubang ? Bukankah seharusnya kalian berusaha menolong mengeluarkannya dari lobang tersebut?'"

Mereka menjawab,  "Tentu saja. " Abu Darda berkata, "Kalau begitu jangan kalian cela dia,  tetapi hendaklah kalian memuji syukur kepada Allah yang telah menyelamatkan kalian."

Tanya mereka pula, "Apakah anda tidak membencinya?" Abu Darda menjawab,  "Yang kubenci adalah perbuatannya,  bila ditinggalkan maka ia adalah saudaraku."

Abu Darda pernah memberi nasehat,  "Orang tidak mungkin mencapai tingkat muttaqin,  apabila tidak dibuktikan dalam perbuatan."

Bagunya,  ilmu adalah marifat untuk membuka tabir hakikat,  landasan dalam berbuat dan bertindak,  daya pikir dalam mencari kebenaran dan motor kehidupan yang disinari iman, dalam melaksanakan amal bakti kepada Allah. 

"Pendidik dan penuntut ilmu sama mempunyai kedudukan yang mulia,  masing-masing mempunyai kelebihan dan pahala. 
Aku tak tahu mengapa ulama kalian berlalu,  sedang orang-orang jahil kalian tidak mau mempelajari ilmu. 
Dan tak ada lagi kebaikan yang lebih utama dari kebaikan mereka. 
Manusia itu ada tiga macam, orang yang berilmu,  orang yang belajar,  dan yang ketiga orang goblok yang tidak mempunyai apa-apa."

Demikian Abu Darda menjelaskan.  ilmu dan amal tak bisa dipisahkan. 

"Yang paling aku takutkan nanti di hari kiamat adalah bila ditanyakan orang di muka khalayak, 'Hai Uwaimir, apakah engkau berilmu?' maka akan dijawab,  "Ada." Lalu ditanyakan orang kagi kepadaku,  "Apa saja yang engkau amalkan dengan ilmu yang ada itu?""

Kemuliaan seorang ulama adalah yang mengamalkan ilmunya.  Abu Darda menghormati ulama yang demikian.

Suatu kali ia berkata, "Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari kutukan hati ulama." Lalu orang bertanya kepadanya, "Bagaimana dapat hati mereka mengutukimu?" Jawabnya,  "Dibencinya aku... "

Abu Darda sangat memuliakan alim ulama,  ia khawatir ketidaksukaan seorang alim kepadanya berubah ibaratnya menjadi kutukan. 

"Cacian dari seorang saudara lebih baik daripada kehilangannya.  Siapakah mereka bagimu,  kalau bukan saudara atau teman? Berilah saudaramu dan berlunak lembutlah kepadanya. Dan jangan engkau ikut-ikutan meendengki saudaramu, nanti engkau akan seperti itu pula. Besok engkau akan dijelang maut, maka cukuplah bagi engkau kehilangannya.  Bagaimana anda akan menangisinya sesudah mati,  sedang selagi hidup tak pernah anda memenuhi haknya."

Abu Darda adalah juga seorang pemimpin yang suka membela kaum lemah. 
"Aku benci menganiaya seseorang dan aku lebih benci lagi jika sampai menganiaya seseorang yang tidak mampu meminta pertolongan dari aniayaku kecuali kepada Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar."

Saat orang mendatanginya,  meminta doa restunya lantaran ia dikenal sebagai orang yang zuhud,  ahli ibadah dan bertaqwa,  Abu Darda hanya menjawab,  "Aku bukan ahli berenang sehingga aku takut akan tenggelam..." Demikianlah Abu Darda. 

Salam untukmu Abu Darda,  semoga Allah meridhoimu. 

Alhamdulillah

Kisah sahabat yang lain...
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 7:Zubair bin Awwam
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 8: Abu Dzar Al Ghifari
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 9: Hudzaifah ibnul Yaman
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 10: Miqdad Bin Amr
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 11: Bilal bin Rabah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 12: Zaid bin Haritsah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 13: Khubaib bin Adi
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 14: Abbas bin Abdul Muttalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 15: Abdullah bin Umar
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 16: Jafar bin Abi Thalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 17: Khalid bin Walid
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 18: Ammar bin Yasir
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 19: Abu Hurairah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 20: Utbah bin Ghazwan
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 21: Saad bin Abi Waqqash
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 24: Abdullah bin Amr bin Haram


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisah Taubatnya Sang Pencuri Kain Kafan