Kisah Sahabat Rasulullah SAW 26: Said bin Amir

Amirul Mukminin Umar bin Khattab pada suatu hari sedang berpikir keras. Ia tengah mencari pengganti Muawiyah yang baru saja diberhentikan jabatannya sebagai wakil di Suriah.

Jabatan pemimpin muslim di Suriah sangatlah rumit karena wilayah itu sangat maju dan besar, perdagangannya sibuk. Sebuah tempat yang telah mengalami  pergantian kepemimpinan oleh kaum kafir berkali-kali sebelum Islam datang. Peradaban maju dengan masyarakat yang gemar bersenang-senang.

Sungguh suatu usaha yang sulit. Namun, Khalifah Umar teringat akan Said bin Amir. "Saya telah menemukannya, bawa kesini Said bin Amir!"  kata Umar bin Khattab.

Said termasuk mereka yang juga turut dalam peperangan di jalan Allah. Kalau melihat pada barisan pasukan perang kaum muslimin, maka Said bin Amir tak nampak keistimewaannya. Ia hanyalah pejuang dengan pakaian seadanya yang berdebu. Ia tak lebih dari mereka kaum miskin dari barisan kaum muslimin.

Namun, Umar bin Khattab memiliki keyakinan tersendiri terhadap Said, pejuang yang memeluk Islam tidak lama sebelum pembebasan Khaibar. Keyakinannya yang terbuktikan seiring waktu.

Maka tibalah Said bin Amir kepada Umar bin Khattab yang menawarkannya jabatan walikota Homs. Said menyatakan keberatannya, "Janganlah saya dihadapkan kepada fitnah wahai Amirul Mukminin."

Umar berkata, "Tidak, demi Allah saya tak hendak melepaskan anda! Apakah tuan-tuan hendak membebankan amanat dan khilafat di atas pundakku lalu tuan-tuan meninggalkan aku?"

Maka sejak saat itu Said menjadi walikota Homs. Ia berangkat ke sana bersama istri dan baru saja mereka menikah serta membawa bekal yang diberikan khalifah Umar.

Menjadi Pemimpin Homs

Homs kala itu digambarkan seperti kota Kufah kedua.  Banyak terjadi pembangkangan dan perdurhakaan terhadap pemimpin yang berwenang.  Tapi kepada Said, penduduk mencintainya. 

Pada suatu hari Amirul Mukminin Umar bin Khattab berkunjung ke Homs.  Ia bertanya kepada para penduduk,  "Bagaimana pendapat kalian tentang Said?"

Salah seorang dari mereka berkata,  " Ada empat hal yang hendak kami kemukakan.  Pertama, ia baru keluar mendapatkan kami setelah tinggi hari.  Kedua,  tak hendak melayani seseorang di waktu malam hari.  Ketiga, setiap bulan ada dua hari dimana ia tak hendak keluar mendapatkan kami hingga kami tak dapat menemuinya. Keempat, dan ada satu lagi yang sebetulnya bukan merupakan kesalahannya tapi mengganggu kami yaitu bahwa sewaktu-waktu ia jatuh pingsan."

Umar tertunduk mendengar pengaduan warga itu lalu berdoa kepada Allah, " Ya Allah, hamba tahu bahwa ia adalah hambaMu terbaik, maka hamba harap firasat hamba terhadap dirinya tidak meleset."

Lalu Said kemudian dipersilahkan untuk membela dirinya.  Ia berkata:

"Mengenai tuduhan mereka bahwa saya tak hendak keluar sebelum tinggi hari,  maka demi Allah, sebetulnya saya tak hendak menyebutnya.  Keluarga kami tak punya pelayan,  maka sayalah yang mengaduk tepung dan membiarkannya sampai mengeram,  lalu saya membuat roti dan kemudian wudhu untuk sholat dhuha. Setelah itu barulah saya keluar mendapatkan mereka. "

Sambil tersenyum Umar berkata,  "Alhamdulillah,  dan mengenai yang kedua? "

Said berkata,  "Adapun tuduhan mereka bahwa saya tak mau melayani mereka di waktu malam,  maka demi Allah saya benci menyebutkan sebabnya.  Saya telah menyediakan siang hari bagi mereka,  dan malam hari bagi Allah Taala, sedang ucapan mereka bahwa dua hari setiap bulan dimana saya tidak menemui mereka,  maka sebabnya sebagai saya katakan tadi, saya tak punya khadam yang akan mencuci pakaian, sedangkan pakaianku tidak banyak pula untuk dipergantikan.  Jadi terpaksalah saya mencucinya dan menunggu sampai kering,  sehingga baru dapat keluar di waktu petang.  
Kemudian tentang keluhan mereka bahwa saya sewaktu-waktu jatuh pingsan, sebabnya karena ketika dj Mekah dulu saya telah menyaksikan jatuh tersungkurnya Khubaib al Anshari.  Dagingnya dipotong-potong oleh orang Quraisy dan mereka bawa ia dengan tandu sambil mereka menanyakan kepadanya,  'Maukah tempatmu ini diisi oleh Muhammad sebagai gantimu sedang kamu berada dalam keadaan sehat wal afiat?' Khubaib menjawab,  'Demi Allah saya tak ingin berada dalam lingkungan anak istriku diliputi oleh keselamatan dan kesenangan dunia,  sementara Rasulullah ditimpa bencana, walau oleh hanya tusukan duri sekalipun'.  
Maka terkenang akan peristiwa yang saya saksikan itu,  dan ketika itu saya masih dalam keadaan musyrik lalu teringat bahwa saya berpangku tangan dan tak hendak mengulurkan pertolongan kepada Khubaib, tubuh saya pun gemetar karena takut akan siksa Allah sehingga ditimpa penyakit (jatuh pingsan)  yang mereka katakan itu."

Mata Said berkaca-kaca.  Umar bin Khattab merasa tenang. "Alhamdulillah,  karena dengan taufiq-Nya firasatku tidak meleset adanya."

Bersahaja

Said bin Amir adalah seorang yang bersahaja meskipun uang dan tunjangannya banyak sebagai pemimpin Homs.  Ia hanya mengambil berapa yang diperlukannya bersama istri,  selebihnya dibagi-bagikan kepada rumah dan keluarga lain yang membutuhkan. 

Saat kepemimpinan Said di Homs sudah mantap, istrinya mengeluarkan uang yang diberi oleh Umar bin Khattab saat mereka meninggalkan Madinah.  Ia mengusulkan kepada suaminya supaya membeli pakaian dan sebagian keperluan rumah tangga,  sisanya ia simpan. 

Namun Said mengatakan,  "Maukah kamu saya tunjukkan yang lebih baik dari rencanamu itu?  Kita berada di suatu negeri yang amat pesat perdagangannya dan laris barang jualannya.  Maka lebih baik kita serahkan harta ini kepada seseorang yang akan mengambilnya sebagai modal dan akan memperkembangkannya."

"Bagaimana jika perdagangannya rugi?" tanya istrinya.  "Saya akan sediakan borg atau jaminan." ujar Said.  Ia kemudian pergi membeli sebagian keperluan rumah tangga dengan nilai secukupnya. Sedang sisa uang yang masih banyak dibagj-bagikan kepada fakir miskin. 

Setiap kali isteinya menanyakan perihal uang yang dimodalkan sebagai usaha,  Said menjawab bahwa usaha itu berkembang dan lancar.  Sampai suatu saat istrinya curiga pada jawaban suaminya itu. Said pun tertawa dan mengatakan bahwa ia telah menyedekahkan uang tersebut sejak awal. 

Istrinya hanya bisa menangjs.  Said pun menghibur sang istri.  Ia  mengatakan kepada istri alasan apa yang membuatnya menyedekahkan uang perbekalan mereka. 

"Saya mempunyaj kawan-kawan yang telah lebih dulu menemui Allah dan saya tak ingin menyimpang dari jalan mereka, walau ditebus dengan dunia dan segala isinya."

Said menyadari bahwa istrinya juga merupakan salah satu ujiannya di dunia.  Belum ditambah lagi dengan rasa kecintaan kepada harta benda dunia. 

Said memberi pengertian kepada sang istri,  "Bukankah kamu tahu bahwa di dalam surga itu banyak terdapat gadis-gadis bermata jeli sehingga andainya seorang saja di antara mereka menampakkan wajahnya di muka bumi,  maka akan terang benderanglah seluruhnya,  dan tentulah cahayanya akan mengalahkan sinar matahari dan bulan. 
Maka mengurbankan dirimu demi untuk mendapatkan mereka,  tentu lebih utama daripada mengurbankan mereka demi karena dirimu."

Demikianlah Said. Suatu kali seorang berkata padanya, "Berikanlah kelebihan harta inj untuk melapangkan keluarga dan famili istri anda."

Said berkata,  "Demi Alllah,  tidak!  Saya tak hendak menjual keridhoan Allah dengan kaum kerabatku. "

Pernah juga orang berkata padanya,  "Janganlah ditahan-tahan nafkah untuk diri sendiri dan keluarga anda,  dan ambillah kesempatan untuk menikmati hidup. "

Said hanya menjawab,  "Saya tak hendak ketinggalan dari rombongan pertama,  yakni setelah saya dengar Rasulullah SAW bersabda:

"Allah Azza wa Jalla akan menghimpun manusia untuk dihadapkan ke pengadilan.  Maka datanglah orang-orang miskin yang beriman,  berdesak-deaakan maju ke depan tak ubahnya bagai kawanan burung merpati.  Lalu ada yang berseru kepada mereka: Berhentilah kalian untuk menghadapi perhitungan!  Ujar mereka: Kami tak punya apa-apa untuk dihisab.  Maka Allah pun berfirman: Benarlah hamba-hambaKu itu.  Lalu masuklah mereka ke dalam surga sebelum orang-orang lain masuk."

Said menutup usia di tahun ke-20 hijriah.  Ia dicatat sebagai seorang sahabat yang sholeh,  zuhud, baik budi dan pejabat yang tak tergoda oleh manisnya dunia. 

Selamat jalan Said bin Amir.  Selamat baginya baik di dunia maupun setelah wafatnya.  Semoga Allah meridhoinya. Selamat pula bagi sahabat Rasulullah ﷺ yang mulia dan rajin beribadah serta beramal sholeh. 

Alhamdulillah

Kisah sahabat lainnya:
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 7:Zubair bin Awwam
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 8: Abu Dzar Al Ghifari
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 9: Hudzaifah ibnul Yaman
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 10: Miqdad Bin Amr
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 11: Bilal bin Rabah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 12: Zaid bin Haritsah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 13: Khubaib bin Adi
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 14: Abbas bin Abdul Muttalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 15: Abdullah bin Umar
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 16: Jafar bin Abi Thalib
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 17: Khalid bin Walid
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 18: Ammar bin Yasir
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 19: Abu Hurairah
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 20: Utbah bin Ghazwan
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 21: Saad bin Abi Waqqash
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 22: Khalid bin Said bin Ash
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 23: Ubadah bin Shamit
Kisah Sahabat Rasulullah SAW 24: Abdullah bin Amr bin Haram

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisah Taubatnya Sang Pencuri Kain Kafan